Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

LARANTUKA PENDEKAR CACAT PEMBASMI IBLIS (Part 28) - Pembalasan Dendam


Dendam kesumat bagaikan penjara tanpa dasar
Yang mengikat nalar dan belas kasih.
Kuncinya hanyalah Pelampiasan
Yang mengantar keluar dari kurungan dendam
menuju penjara rasa bersalah dan penyesalan.

***

Begitu gerbang istana itu terpentang lebar, terdengar gemerincing suara rantai diikuti keluarnya ratusan budak iblis yang berjenis kelamin perempuan, tubuh mereka transparan mata mereka putih seluruhnya dengan tubuh kurus nyaris tulang terbalut kulit. Mereka bergerak dengan tarian yang ganjil terpatah-patah. Tangannya yang kering seperti kesakitan mencakar-cakar udara. 

Kembali terdengar suara wanita terbahak-bahak. Suara itu menggema membuat Candini merasa pusing. 

"Kalian sudah memasuki istana Jalmo Matiku yang sejati, artinya kalian sudah siap menjadi santapan anak-anak iblisku. Mampuss! Hihihi"

Jeritan Nyi Gondo Mayit berikutnya membuat ratusan budak iblis itu bergetar seperti kerasukan,  tiba-tiba Perut budak iblis itu membesar seperti mengandung. 

"A-apa itu Kakang?"

Larantuka diam menatap ke depan, waktu berjalan seakan teramat pelan. 

Raungan mengerikan terdengar saat budak iblis itu memukul kasar perutnya sendiri yang sudah menggembung, akhirnya perut itu pecah dan berlubang, air darah kental memenuhi ketuban jatuh berceceran di lantai, sesosok tangan makhluk janggal seperti manusia tanpa kulit menerobos keluar dari perut yang sudah pecah itu.

Ternyata mayat hidup yang berpenampilan mengerikan, dengan kulit yang terkelupas semua. 

Iblis Jerangkong! 

Candini berteriak ngeri saat Jerangkong itu mulai merayap dan bangkit dengan tali puser terburai penuh darah kehitaman. Terus tanpa henti makhluk janggal itu keluar dari perut budak iblis, seakan-akan rahim itu adalah lubang dimensi menuju alam lain.

Sebentar saja jumlah para iblis Jerangkong itu bertambah berkali lipat menjadi ribuan mengepung kedua pendekar itu perlahan. 

Candini mulai mengambil kuda-kuda bersiap menyerang namun Larantuka mencekal pundaknya. 

"Tak ada gunanya melawan mereka, sekali dihancurkan tubuhnya pasti akan kembali seperti semula. Percuma hanya membuang tenaga"

"Lantas bagaimana ini Kakang, mereka semakin merangsek dan akan membunuh kita bila kita tidak melakukan sesuatu!"

Larantuka menoleh kebelakang,  dimana Sancaka masih bergelung didalam sayapnya dengan mata terpejam. 

"Bangun Sancaka,  bantu kami!" perintah Larantuka.

Namun Naga itu tak bergeming, malah napasnya semakin terdengar kasar. Membuat Candini merasa jengkel. Sedari tadi makhluk ini begitu angin-anginan dalam membantu mereka.

"Tak usah repot Kakang, buat apa meminta bantuan pada orang yang tidak mampu?"

Candini mengeraskan perkataannya sambil melirik Larantuka penuh arti. 

Naga itu hanya mendengus kasar. Kedua netranya masih mengatup rapat.

"Lagipula kesaktian kaum Naga itu amat terbatas, manamungkin bisa untuk bertahan hidup apalagi melawan ribuan demit!"

Sancaka menggeram, mata kananya terbuka menatap tajam Candini. "Mulutmu tak pernah dididik rupanya bocah!" 

"Sebaiknya kembalilah tidur Sancaka, sangat sulit memang menerima kenyataan." jengek Candini. 

Raungan murka terdengar di penjuru istana Jalmo Mati. Menggetarkan siapa yang mendengarnya. 

Sancaka bangkit sambil kakinya memukul lantai hingga hancur berkeping-keping. 

"Bocah tengik lekas menyingkir jika tidak ingin jadi arang!" geram ular Naga itu sambil menengadahkan kepalanya ke langit. Mulutnya berkilauan seperti ada kunang-kunang berkumpul. 

Larantuka segera menggandeng Candini untuk segera menyingkir sebelum terlambat. Kakinya menjejak keras ke lantai membuat keduanya terbang melayang menuju atas pintu gerbang. 

"Aji Neroko Geni Lebur Sukmo!"

Teriakan Sancaka diiringi semburan api berkobar dari mulutnya. 

Api itu merah membara menghanguskan semua yang ada dihadapan Naga itu. Lautan api segera tercipta membakar memanggang dan melelehkan semua makhluk iblis kiriman Nyi Ratu Gondo Mayit. Jeritan mengerikan kembali terdengar.

Iblis Jerangkong tidak dapat bangkit lagi karena lantai telah berubah menjadi lautan lahar api, tubuh mereka terbakar habis dijilat si jago merah.

Diatas gerbang pintu masuk Candini terperanjat melihat kesaktian Naga Sancaka, hawa panas menjilat muka pendekar itu sampai keringatnya jatuh bercucuran, hanya dengan sekali serang ribuan demit itu menjadi terkapar tidak berdaya. Apabila Larantuka benar-benar mengeluarkan segala yang dimiliki tentulah pertempuran di Padang Segoro Mayit dapat dimenangkan pendekar tampan itu.

 "Jahanam! Kami bangsa Demit tidak pernah bersinggungan dengan Bangsa Naga! Lekas kau angkat kaki dari alamku ini tamu tak diundang!" bentak suara Nyi Gondo Mayit tanpa wujud.

Sancaka menyeringai, "Aku mau beristirahat disini sesuka hatiku, kau mau apa siluman?" sahut Naga itu beringsut kembali melingkar, masih dikelilingi api yang berkobar-kobar. Bagi Sancaka hawa angin malam terasa lebih hangat dan nyaman.

"Baik, diamlah disitu jangan campuri urusanku lagi dengan kedua manusia ini!" ketus Nyi Gondo Mayit dari kejauhan.

Sancaka kembali mendengkur keras.

Candini hendak membuka suara namun tangan Larantuka mencekalnya, tidak ada waktu lagi untuk berdebat, dengan sekali hentak kedua pendekar itu melesat ke dalam istana Jalmo Mati yang menjulang tinggi.

Didalam Istana terhampar pemandangan yang membuat napas Candini tertahan. Ribuan lilin bercahaya berpendar melayang-layang di langit istana yang teramat luas. Kolom-kolom dinding, pilar dihiasi ukiran aneh berbentuk tulang belulang manusia berwarna perak, tembaga dan kekuningan. Seluruh ruangan terlihat menakjubkan sekaligus mengerikan disaat yang bersamaan.

Terdengar riuh rendah suara gamelan khas yang menghanyutkan jiwa. Tapi kali ini Candini sudah bersiap dan sangat terlatih menghadapi rayuan sihir dari Nyi Gondo Mayit.

"Dengar aku Candini, kali ini aku butuh bantuanmu." ujar lelaki itu dengan mimik serius.

Candini mengangguk mendengar permintaan Larantuka, sebagai balas budi karena berkali-kali telah menyelamatkan nyawanya, ia siap bahkan untuk masuk ke dalam sumur gelap sekalipun. 

"Aku ingin kau menyusup memutari istana ini melewati jalur belakang. Sementara aku akan mengalihkan perhatian Nyi Gondo Mayit dari jalan depan. Mata batinku mendeteksi bahwa dia menyembunyikan Murni di suatu tempat yang terpisah."

"Murni? gadis cilik Desa Bakor itu?" bisik Candini sambil mengernyitkan alis.

Larantuka mengangguk, kini hati Candini dihinggapi rasa penasaran, ternyata jauh-jauh mengejar Ratu iblis sampai kesarangnya ada tujuan lain yaitu menyelamatkan nyawa seorang gadis desa. Apa hubungan sejatinya Larantuka dengan gadis ini?

Tapi tugas kali ini harus segera diselesaikan, dari raut muka Larantuka ia tahu waktu mereka tidak banyak. Dengan keahliannya sebagai telik sandi ia mampu menyusup jauh di belakang garis pertahanan musuh. Ajian Bayang Hitam yang dikuasai membuatnya mampu melangkah tanpa suara, tanpa hembusan angin yang bisa mengelabui panca indera musuh.
Larantuka kemudian maju melangkah kedepan lorong utama tanpa rasa takut, walaupun harus menyeret sebelah kakinya yang kaku. Melangkah maju matanya terpejam sesaat untuk menyatukan jiwa dan raga dengan prana yang berpendar dalam titik pusar. 

Bayangan Murni yang meminta pertolongan kepadanya, menjerit dan meronta dalam pelukan siluman wanita melintas dalam pikiran Larantuka, berganti dengan sesosok wanita berambut panjang ikal sepinggang, alisnya sehitam arang, bibirnya merah seperti delima, wajahnya menyiratkan usia yang matang, kecantikan sejati terpancar dari senyumnya yang bijak. Mendadak dalam pikirannya kedua wanita itu terseret ke dalam pusaran arus lubang hitam yang besar, dimana sesosok iblis serba hijau mengunyah merobek jasad kedua manusia itu, mencabiknya tanpa rasa ampun!

Kemarahan Larantuka meledak, matanya terpentang merah akibat rasa dendam masa lalu yang masih panas membara, membuatnya menyalurkan seluruh dendam yang ia miliki ke dalam sebuah serangan mahadahsyat. Angin tajam bergemuruh berputar putar di sekujur tubuh pendekar berjubah hitam itu.

Teriakan Larantuka bergelora saat sebuah tapak diacungkan ke lorong utama istana Jalmo Mati.

Dhuarrrr...

Ledakan hebat membuat istana raksasa itu berguncang hebat, diantara kepulan debu dan asap, Candini mengetahui inilah waktu yang tepat untuk menghilangkan keberadaaanya. Ia segera menyelinap diantara pilar-pilar tinggi nan kokoh. Ajian Bayang Hitam berpadu tepat dengan bayang-bayang hitam akibat lilin yang padam tertiup angin kencang. badannya segera menghilang diantara bayangan.

Sementara Larantuka tak berhenti dengan hanya satu serangan itu, ia terus berjalan maju merangsek inti dari istana Jalmo Mati. Rasa dendamnya menjadi kayu bakar untuk serangan mematikan selanjutnya. Dentuman demi dentuman bergetar kencang, menyiutkan nyali siapapun lawannya.

Jawaban nyata dari ajakan perang manusia disambut paripurna oleh Nyi Ratu Gondo Mayit.

Dari Singgasana Ratu Iblis ia telah melihat cahaya diujung lorong yang semakin terbuka lebar di gempur Larantuka. Bibirnya tersungging senyum memperlihatkan taring panjang. Di dahinya membuka sebuah mata iblis yang merah melotot.

Pertarungan dahsyat tak terelakkan, Nyi Gondo mayit melesat menyerang dengan sepenuh tenaga, tangannya terpancang lebar bergerak secepat kilat hendak meraup isi kepala Larantuka.

***

Diluar Istana, Sancaka yang asyik tertidur mendadak menegakkan kepalanya.

Kediaman Jalmo Mati bergetar hebat seperti mau runtuh. Namun bukan itu yang menyebabkan naga itu terjaga. Rasa mencekam menyelimuti hatinya.

"Perasaanku tidak enak, Larantuka bisa bertindak diluar batas" desisnya parau.

BERSAMBUNG
close