Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

SUMUR PATI (Part 20) - Pertarungan Di Alam Gaib


JEJAKMISTERI - Jantung Ramadhan berdetak dua kali lebih cepat, seiring dengan kedua kakinya yang melangkah gemetar mengikuti langkah sang Uwak yang berjalan di depannya.

Ini bukan pertamakalinya ia diajak oleh sang Uwak untuk berkelana ke alam lelembut. Namun kali ini sensasinya terasa berbeda. Kalau sebelumnya ia ikut sang Uwak ke alam ini hanya untuk sekedar latihan dan sama sekali tak pernah bersinggungan dengan para penghuni alam ini, namun kali ini tujuan mereka justru hendak mengusik makhluk makhluk yang bersemayam di tempat ini. Bukan tak mungkin kalau perang besar akan terjadi. Mereka hanya berdua, dan Ramadhan belum tau pasti apa dan seberapa banyak makhluk makhluk alam gaib yang akan mereka temui.

"Kamu takut Ramadhan?" bisik Pak Dul Modin, seolah tau apa yang sedang dipikirkan oleh sang keponakan itu.

"Siapapun pasti takut kalau menghadapi situasi yang seperti ini Wak," jawab Ramadhan, juga sambil berbisik.

"Hehehe, Uwak suka dengan kejujuranmu!" Pak Dul Modin terkekeh. "Tapi jangan khawatir, selama masih ada Uwak, kamu akan baik baik saja."

"Seharusnya tadi kita mengajak Mbak Ratih Wak. Jujur, perasaanku benar benar tidak enak. Kita cuma berdua, dan..."

"Kakakmu punya tugas sendiri Rom! Para warga di desa sana sangat membutuhkan Ratih. Lagipula, kita tak cukup punya banyak waktu. Coba kaulihat ke arah sana," Pak Dul Modin menunjuk ke arah cahaya temaram yang berpendar di kejauhan. Seperti nyala api unggun yang dikelilingi oleh puluhan (atau ratusan?) makhluk makhluk aneh berjubah hitam dengan tudung yang menutupi hampir seluruh kepala mereka. Ada tongkat panjang dengan ujung melengkung mirip sabit besar yang tergenggam di tangan makhluk makhluk itu. Samar samar terdengar gumaman gumaman aneh seperti sebuah nyanyian yang keluar dari mulut makhluk makhluk itu.

"Astaga! Sebanyak itu Wak?" Ramadhan bergidik ngeri. Belum pernah ia melihat makhluk gaib sampai sebanyak itu. Dan satu makhluk gaib saja sudah cukup membuat bulu kuduknya merinding, apalagi ini jumlahnya sangat banyak.

"Ya. Dan itu belum semuanya. Sepertinya hanya para pembesar yang ada disini, selebihnya sedang sibuk mengacau di desa." jelas Pak Dul Modin.

"Dhedemit sebanyak itu, apa yang sedang mereka lakukan? Dan dimana Ndaru dan Ratri?"

"Lihat baik baik ke arah batu besar ditengah kerumunan itu! Mereka sedang mengadakan ritual persembahan!"

"Astaga! Itu..." Ramadhan tak melanjutkan ucapannya. Matanya membeliak lebar saat menyaksikan dua tubuh mungil terbaring diam diatas sebuah batu besar berpermukaan rata. Mirip sebuah altar. Sesosok makhluk berjubah hitam menaburkan sesuatu mengelilingi tubuh kedua bocah itu. Sementara sosok lain nampak menyiramkan cairan kental berwarna merah gelap ke sekujur tubuh Ndaru dan Ratri.

"Wak, apakah mereka..."

"Tenang! Uwak yakin Ndaru dan Ratri masih hidup. Cuma mereka tak sadar karena berada dalam pengaruh makhluk makhluk itu."

"Apa yang dilakukan oleh makhluk makhluk itu terhadap Ndaru dan Ratri Wak?"

"Seperti yang Uwak bilang tadi, keduanya akan dijadikan korban persembahan untuk membangkitkan nenek moyang makhluk makhluk itu. Beruntung kita belum terlambat Rom! Sekarang kita bagi tugas Rom. Uwak akan mencoba mengalihkan perhatian makhluk makhluk itu. Sementara mereka Uwak bikin sibuk, gunakan kesempatan itu sebaik mungkin untuk membawa kabur Ndaru dan Ratri."

"Gila! Uwak mau melawan makhluk sebanyak itu sendirian? Tidak Wak! Aku tak akan..."

"Jangan membantah! Waktu kita tidak banyak! Kau lihat makhluk yang membawa sabit raksasa disana itu? Sebentar lagi sabit itu akan mencacah cacah tubuh Ndaru dan Ratri kalau kita tidak segera bertindak!"

"Tapi Wak...."

"Rom! Jangan sepelekan Uwakmu ini! Meski sudah tua, tapi menghadapi makhluk makhluk seperti mereka bukan hal yang sulit buat Uwak! Jadi fokus saja pada tugasmu!"

"Bohong! Uwak berbohong kan? Sejak kapan Uwak bisa berkata sombong dan meremehkan lawan seperti itu? Uwak hanya..."

"Rom! Dengar baik baik! Ada banyak nyawa yang terancam malam ini. Ada banyak nyawa yang harus kita selamatkan. Dan akan banyak nyawa yang hilang sia sia kalau sampai kita terlambat. Jadi, cepat, lakukan tugasmu! Ingat! Begitu kau berhasil mendapatkan Ndaru dan Ratri, cepat bawa keluar dari alam ini, jangan cemaskan Uwak! Uwakmu ini bukan anak kecil yang patut untuk kau cemaskan!"

"Wak..."

"Hiaaatttt...!!!"

Tanpa menggubris protes dari Ramadhan, Pak Dul Modin segera berteriak dan melompat ke arah kerumunan makhluk makhluk berjubah hitam itu. Dengan gesitnya orang tua itu berloncatan kesana kemari, mengobrak abrik kerumunan yang mengitari batu besar tempat persembahan itu. Beberapa makhluk berjubah hitam bahkan langsung terkapar dan hancur lebur menjadi debu saat terkena serangan Pak Dul Modin.

"Waakkkk...!!! As*! Wong tuwek ra nggenah! sama saja setor nyawa kalau begini caranya!" Ramadhan mengumpat sejadi jadinya melihat kenekatan sang Uwak itu. Terbersit niat di hatinya untuk membantu sang Uwak. Tapi ia sadar, bantuannya tak akan banyak merubah keadaan. Makhluk makhluk itu terlalu banyak. Dan benar apa yang tadi dikatakan oleh sang Uwak. Kalau sampai mereka gagal mendapatkan kembali Ndaru dan Ratri, maka tidak saja nyawa mereka yang akan melayang, tapi juga nyawa semua warga desa akan hilang sia sia.

"Arrggghhh...!!! EDAN!" Kesal karena tak punya pilihan, Ramadhan hanya bisa pasrah, sambil berharap agar sang Uwak mampu meloloskan diri dari keroyokan makhluk makhluk itu dan kembali dengan selamat, anak itu mengendap endap mendekati batu besar tempat persembahan yang masih dijaga oleh salah satu sosok berjubah hitam yang membawa tongkat panjang berujung melengkung mirip sebuah sabit raksasa itu.

Ramadhan masih terus mengendap endap mendekat, sementara suasana di tengah pertarungan semakin seru. Sosok sang Uwak sudah tak terlihat lagi ditengah keroyokan makhluk makhluk berjubah hitam yang menjadi lawannya. Beberapa kali terdengar ledakan ledakan yang disusul dengan jerit kematian. Bau busuk bercampur sangit menguar kemana mana, membuat Ramadhan beberapa kali harus menahan nafas untuk mengusir rasa mual yang menusuk perutnya.

Semakin dekat ke arah batu besar tempat persembahan, jantung Ramadhan semakin berdebar hebat. Sosok berjubah hitam itu seolah tak terpengaruh oleh suasana pertempuran disekitarnya. Ia tetap berdiri mematung menjaga tubuh Ndaru dan Ratri yang masih tergolek diam diatas batu. Hingga saat terdengar suara serak melengking dari arena pertempuran, sosok berjubah hitam itu baru pelan pelan bergerak. Kedua tangannya mengangkat tinggi tinggi tongkat berujung melengkung tajam itu, dan siap menghunjamkannya ke tubuh kedua bocah yang tergolek tak berdaya itu.

Bias sinar rembulan memantul pada bilah sabit raksasa itu, berkilat kilat seolah hendak menunjukkan betapa tajamnya senjata pembunuh yang dipegang oleh makhluk itu. Dan sekejap kemudian, diiringi dengan suara gumaman gumaman aneh yang keluar dari mulut makhluk berjubah hitam itu, bilah sabit itupun berayun mengarah tepat ke leher Ndaru dan Ratri.

"Buwadj*ng*n!!!" Ramadhan yang sadar bahwa sudah waktunya ia bertindak, segera berteriak lantang sambil melompat dan menerjang ke arah sosok berjubah hitam itu dari arah samping, membuat sosok itu terjungkal ke arah kiri.

"Grrrrrrrhhhh...!!!" makhluk itu menggeram marah sambil melompat berdiri. Ramadhan tak mau membuang buang waktu. Ia sadar makhluk itu bukan lawan yang sepadan dengannya. Kalau ia nekat melawan, sudah dipastikan kalau ia akan kalah. Maka tanpa pikir panjang lagi, Ramadhan kembali menerjang makhluk itu sebelum berbalik menyerangnya.

"Grrrroooaakkkk...!!!" makhluk itu kembali menggeram marah. Tapi Ramadhan tak peduli. Secepat kilat ia melompat keatas batu besar tempat persembahan, menyambar tubuh Ndaru dan Ratri, lalu melesat ke arah darimana mereka tadi datang.

"Waaaakkkk....!!! Berhasil...!!!! Cepat tinggalkan tempat ini!" teriakan Ramadhan menggema, membuat makhluk makhluk yang tengah sibuk mengeroyok Pak Dul Modin itu menoleh ke arahnya.

"Bodoh! Kenapa malah teriak teriak begitu! Itu sama saja kau mengundang makhluk makhluk ini untuk mengejarmu!" gerutu Pak Dul Modin kesal, saat melihat makhluk makhluk yang semula mengeroyoknya itu kini mengabaikannya dan berbalik untuk mengejar Ramadhan.

"Sial! Tak ada pilihan lain!" dengus Pak Dul Modin lagi. "Hei! Makhluk makhluk jelek! Mau kemana kalian? Permainan kita belum selesai!" Pak Dul Modin melipat kedua tangannya di depan dada dengan mulut terpejam dan mulut berkomat kamit. Samar cahaya kuning kemerahan berpendar dari kedua telapak tangannya. Cahaya itu lalu menyebar menyelimuti sekujur tubuh laki laki tua itu.

Samar nampak bibir laki laki tua itu tersenyum. Ia tak yakin bisa selamat. Tapi Ramadhan harus berhasil membawa keluar Ndaru dan Ratri. Maka, apapun akan ia lakukan untuk mencegah makhluk makhluk itu mengejar Ramadhan. Bahkan meski harus mengorbankan nyawanya yang cuma selembar sekalipun.

"Hiaaaaatttt....!!!!" diiringi teriakan keras, tubuh Pak Dul Modin melesat kedepan. Sangat cepat, hingga yang nampak hanyalah sekelebatan bayangan kuning kemerahan yang menerjang kerumunan makhluk makhluk yang sedang berusaha mengejar Ramadhan itu, lalu....

"BLUUAAAARRRR....!!!"

Ledakan keras terdengar, menimbulkan guncangan dahsyat di seantero tempat itu. Makhluk makhluk yang sedang berusaha mengejar Ramadhan itupun terpental tercerai berai kesegala arah, diiringi dengan jerit kematian mereka yang menggema kesegala penjuru. Ramadhan sendiri tak luput dari efek serangan Pak Dul Modin itu. Tubuhnya terpental jauh. Sedang Pak Dul Modin sendiri, entah bagaimana nasib laki laki tua itu.

BERSAMBUNG

*****
Selanjutnya

*****
Sebelumnya
close