Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

HILANG DI ALAS PURWO

“Kau pergi saja ke arah Barat, nanti kau akan menemukan mereka di sana. Dan ingat apa pun yang terjadi saranku jangan menoleh ke belakang. Teruslah berjalan sampai kau menemukan teman-temanmu itu.” Kata lelaki itu.


Alas Purwo adalah tempat wisata yang sangat indah. Rumah bagi ratusan flora & fauna, di sana juga ada pantai yang ombaknya digadang-gadang cocok untuk surfing. Di alas purwo juga ada pura yang disucikan oleh umat hindu. Indah bukan? Tapi tunggu dulu. Ada sisi lain dari Alas Purwo.

Tempat ini terkenal sangat angker dan menjadi istana kerajaan jin pulau jawa.
Banyak cerita mistis di Alas Purwo. Pernah juga ada orang yang menghilang di hutan ini.

Dan kali ini saya akan cerita tentang kisahnya Cahyo yang menjadi guide bagi kedua temannya yang berkemah di pantai pancur. Tanpa banyak basa-basa lagi langsung saja kita simak, ceritanya.

Perkenalkan namaku Cahyo. Aku adalah seorang IT Support di salah satu perusahaan asing. Itu adalah perusahaan start up dan kebetulan saat ini aku sudah jadi staff senior di sana.

Semua teman-teman kantorku tahu kalau aku adalah anak pecinta alam. Ya memang sejak dari kuliah aku suka menjelajahi alam, naik gunung, pergi ke pulau-pulau terpencil, dan menelusuri hutan-hutan tropis.

Hampir semua tempat terkenal di Indonesia sudah kudatangi. Termasuk gunung-gunung yang terkenal di pulau jawa sudah kudaki semuanya, bahkan ada yang pernah kudaki berkali-kali karena tak jarang aku diminta untuk menjadi guide rombongan wisata atau pendaki.

Dari semua perjalananku itu, ada satu perjalanan yang aku sesali, yaitu perjalanan ke Alas Purwo. Jujur, sebelumnya aku memang sudah pernah main ke Alas Purwo dan semuanya baik-baik saja, tidak ada hal aneh yang terjadi.

Alas Purwo memang tempat yang cocok kalau mau camping di sana, suasananya tenang, dan kalau beruntung kita juga bisa melihat rusa liar dan berfoto dengan rusa-rusa itu.

Pertama kali ke sana aku mulai tidak percaya dengan cerita-cerita mistis yang tersebar di masyarakat. Karena aku dengan teman-temanku yang lain baik-baik saja di sana.

Tapi, semua keyakinanku itu sirna dan aku mulai percaya adanya kekuatan gaib di Alas Purwo saat kedua kalinya aku berkunjung ke sana.

Awal ceritanya, sore itu setelah selesai ngebenerin koneksi wifi kantor yang down, ada dua orang staff yang menghampiriku. Mereka berdua adalah Sekar dan Bambang.

Menurut gosip yang aku dengar dari teman-teman kantor, katanya Sekar dan Bambang ini baru saja jadian seminggu lalu. Menurutku memang mereka serasi, Sekar adalah perempuan cantik dan sexi, sedangkan Bambang pria tanpan berbadan altletis sudah seperti binaragawan.

***

“Eh kalian, ada yang dapat aku bantu,” tanyaku pada mereka berdua. Bambang dan Sekar malah senyum-senyum.
“Eh kamu berdua kenapa? Kesambet?” tanyaku.

“Nggak, jadi gini Mas Cahyo. Mas pasti sudah tahu kan kalau kami berdua baru aja jadian.

Nah ceritanya kami mau liburan ke tempat yang angker gitu. Soalnya kami berdua suka banget sama suasana horror,” kata Bambang sambil tersenyum.

“Terus,” tanyaku.

“Kami berdua mau camping gitu di Alas Purwo, katanya Mas Cahyo pernah ke sana ya?” tanya Bambang.

“Iya pernah sih, tapi kayaknya aku sibuk banget nih,” aku udah tahu kalau mereka pasti memintaku untuk jadi guidenya. Dan kebetulan saat itu aku lagi males.

“Gini-gini Mas Cahyo. Kami Cuma minta di guide saja ke sana untuk satu malam.
Dan kami sudah siapin bayaran yang lumayan besar buat Mas Cahyo. 3 juta mau nggak?” kata Bambang, dia langsung nembak harga.

“Duh maaf nih kayaknya aku tidak bisa. Soalnya bener-bener lagi banyak kerjaan di rumah,” kataku.

“Gimana kalau 4 juta,” kata Sekar.
...

“Oke jadi,” kataku tanpa basa-basi lagi aku langsung menyanggupi tawarannya. Lumayan juga dibayar 4 juta.

Singkat cerita kami bertiga pun cuti di hari yang sama dan untungnya di acc oleh atasan. Kami ke Alas Purwo bukan di hari weekend, melainkan di hari-hari biasa. Maksudnya agar tidak banyak orang juga di camping groundnya.

Pagi sekali kami berangkat dari stasiun gambir tujuan kami adalah Banyuwangi. Tentu kami harus bermalam dulu dipenginapan karena pas sampai kesana hari udah mulai gelap. Nah malamnya, saat dipenginapan aku langsung mencari informasi sewa mobil, karena tidak ada mobil umum yang menuju Alas Purwo.

Setelah bermalam di penginapan, di pagi harinya barulah kami bertiga berangkat ke Alas Purwo. Menggunakan mobil carteran, si pengemudi mobilnya sangat ramah dia berbicara dengan logat jawa yang kental.

Dia juga sempat bertanya tujuan kami ke Alas Purwo mau ngapain. Aku jawab saja mau camping.
Si sopir berpesan kalau main ke Alas Purwo jangan sampai ngomong gegabah apalagi bertingkah sembarangan. Tentu saja aku sudah paham soal itu dan tidak perlu lagi dikasih tahu.

Sepanjang perjalanan, aku perhatikan si Bambang dan Sekar mesra sekali. Maklum mungkin ini adalah liburan pertama mereka, sudah seperti bulan madu saja. Aku sendiri yang memang sudah berumah tangga biasa saja melihat kemesraan mereka. Bodo amat yang penting dapat 4 juta. Pikirku.

Selang beberapa saat mobil yang kami tumpangi tiba di perhutani Alas Purwo. Sejauh mata memandang hanya terlihat pohon-pohon besar berjajar di pinggiran jalan.

Jalan di Alas Purwo juga sudah aspal. Tujuan kami adalah Pantai Pancur, di sana kami akan camping selama satu malam.

Tak berselang lama mobil kami pun tiba di pos Rowobendo Alas Purwo, Pos ini dikhususkan untuk kegiatan para turis. Setiap pengunjung harus membayar tiket masuk di pos itu, setelah membayar tiket mobil pun melaju kembali.

Saat itu hari sudah mulai sore, kami akan melewati pantai Trianggulasi terlebih dahulu sebelum tiba di pantai Pancur. Namun tanpa di duga-duga ada seorang leleki yang mencegat kami di tengah-tengah jalan.

Dari penampilannya, dia seperti orang gila. Lelaki itu benar-benar ada di tengah jalan. Sopir pun injak rem, dia membuka kaca mobilnya.

“Woi awas jangan berdiri di tengah jalan!” bentak sopir itu.

Bukannya menghindar, lelaki itu malah mendekat ke arah kami. Pakaian lelaki itu compang-camping bahkan kelaminnya juga keliatan karena celana yang ia gunakan bolong di bagian tengah. Sekar menjerit takut, dia dipeluk oleh bambang.

Si Sopir turun dari mobilnya, kudengar orang gila itu teriak-teriak menggunakan bahasa jawa.

“Kanjeng ngerti niate koe kabeh,” begitu katanya.

Aku tidak mengerti kenapa orang gila itu berkata seperti itu. Saat itu aku menganggap ocehannya adalah omong kosong.

Si sopir berhasil mengusir orang itu. Dia masuk ke hutan sambil berteriak mengucapkan hal yang sama.

Saat kutanyakan siapa dia, si sopir juga tidak tahu.

Dia tidak pernah melihat orang gila itu di sepanjang jalan alas purwo ini.

Perjalananpun dilanjutkan, setelah melewati pantai Trianggulasi akhirnya kami tiba dipantai Pancur. Tadi dijalan kami sempat melihat ada beberapa orang berpakaian serba putih yang khas untuk ibadah umat hindu.

Mungkin saja mereka berasal dari Bali. Sebelum pantai Trianggulasi memang ada Pura Luhur Giri Salaka yang dikeramatkan oleh orang-orang hindu dan biasanya digunakan untuk upacara keagamaan.

Kami pun turun dari mobil, saat kami tiba di sana matahari sudah hampir tenggelam. Dari sana terlihat pantai Pancur yang sedang memerah menyusul akan tenggelamnya matahari.

Tanpa banyak basa-basi lagi setelah membayar sewa mobil, Bambang dan Sekar langsung berlarian menuruni anak tangga yang kebetulan pantainya berada di bawah.

Mereka berdua layaknya pasangan suami istri yang baru saja menikah, Bambang dan Sekar tampak mesra, mereka berfoto di pantai itu sementara aku sibuk mendirikan tenda untuk mereka.

Kami membawa dua tenda, satu tenda yang ukurannya besar untuk mereka berdua sedangkan yang satu lagi berukuran kecil untuku sendiri.

Tenda pun berhasil dipasang, aku naik ke atas anak tangga untuk mendirikan sholat maghrib kebetulan di atas sana ada sebuah mushola. Ketika aku masuk ke dalam mushola itu..

Kulihat mushola-nya tampak sepi dan hanya ada satu orang lelaki paruh baya yang berpakaian seperti walisongo sedang sholat. Aku pun bermakmum pada lelaki itu. Dia langsung mengeraskan bacaan sholatnya.

Selesai sholat, aku berdzikir sejenak sementara lelaki itu juga masih berdzikir di depanku, tak lama kemudian aku beranjak dari mushola itu untuk menghampiri bambang dan Sekar.

Pas aku sampe ke pantai, ternyata Bambang sudah membuat api unggun, entah dari mana dia mendapatkan kayu bakar kering itu.

Sekar dan Bambang mengeluarkan makanan yang mereka bawa dari rumah seperti sosis dan mie instan. Mereka juga membawa berbagai macam cemilan. Aku mengeluarkan makananku sendiri dari dalam tas berupa mie instan. Kami pun makan malam di sana.

Masuk waktu isya aku kembali ke mushola dan
ternyata si lelaki yang berpakaian seperti walisongo itu masih berdzikir di dalam masjid.
Aku tidak berani menyapanya, karena takut menganggu.

Akhirnya aku sholat sendiri saja, mungkin si lelaki itu udah sholat duluan tadi. Setelah sholat aku pun kembali ke tenda.

Malam pun semakin larut, aku beranjak ke tenda sementara Sekar dan Bambang masuk ke tenda mereka.
Aku tidak peduli apa yang mau mereka lakukan di dalam tenda itu. Bodo amat yang penting dapat 4 juta. Pikirku.

Entah kenapa malam itu aku tidak bisa tidur padahal suasananya mendukung sekali untuk tidur, cuacanya dingin dan terdengar suara ombak.

Aku pun membuka sleting tendaku dan melongokkan kepala keluar tenda. Dan tak sengaja, kulihat bayangan bambang dan Sekar sedang melakukan hubungan intim. Lampu tenda mereka masih menyala sehingga bayangannya jelas terlihat.

Anjir apa-apaan ini, aku langsung menutup kembali pintu tendaku dan mencoba untuk memejamkan mata. Suara mereka benar-benar mengganggu. Aku mencoba untuk menutup kedua telingaku, tapi erangannya masih terdengar dan tak lama kemudian kudengar mereka berdua berteriak.

Pintu tenda mereka masih tertutup rapat, tapi aku tidak lagi melihat bayangan mereka. Buru-buru kubuka pintu tenda itu, Dan ternyata mereka menghilang, baju dan pakaian dalam mereka masih tergeletak di sana.

Aku panik lalu berteriak memanggil nama mereka. Kuambil senter dari dalam tenda lalu kusorotkan ke pasir, di sana ada jejak kaki, aku yakin itu jejak kaki Bambang dan Sekar. Segera kuikuti jejak kaki itu.

Ternyata mengarah ke anak tangga, dan di anak tangga kulihat ada kembang melati yang berserakan. Aku yakin ini adalah sebuah petunjuk, dengan memberanikan diri ku ikuti taburan kembang melati itu.

Semakin kuikuti semakin aku masuk ke dalam hutan Alas Purwo. Sekilingku gelap sekali, namun dengan cahaya senter aku masih bisa melihat taburan melati di tanah. Aku tak henti berteriak memanggil nama mereka bedua, sialnya tak ada tanda-tanda keberadaan Bambang dan Sekar.

Kulirik jam tanganku, ternyata sudah jam satu dini hari.

Aku masih yakin kalau taburan bunga melati ini adalah petunjuk keberadaan Bambang dan Sekar.
Kusorotkan senter ke batang-batang pohon, samar-samar kulihat ada segerombolan orang berpakaian
serba putih. Mereka pasti mau beribadah di pura, buru-buru kuhampiri mereka.

“Maap Pak, apa bapak melihat dua orang yang lewat sini?” tanyaku.

Anehnya si bapak itu tidak menjawab pertanyaanku dan terus berjalan mengikuti rombongan. Dan tak lama kemudian mereka semua berhenti serentak, aku masih memperhatikan tingkah mereka.

Lalu kepala mereka tiba-tiba berputar 180 drajat sehingga semua orang di sana melihat ke arahku sambil tersenyum mengerikan. Mata mereka melotot semua, aku kaget dan langsung lari terbirit-birit.

Manusia tidak mungkin bisa memutar kepalanya hingga sampe ke punggung. Mereka semua pasti
makhluk halus penghuni alas purwo. Aku lari sekuat tenaga, tanpa arah tujuan menjauh dari rombongan tadi.

Cahaya senterku tak mampu menyinari jalan karena semakin lama hutan ini semakin berkabut. Rasanya aku semakin tersesat saja. Setelah beberapa saat lari tanpa arah, aku pun mulai kelelahan. Masih dalam keadaan napas terengah-engah, kuperlambat langkahku.

Aku berusaha untuk mencari kembang melati tadi, tapi kok tidak ada.

Aku pun melanjutkan perjalanan. Entah mau ke mana, aku merasa diriku malah semakin tersesat. Sekitar 30 menit berjalan aku melihat sebuah gua. Di gua itu kudengar suara orang meminta tolong, aku sangat kenal suaranya. Itu adalah suara Sekar.

Buru-buru kuhampiri gua itu, dan pas aku masuk ke dalam gua, anehnya tidak ada siapa-siapa di sana. Aku hanya melihat banyak sekali sesajen. Kembang melati dan dan sebuah batu yang dibungkus menggunakan kain berwarna putih.

Aku bertriak memanggil-manggil nama Bambang dan Sekar. Sama sekali tidak ada tanda-tanda keberadaan mereka. Aku curiga kalau yang teriak barusan itu bukanlah Sekar, tapi makhluk halus yang menyerupai Sekar. Karena takut, aku pun keluar dari dalam gua itu.

Dan ternyata di luar sudah ada seorang lelaki paruh baya. Aku mengembuskan napas lega karena dia adalah lelaki yang sempat aku temui saat sholat di mushola. Aku minta tolong pada lelaki itu. Tapi tatapannya datar dia menoleh ke wajahku dan berkata.

“Kedua temanmu itu sudah membuat penghuni Alas Purwo ini marah.”

“Lalu apa yang harus saya lakukan Pak. Tolong bantu temukan teman-teman saya Pak.” Aku memohon.

“Kau pergi saja ke arah Barat, nanti kau akan menemukan mereka di sana. Dan ingat apapun yang terjadi saranku jangan menoleh ke belakang. Teruslah berjalan sampai kau menemukan teman-temanmu itu.” Kata lelaki itu.

Ketika aku menoleh lagi ke arah lelaki tadi, anehnya lelaki itu sudah hilang entak ke mana. Aku benar-benar kaget, padahal barusan dia masih ada di sampingku.

Tanpa pikir panjang lagi. Aku menuruti perkataanya. Aku mulai berjalan ke arah Barat entah apa yang akan kutemui di sana. Semoga saja lelaki tadi benar kalau aku bisa menemukan Bambang dan Sekar.

Sekitar 20 menit kemudian, aku mendengar suara langkah seseorang mengikutiku.

Aku ingat pesan si lelaki paruh baya itu, apapun yang terjadi jangan menoleh ke belakang.
Saat aku berhenti, suara langkah kaki itu juga berhenti dan tiba-tiba saja. Ada seseorang yang menyapaku dari belakang.

“Halo…,” begitu sapanya, itu suara seorang lelaki yang sangat mengerikan.

Aku sama sekali tidak berani menoleh ke belakang dan terus berjalan ke arah Barat.
Semakin lama aku mendengar suara langkah kaki itu semakin banyak. Itu seperti rombongan orang yang mengikutiku.

Jujur saat itu aku semakin takut saja. Sekuat tenaga akupun berlari. Aku tak peduli dengan rombongan orang yang terus terusan mengikutiku.

Sekitar dua puluh menit berlari, tenagaku semakin terkuras. Kemudian aku melihat ada sebuah rumah
panggung. Aneh kenapa ada rumah di tengah hutan seperti ini. Tampak dari jendela rumah itu sebuah cahaya lampu canting dan bayangan wanita yang berlalu lalang.

Aku menyangka pasti itu adalah rumah seorang warga.

Apa salahnya kalo aku bertanya kepenghuni rumah itu. Siapa tau ada petunjuk, akupun langsung menghampiri rumah tersebut.
Beberapa kali aku mengetuk rumah itu, dan sesaat kemudian terdengar suara seorang wanita yang mendekat. Gagang pintu berputar tanda ada yang membukakan pintu.

Tampaklah seorang wanita muda yang amat cantik. Dia mengenakan baju kebaya dan kain batik. Wanita itu tersenyum dan menyapaku dengan sangat ramah.

“Ada apa ya Mas?” tanya wanita itu.

“Maaf Mbak saya mau tanya apa mbak tadi melihat dua orang yang melintas di sekitar sini?” tanyaku.

“Oh dua orang yang telanjang itu ya?” tanya wanita itu.

“Iya Mbak itu teman-temanku yang hilang. Mbak tahu di mana dia?”

“Wah tadi sih sempat mampir ke sini. Dan sekarang lagi pergi sama bapak. Katanya sih tidak akan lama. Mas tunggu saja dulu disini. Bapak pasti nggak lama kok.” Kata wanita itu.

Dia pun mepersilakanku untuk masuk. Nama wanita itu ternyata Bela. Dia sangat ramah dan cantik.

Ada tahi lalat di pipi sebelah kanannya, menambah kesan cantik. Bela muncul dari dapur dengan membawa makanan ringan dan teko air kecil.

“Silakan mas,” kata Bela sambil senyum.

“Iya terima kasih Mbak. Kalau boleh tahu bapaknya Mbak dan kedua teman saya itu pergi kemana ya?”

“Nah itu Mas saya tidak tahu. Tunggu saja Mas. Bapak nggak akan lama kok,” kata Bela.

Aku pun menurut saja. Karena malam memang sudah sangat larut. Bela pamit ke kamarnya untuk tidur.

Dia juga memberiku bantal untuk istirahat. Setelah bela masuk ke dalam kamarnya. Seketia aku teringat rombongan orang yang mengikutiku.
Apakah mereka sudah pergi.

Dan saat itu juga kuintip dari balik jendela. Betapa terkejutnya saat kulihat ada banyak orang yang berdiri di halaman rumah Bela. Mereka semua berwajah pucat, bajunya putih semua, celananya juga putih. Siapa orang-orang itu dan kenapa dia mengikutiku.

Karena takut, buru-buru kubaringkan badanku dan mencoba untuk tidur. Tak lama aku pun terlelap.

Entah berapa lama aku tidur, yang jelas ketika aku bangun hari masih gelap. Kucek jam tanganku ternyata jam 12 malam, Itu berarti aku tidur kebablasan. Saat itu aku juga baru ingat kalau aku meninggalkan HPku di tenda.

Perlahan aku bangun dan menghampiri kamar Bela. Ku ketuk pintu kamarnya, tapi tidak ada jawaban dari Bela. Malah kudengar ada seorang wanita yang bernyanyi menggunakan bahasa jawa. Suaranya sangat mengerikan.

Akhirnya ku intip dari celah bilik kamarnya, dan di sana tampaklah sosok wanita bertubuh besar, dia mengenakan jubah warna putih. Rambutnya panjang sekali sampai menyentuh lantai. Entah lagu apa yang ia lantunkan yang jelas wanita itu pasti bukan Bela.

Dia membalikkan badan dan tampaklah wajahnya yang membusuk penuh belatung. Aku teriak dan lari ke dapur. Di dapur kudapati banyak sekali sajenan, ada pisang, kemenyan yang masih mengepulkan asap, kembang melati, dan berbagai macam sajenan lainnnya.

Aku keluar dari rumah itu melalui pintu dapur. Kemudian aku lari sekuat tenaga. Dan lagi-lagi saat aku lari kudengar suara seseorang yang menyapaku dari belakang.

“Halo…,”

Aku tidak peduli pada suara itu dan terus beralari sekuat tenaga. Aku benar-benar kaget dengan apa yang kulihat di hadapanku. Itu adalah sebuah rumah panggung milik bela. Semakin aku lari rasanya semakin disesatkan saja. Dan aku hanya berputar-putar di satu tempat.

Tampak dari jendela rumah itu, sosok kuntilanak yang sedang memandangiku. Segera aku lari lagi menjauh dari rumah itu.

Lalu di antara pohon pohon besar, aku melihat Bambang dan Sekar berjalan telanjang bulat masuk ke kegelapan. Mereka berdua dikawal oleh dua makhluk bertubuh besar dan tinggi. Bahkan tingginya sampai melebihi batang-batang pohon. Dua makhluk raksaksa itu membawa Bambang dan Sekar.

Aku berusaha mengikuti mereka, tapi entah kenapa tiba-tiba kedua kakiku tergelincir. Aku seperti masuk ke dalam jurang. Tubuhku menggelinding dan sesekali menghantam pohon. Aku mengaduh kesakitan, untung saja aku masih sadar, tapi tak sanggup lagi untuk bangun.

Aku benar-benar tidak berdaya. Dan saat itu juga kulihat rombongan orang berwajah pucat mengelilingiku. Mereka semua menataku dengan tatapan datar. Dari kerumunan itu muncul 4 orang yang membawa keranda mayat.

Mereka memasukkanku ke dalam keranda itu, aku sama sekali tidak bisa berontak. Mereka membawaku entah ke mana.

Keranda itu ditutup kain warna putih. Dan dari dalam keranda aku mendengar suara perempuan berbicara dengan bahasa jawa. Begini katanya.

“Mulih, niatmu apik.”

Begitu katanya. Entah apa yang terjadi selanjutnya. Aku benar-benar tak sadarkan diri. Dan saat siuman, aku sudah berada di pinggir jalan. Warga mengerumuniku, tak lama kemudian ambulan datang dan mereka membawaku ke rumah sakit.

Bambang dan Sekar ditetapkan sebagai orang hilang dan tidak pernah ditemukan.

Aku mendengar sebuah mitos katanya tidak sedikit orang yang hilang dibawa masuk ke alam jin Alas Purwo, bisa jadi Bambang dan Sekar juga masih hidup sampai sekarang, tapi mereka ada di alam jin.

SEKIAN
close