Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

LARANTUKA PENDEKAR CACAT PEMBASMI IBLIS (Part 21) - Karma Berdarah


Angin berhembus sepoi, dengungan lebah bersahutan diantara bunga kertas warna-warni. Sinar matahari sore lembut menerpa pinggiran hutan kaki gunung Lawu. 

Di teras sebuah rumah panggung yang luas nampak sepasang kekasih duduk berbaring diatas dipan bambu. 

Sang lelaki tengah duduk berselonjor sementara yang wanita tengah membaringkan kepala di paha suaminya, tangannya mengelus perut yang terlihat sedikit membesar. Sang lelaki berwajah tampan dengan kumis tipisnya nampak berusia tiga puluhan, mengenakan baju dan ikat kepala serba putih khas pertapa, begitu juga dengan pakaian sang wanita, rambutnya disanggul rapih dengan hiasan bunga melati segar yang wangi. Wajahnya seperti usia remaja belasan tahun, nampak cantik dan serasi dengan pemuda. Mereka terlihat bahagia, sesekali tertawa melihat banyak pemuda di pekarangan yang asyik membangun pondok-pondok untuk bermukim. 

"Kakang Lindu, sebentar lagi pondok-pondok para murid padepokan ArgoLawu akan berdiri, perguruan ini akan semakin maju dan berkembang, pada akhirnya cita-cita guru mendirikan sebuah desa akan terwujud. Aku bersyukur pada Yang Mahakuasa atas segala rejeki yang diberikan diusiaku yang sudah masuk limapuluh tahun, mendapatkanmu sebagai suamiku, termasuk janin ini. Sungguh benar-benar anugerah Kakang. Aku ingin anak ini dinamai Lembayung, sesuai warna mega di sore hari ini. Bolehkah?"

Pemuda bernama Lindu Pangaji itu mengangguk namun tatapan matanya terlihat kosong. Hal ini membuat wanita dipangkuannya keheranan. Ia bertanya apakah ada yang dipikirkan suami yang sudah tiga tahun ia nikahi itu. 

"Aku sudah dengar Ayahanda Ki Argolawu ingin mendirikan Desa yang akan dinamakan desa Bakor dinda Melati, dengan makin ramainya tempat ini aku takut akan mengundang raja iblis dan pasukan demit untuk meratakan tempat ini, sementara ilmu kesaktianku belum cukup matang melawan mereka."

Wanita itu bangkit dan menggenggam jemari suaminya. "Jangan takut suamiku, kita sudah menguasai ilmu pertapa lihat meski usia kita sudah lebih dari setengah abad namun raga kita tak ikut menua, asalkan tekun berlatih ilmu Putih kesaktian kita akan menyentuh tingkatan abadi."

"Tapi ilmuku masih kalah darimu dinda Melati, kau tahu baru setiap sepuluh purnama ayahmu hanya menurunkan satu jurus Ilmu Putih kepadaku, sampai kapan aku berhasil menguasai kitab itu, aku takut saat kau melahirkan maka kekuatanmu melemah dan aku tidak mampu melindungi anak kita maupun murid-murid padepokan dari serangan demit. Sementara ayahandamu suka pergi bertapa mengasingkan diri, kemana kita bisa mencari pertolongan?"

Ni Melati menangkap kegelisahan suaminya itu, "Lalu bagaimana Kangmas adakah sesuatu ide?" 

"Aku tak bisa menunggu ki Argolawu selesai bertapa lebih lama lagi, aku ingin mempelajari langsung semua kitab sakti milik Ayahmu dinda. Bisakah kau mengambil kitab itu aku ingin meminjamnya sebentar"

"Tidak bisa Kakang, ayahanda pasti murka, bisa-bisa ilmu kesaktian kita akan dimusnahkan dan kita akan diusir" tolak Ni Melati mentah-mentah. 

"Niat kita baik dinda, aku rasa ada juga sebuah kitab bersampul hitam bertulis Sangang Urip yang disimpan ayahmu, jika aku berhasil melatih ilmu itu maka Ayahanda pasti mau tidak mau akan merelakanku berlatih lebih cepat."

Raut muka Ni Melati pucat pasi, itu adalah ilmu tingkat tinggi yang terlarang untuk dipelajari oleh leluhurnya. Ia takut akan terkena bala kutuk pada sang suami. 

"Ja-jangan Kakang, malapetaka akan terjadi padamu bila kau melatihnya. Aku mohon." pinta wanita itu dengan air mata bercucuran. 

Lindu Pangaji menghela napas panjang. "Baiklah bila kau tak bersedia aku tak akan memaksamu lebih jauh. Aku ingin pergi sementara waktu ke gunung Lawu untuk mencari orang sakti lain yang bisa mengajariku lebih cepat Dinda."

Mata Ni Melati membulat, "Jangan, jangan tinggalkan aku dan bayi kita sendirian Kanda, Aku mohon!"

"Tekadku sudah bulat Dinda, aku tak akan lama, aku berjanji"

Ni Melati berteriak seperti orang gila, "Jika pendekar sudah turun gunung tidak akan ada jaminan kembali dalam keadaan utuh, tidak-aku tidak mau berpisah darimu Kakang! Bayi ini membutuhkan seorang ayah, Kita ambil kitab itu dan pergi dari tempat ini bersama-sama!"

***

Napas dingin terasa di tengkuk Jagadnata, desisan suara terdengar sinis dari Sasrobahu. Sejenak napas beku itu terasa seperti kematian tengah memeluk dirinya, gambaran kematian mulai terbayang di ambang mata Jagadnata.

"Kali ini kau mempercayai orang yang salah Panglima, sayang sekali tugasmu berakhir disini hehehe" sahut Sasrobahu sambil terkekeh. 

Jagadnata melayangkan semua sumpah serapahnya namun hal itu tak membantu  membebaskan diri dari kuncian Sasrobahu. Selain Sasrobahu berilmu tinggi, Luka diperut menyayat terlalu parah. Dia hanya bisa pasrah diseret oleh Kepala Desa Bakor itu ke lantai. 

"Paman!"

Kedua pendekar wanita menjerit penuh khawatir tapi badan mereka lemas layu tidak mau bergerak dari posisi bersila. Sekujur tubuh tiba-tiba terasa lumpuh tak bisa bergerak. Candini mulai panik. 

"Mbakyu kenapa ini?"

"Celaka, Kita ditotok Dinda, sehingga badan kaku tak bisa bergerak" sahut Candika dengan raut pucat pasi. 

Mereka keheranan karena bisa ditotok tanpak  disadari, pasti orang tersebut sangat sakti jika tidak sangat licik karena diam-diam membokong dari belakang. 

"Pasti bajingan Sasrobahu itu yang menotok kita diam-diam saat mendarat tadi. Kita telah lengah" keluh Candini. 

Tawa Sasrobahu membahana seisi ruangan dan baru berhenti saat Murni masuk ke tengah ruangan dengan berteriak marah. 

Netra Nyi Ratu gondo Mayit membulat melihat Murni bisa lepas dari penjagaan Nagindi, tetapi ia hanya melipat tangan di dada tidak mengambil tindakan, Ia menunggu apa yang akan dilakukan Murni selanjutnya.

"Kau memang orang jahat Kakang! Lepaskan panglima itu!" perintah Murni.

Kepala desa itu terkejut melihat Murni masih hidup, ia mengira bahwa gadis itu sudah tewas di Lapangan rumput getah-getih, menjadi santapan ilmu hitam kanjeng Ratu Gondo Mayit, tiba-tiba saja bisa muncul di sarang siluman, sungguh tidak masuk akal sama sekali. Kecuali Nyi Ratu Gondo Mayit sendiri yang membawanya. 

"Kamu...  Masih hidup Murni? Aku kesana kemari mencarimu!" tanya Sasrobahu dengan muka terkejut.

Gadis itu mendengus muak, sudah cukup sandiwara yang Sasrobahu tontonkan dihadapannya.

"Kamu orang jahat Sasrobahu, kamulah yang merencanakan semua ini! Tidak usah berpura-pura lagi menjadi orang suci." sahut Murni menatap tajam ke Sasrobahu.

"Aku sudah mengetahui siapa kamu sebenarnya, kamu bukan seorang manusia tetapi pertapa yang sudah sesat jalan! Kamu tega mengorbankan semua pasukan Kalingga untuk bekerjasama dengan iblis."

Lelaki itu meringis, "Apa maksudmu Murni? Jangan mengada-ada. Aku menghentikan niat Jagadnata karena tahu kami tidak mungkin menang melawan Kanjeng Ratu, ini semua demi rakyat Hutan Tumpasan agar mendapat ampunan atas pemberontakan ini" kilah Sasrobahu.

Murni tersenyum sinis, "Aku tak akan terjebak atas kebohonganmu! Jika aku yang dulu masih polos mungkin akan percaya ucapanmu barusan, tetapi aku sudah mendengar semua asal-usulmu dari Nyi Darsini alias Ni Melati wahai Sasrobahu alias Raden Lindu Pangaji"

Air Muka Sasrobahu membesi, "Dari mana kau tahu?"

Murni tersenyum mengejek, "Nyi Darsini atau semasa mudanya bernama Ni Melati telah menceritakan kepadaku sebelum ajalnya tiba, adalah istrimu sendiri apa kau masih menyangkal? Ni Melati lumpuh total karena perbuatanmu Sasrobahu, diam-diam kau sengaja meracuninya sedikit demi sedikit setelah melahirkan, lalu melatih putrimu sendiri, Lembayung dengan ilmu Sangang Urip yang telah kau curi dari Eyang ArgoLawu. Dengan iming-iming untuk menyembuhkan ibunya yang sakit lumpuh, sakit yang dibuat-buat olehmu"

Semua tatap mata segera beralih menusuk ke arah Sasrobahu. 

"Tidak-tidak Mungkin! Nyi Darsini telah lumpuh, tuli dan buta, tidak mungkin bisa bercerita kepadamu, hanya ilmu sejati tingkat tinggi yang murni bisa membantunya sembuh" bentak Sasrobahu sambil melirik Nyi Gondo Mayit.

Ratu Siluman itu menyeringai, "Benar, aku sudah berusaha melatih ilmu sejati Sangang Urip hingga tingkat tinggi yang jarang dicapai orang, namun masih belum bisa mengusir hawa racun dalam diri Ni Melati, badannya malah semakin tidak berdaya dan lumpuh. Lindu mengatakan ilmuku kurang tinggi sehingga membutuhkan ribuan tumbal agar bisa naik tingkat"

Candika dan Candini yang ikut mendengar terkejut, ternyata asal-usul dari Nyi Ratu Gondo Mayit mulai terkuak. Dia adalah putri keturunan pertapa terkenal, kini bisa berubah sedemikian rupa menjadi Ratu Demit,  benar-benar diluar dugaan.

"Itu karena Ni Melati berlatih ilmu Aliran Putih yang Murni, semakin Nyi Ratu membantu menyembuhkannya dengan prana hitam malah semakin memperburuk keadaan. Ditambah lagi hawa murni pertapa Ni Melati disedot diam-diam oleh suaminya sendiri, Lindu Pangaji untuk mendapatkan umur panjang!" tukas Murni.

Nyi Ratu membelalak marah, ia menatap Sasrobahu alias Lindu Pangaji dengan tajam. "Rupanya kau bermain gila dibelakangku, tidak hanya membohongiku, tapi diam-diam menyedot hawa murni Ni Melati."

"Jangan ngawur Lembayung! ibumu tak akan mampu berbicara apapun, apalagi kondisinya sudah tak waras! Bisa apa gadis cilik tanpa ilmu kepandaian ini" ujar Sasrobahu dengan nada berubah, ia tak menutupi lagi sejatinya dia dan Lindu Pangaji adalah orang yang sama.

"Ceritakan semua yang kau ketahui Murni" perintah nyi Ratu dengan nada dingin. Namun Matanya tak lepas mengawasi gerak-gerik Sasrobahu.

Murni langsung menuturkan kejadian rahasia yang ia alami di pondok tengah hutan sewaktu Sasrobahu bertarung dengan siluman iblis Gagak Rimang, dalam kamar Ni Melati tiba-tiba berontak dan mencekik Murni dengan kuat, saat Murni terdesak berusaha melepas cekalan itu secara tidak sengaja ada tenaga murni yang berasal dari pemberian Larantuka untuk menyelamatkannya disaat genting. Tenaga Murni itu masuk dan melepas simpul-simpul prana Sangang Urip yang merusak tubuh Ni Melati. Dengan segenap kekuatan terakhir yang dimiliki Ni Melati, ia berusaha menekan prana jahat dalam tubuh agar pikirannya tetap sadar dan memuntahkan semua rahasia kelam Lindu Pangaji, walaupun harus menukar kebenaran itu dengan selembar nyawanya. 

Kedatangan Lindu Pangaji ke padepokan Argolawu adalah cikal bakal dimulainya bencana, diam-diam Lindu Pangaji tidak puas akan ilmu yang diajarkan Ki ArgoLawu, karena ilmunya tidak mampu berkembang lebih baik dari Ni Melati. Ia ingin lebih sakti dari istrinya bahkan gurunya. Lalu ia membujuk istrinya Ni Melati yang tengah dimabuk cinta untuk mencuri semua kitab kesaktian milik ayahnya Ki Argo Lawu termasuk Kitab Iblis Sangang Urip yang tidak pernah diajarkan ke siapapun. Dengan berat hati Ni Melati menyetujuinya, setelah kitab itu dicuri mereka kabur melarikan diri ke puncak Gunung Lawu.

Setelah berhasil menguasai kitab Ilmu Putih, Lindu Pangaji bergebrak kembali dengan gurunya dan berhasil melukai Ki Argo Lawu sampai terdorong masuk ke dalam jurang Gunung Lawu. Tanpa sepengetahuan Lindu Pangaji, Ki Argo Lawu masih hidup karena tersangkut di dahan cemara yang tumbuh di bibir jurang dan mengasingkan diri di lorong Goa Pelangi sampai menemui ajalnya. Ratusan tahun kemudian Murni menemukan tempat pengasingan itu secara tak sengaja. Semua teka-teki telah lengkap dibongkar Murni.

Sayangnya Lindu Pangaji sendiri tidak dapat melatih ilmu Sangan Urip karena hawa iblis berbentrokan dengan tenaga murni ilmu aliran lurus yang ia pelajari sebelumnya. Oleh karena itu ia menyiapkan putrinya Lembayung untuk mewarisi ilmu Sangang Urip dengan dalih ilmu itu bisa mengobati ibunya yang lumpuh.

Murni menebak rencana licik Lindu Pangaji, apabila nanti dirasa ilmu hitam itu ternyata mengungguli ilmu Kitab Ilmu Putih maka Lindu Pangaji bersiap untuk membuang ilmunya dan menyedot habis kekuatan Sangang Urip dari raga putrinya sendiri.

"Selama ratusan tahun berlalu kau tega menyedot hawa kehidupan dari istrimu sendiri sampai kurus kering, lalu karena tidak sabar akan kemajuan ilmu putrimu yang mandek dengan ritual Tumbal Kembar maka kau beralih mempersiapkan Tumbal Sewu, yaitu mengorbankan nyawa ribuan orang tak bersalah. Namun kau tidak ingin mengorbankan penduduk Desa Bakor yang sudah lama menjadi sapi perahan, kau inginkan lebih banyak nyawa orang sakti ditumbalkan. Maka kau datang tiba-tiba dengan menyamar ke Desa Bakor, membuat jasa agar dijadikan kepala desa dan kau pancing pasukan Kalingga untuk datang ke Desa Bakor untuk dijadikan tumbal. Sebaiknya kau mengaku saja Lindu Pangaji" ujar Murni dengan nada penuh kebencian. 

"Jika dipikir benar sekali kata gadis itu Mbakyu, sekian abad berlalu tidak mungkin tiba-tiba saja ada kabar berita bisa lolos dari hutan ini" tukas Candini. Kakaknya mengangguk, kabar permintaan bantuan itu lebih mirip jebakan yang sudah disiapkan oleh penguasa Hutan Tumpasan.

Suara tawa kembali terdengar membahana dari Nyi Ratu Gondo mayit, ia mengibas selendang merah di pinggangnya dan berkacak pinggang, "Anak ini sungguh teramat cerdas membongkar rencanamu Lindu Pangaji. Ucapannya tepat seperti akal busukmu tempo hari."

Murni menatap Kanjeng Ratu dengan mata memelas, "Sahabatku Ni Ayu Sukma Abang atau Lembayung kau harus menghukum orang ini, walaupun dia ayahmu tapi dia sudah membohongimu dan secara tidak langsung telah mengorbankan ibumu Ni Melati"

Lindu Pangaji mendengus geram, rupanya Murni hendak mengadunya dengan putri yang telah ia besarkan dan ia latih sendiri, ia benar-benar marah karena rencana untuk menguasai Gondo Mayit dibeberkan dengan gamblang oleh Murni. "Jangan dengar dia Lembayung!"

Nyi Ratu mendengus kasar, menampilkan gigi taringnya. "Aku bukanlah Lembayung atau Ni Ayu Sukma Abang lagi, aku adalah Nyi Ratu Gondo Mayit yang tak lagi punya bapak maupun ibu, Aku bertindak atas kemauanku sendiri!" kali ini suara Nyi Ratu berubah berat dan menyeramkan.

Suara Nyi Ratu menggelegar penuh prana, mengeluarkan angin dahsyat yang membawa debu dan pasir berterbangan. 

"Bangsat, kamu mau melawan aku juga Lembayung? Tidak ingat perjanjian kita untuk memanfaatkan pasukan Kalingga demi kesaktianmu? Jika kau mundur maka jerih payah kita selama ini akan sia-sia!" bentak Lindu Pangaji. 

Wajah Jagadnata merah padam, rupanya selama ini ia dan anak buahnya dijadikan daging korban oleh manusia berhati busuk. Teringat jasa Menggala, adipatinya yang sudah berkorban nyawa demi Kalingga. Ia tak tahan lagi, dendam kesumat itu meledak dalam dada Jagadnata diiringi teriakan kencang.

Perubahan ini tidak disangka-sangka oleh Lindu Pangaji sewaktu ia fokus kepada Nyi Gondo Mayit, Tangan Jagadnata menarik sebuah benda runcing dari balik jubah bernoda darah lalu menghujamkannya ke sebelah kiri perut sampai menembus tubuh musuh dibelakang.

Cressss...

Sesuatu terasa dingin menyentuh kulit Lindu Pangaji. 

"Kau kira senjatamu bisa menembus badan pertapaku Jagadnata?" tukas Lindu Pangaji menyadari Jagadnata telah mencabut senjata rahasia.

Panglima Kalingga itu tersenyum, ia mengorek benda yang ternyata berbentuk keris itu ke kiri dan kekanan, ia sudah bersiap mati bersama musuh. Sedangkan Wajah Lindu Pangaji berubah menjadi pucat sesuatu yang tajam ternyata berhasil menembus tenaga pelindungnya dengan mudah, cekalannya pada Jagadnata terlepas sambil tehuyung huyung mundur.

Benda itu tepat menghunus titik pusat saraf yang fatal, ia tidak menyangka sama sekali Jagadnata menyimpan dua pedang pusaka sekaligus!

"Setan alas!... darimana benda ini" teriaknya sambil membelalak melihat keris berpamor petir dan bercahaya kebiruan menusuk dalam, ujung ususnya mulai terlihat keluar.

Jagadnata melangkah mundur sambil memegangi perutnya yang juga terluka namun tak separah Lindu Pangaji, ia berusaha sebisanya menghentikan pendarahan. Senyum puas terkembang dari mulutnya karena berhasil melukai dalang sejati penyebab hancurnya pasukan Kalingga.

"Itu adalah Keris Kyai Guntur warisan dari keluarga kami, kau tidak menyadari bukan? Karena auranya tersamarkan oleh Pedang Suci Sinar Matahari. Kau kira hanya ada satu pedang pusaka yang kubawa, kheheheh. Sudah kusiapkan untuk pengkhianat busuk sepertimu!" ejek Jagadnata dengan napas terengah. 

Terburu-buru dan sempoyongan Lindu Pangaji duduk bersila, ia berusaha menarik keris itu, namun saat satu luk berhasil keluar terasa sangat menyakitkan! Ia bagai dikuliti hidup-hidup, tak tahan lagi Lindu menjerit bagai orang kesurupan. Akhirnya ia tidak jadi menarik keris berluk tujuh itu karena menguras tenaga, ia pusatkan kekuatan untuk menghentikan pendarahan di sekitar lubang tusukan, namun tiba-tiba ia kembali muntah darah.

Tidak seperti luka Jagadnata yang berada di perut, titik saraf adalah tempat pusat semua kekuatan ilmu yang ia miliki, semakin ia berusaha mengeluarkan tenaga murni semakin banyak darah terpancar keluar. Nasibnya seperti buah simalakama.

Pendekar kembar wanita menjerit ngeri melihat darah Lindu yang mengalir deras, begitu pula energi murni pertapa yang dimiliki bersama darah tersebut. Wajah pendekar itu perlahan berubah semakin tua dan mengerikan. 

Rambut hitam sebahunya langsung memutih dan rontok jatuh ke tanah, sementara tangannya menjadi kurus kering bagai tulang dibungkus kulit.  Sungguh mengenaskan. 

Lelaki itu jatuh terlentang meregang nyawa. "Lembayung, lembayung tolong aku! Berikan kekuatanmu, selamatkan aku!" teriak Lindu Pangaji dengan lemah. 

Nyi Ratu Gondo Mayit terbang rendah menghampiri ayahnya yang sekarat. "Rohmu sudah mampus Lindu, kecuali kau menjadi bangsa siluman seperti kami, saat kuhisap darah lehermu kau bisa hidup abadi. Menjadi siluman Sampir penghisap darah hihihi" sahutnya sambil berbisik di telinga kakek tua itu. 

Kakek tua itu mengangguk lemah, "lekas... Gigit leherku Lembayung ambil darahku, jadikan aku siluman..."

Nyi Ratu Gondo Mayit menyeringai sinis, "Kau ingin hidup? Aku malah ingin kau mampus!"  tegasnya dengan mata melotot. 

Tanpa ampun Ratu siluman itu mencengkram tengkorak kepala Lindu Pangaji, dengan ilmu Sedot Sungsum ia hisap energi kehidupan dari orang tuanya sendiri sampai habis. 

Teriakan menyayat hati lirih terdengar, sampai Murni menutup mata dan telinga karena tak tahan menyaksikan kekejaman di depan matanya. 

Puas dengan balas dendamnya Nyi Ratu menginjak kepala kakek yang sudah berbentuk tengkorak kering itu sampai pecah. Tawanya terdengar seram menggidikkan. 

Nasib Lindu Pangaji berakhir sungguh tragis ditangan iblis yang ia ciptakan sendiri. 

BERSAMBUNG
close