Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

PUSAKA KERAMAT LELUHUR

".....Aku adalah titipan leluhurmu, jagalah dan rawatlah benda ini. Karena jika sampai benda ini berada ditangan yang salah, maka hanya kematian yang akan mengikutinya"


Apakah kalian pernah diminta mewarisi dan merawat benda keluarga? tapi bagaimana jika benda itu malah menjadi awal mula sebuah malapetaka!

Cerita ini berdasarkan kisah nyata dari narasumber yang terjadi di awal tahun 2000-an.

Cerita dimulai sejak tahun 1990, sesosok seorang yang usianya sudah lumayan sepuh sekiranya 68 Tahun yaitu pak jaeni menemukan sebuah peti hitam yang tiba-tiba muncul tepat disamping rumahnya,-

benda tersebut munculnya layaknya keluar dari dalam tanah yang bertepatan didepan pintu sebelah samping rumahnya.

Waktu itu pak jaeni ditengah malam mendengar suara, seperti ada ledakan keras disamping rumahnya. Menurutnya kira-kira jam 01:30 WIB.

Namun, oleh pak jaeni membiarkan saja suara tersebut, kebetulan pak jaeni masih belum tidur pada saat itu.

Namun istri pak jaeni yaitu bu keripah, anak dan cucunya sudah tertidur pulas, pak jaeni ini mempunyai tiga anak, dua laki-laki dan satu perempuan, dan semua anaknya itu sudah berumah tangga.

Kebetulan yang masih tinggal bersama dengan pak jaeni yang berjenis kelamin wanita, anak pak jaeni yang bernama bulek indah, dan bulek indah mempunyai anak berusia 5 Tahun bernama trio.

Namun, suami dari bulek indah ini masih merantau di Jakarta kala itu, jadi bulek indah dititipkan di tempat pak jaeni dan bu keripah, niatnya biar ada yang menemani dan dekat orang tuanya.

Oh iya, dari kedua anak pak jaeni yang laki-laki itu salah satunya bapak saya yang bernama parto, dan laki-laki satunya kakak bapak saya, atau bisa dibilang ya pakde saya, bernama pakde yanto. Jadi, disini pak jaeni itu merupakan simbah saya, alias bapak dari bapak saya.

Kala itu, simbah saya pak jaeni setelah mendengar suara tersebut enggan mencari tahu dari mana asal suara itu muncul, dan apakah ada benda yang jatuh? kok sampai menciptakan suara yang lumayan keras.

Suara itu tak di hiraukan dibiarkan saja sama simbah jaeni, tepat simbah mau berangkat ke mushola untuk melakukan sholat berjamaah bareng simbah putri, pas buka pintu samping rumahnya, simbah terkaget, posisi lantainya amburadul,

Tanahnya pada mengelupas terdapat sebuah kotak hitam yang dipenuhi lumpur di atasnya, kala itu kondisi rumah simbah memang masih menggunakan lantai tanah belum yang sudah memakai keramik.

Simbah syock terkaget setelah melihat sebuah kotak hitam tersebut, namun oleh simbah di diamkan saja, simbah jaeni dan simbah putri malah bergegas menuju ke mushola tanpa membuka kotak hitam tersebut.

Dalam perjalanan mbah putri bertanya sama simbah jaeni,
“Mbah itu tadi kotak apa? Kok tidak dibuka dulu, tadi lihat dulu apa isinya?” Tanya mbah putri kepada mbah jaeni.

“Biarin nanti setelah selesai sholat saja, baru kita buka apa isinya, kalau memang kotak tersebut masih ada” Jawab mbah jaeni kepada mbah putri. Akhirnya mereka melanjutkan rencanya untuk berjamaah sholat subuh di mushola tanpa memikirkan kotak hitam tadi.

Selesai sholat subuh mereka bergegas langsung pulang kerumah, sesampainya dirumah ternyata benar kotak hitam itu masih utuh sedia kala, tidak ada yang menggeser sedikitpun, seperti seolah-olah orang lain tidak ada yang melihat benda kotak tersebut.

Pak jaeni selaku simbahku pun langsung membuka perlahan sedikit demi sedikit kotak tersebut. Sontak kaget sambil berucap “Astagfirullah benda pusaka apa ini, dan ini milik siapa?” berucap simbah jaeni sambil dengan rasa was-was terkaget, setelah melihat benda tersebut.

“Ada apa mbah? benda apa mbah yang ada didalamnya? Kok kayaknya menakutkan sekali?” Ucap tanya mbah keripah sambil merasa ketakutan juga setelah melihat reaksi simbah jaeni melihat isi kotak hitam tersebut.

“Kayak tongkat mbah isinya, tapi kelihatanya sudah lama sekali tongkat ini dibuat, namun semua ini punya siapa kok bisa ada disini?” jawab mbah jaeni kepada mbah putri sembari dengan rasa kebingungan dan rasa was-was ketakutan.

Akhirnya kotak hitam tersebut dibawa masuk oleh simbah jaeni, tanpa membukanya kembali, walaupun hanya sekedar untuk mengecheck ada apa lagi, isi didalamnya selain ada tongkat sakral tersebut.

Sebenarnya simbah jaeni itu masih penasaran juga, tetapi simbah jaeni tidak berani membuka lagi kotak hitam tersebut, karena rasa ketakutanya simbah jaeni, sehingga simbah cukup simpan saja kotak hitam itu di atas lemari yang berada dikamar simbah.

Waktu menunjukan menjelang pagi, tepatnya jam 5.30 WIB, tiba-tiba ada suara ketokan dari pintu depan rumah simbah jaeni “Tok…Tok…Tokk.. Assalammualaiku mbah” Bunyi ketokan keras dari luar rumah dan seperti suara wanita berucap salam.

“Waalaikumsalam” jawab mbah jaeni dan mbah keripah berbarengan menjawab salam, karena kebetulan meraka sedang bersama didalam kamar. Segeralah mereka bergegas menuju ruangan depan untuk membuka pintu rumahnya, agar mengetahui siapa yang datang mertamu di pagi hari kala itu.

Ternyata itu pihak sodara dari keluarga ibuku, yaitu bulek yati sengaja datang kerumah simbah jaeni dan simbah keripah untuk memberikan informasi bahwa mereka telah kedatangan cucu yang baru lahir, yaitu tepatnya kala itu saya sendiri yang dimaksud cucu simbah yang baru lahir.

“Maaf mbah ganggu pagi-pagi berkunjung mertamu kerumah simbah? Saya cuman mau memberikan informasi sama simbah bahwa mbak ulfa menantu simbah udah lahiran semalam di bidan nigrum jam 1:30 WIB?” Ucap wanita berumur 34 Tahun, yang berparas terlihat cantik walaupun sudah bersuami.

“Oh gpp terimakasih malah sudah menyempatkan waktu untuk datang kemari memberikan informasi tersebut, iya nanti sehabis ini kita datang kesana, bagaimana kabar keadaan bayi dan ibunya?” Jawab dan bertanya kembali simbah keripah kepada bulek yati.

“Alhamdulillah mbah, semua sehat dan berjalan normal semalam saat proses persalinannya” Jawab bulek yati kepada simbah keripah.

“Ya udah mbah saya pamit pulang dulu, mau ngurusin suami yang mau berangkat kerja?” ucap lagi bulek yati kepada simbah.

“Iya iya terimakasih banyak ya atas informasinya, kita akan siap-siap ini terus kesana” jawab simbah keri kepada bulek yati.

“Assalammualaikum mbah pamit pulang” ucap salam bulek yati sebagai menandakan akan segera bergegas pulang. “Waalaikumsalam” jawab simbah sebagai tanda penutup habisnya percakapan mereka.

Setelah semua selesai bersiap-siap, simbah keripah dan simbah jaeni langsung bergegas ambil sepeda onthelnya, untuk menuju rumah bidan ningrum, dimana rumah bidan ningrum lumayan jauh dari rumah mereka, ada sekiranya 1,5 KM jaraknya.

Sepeda pun sudah dinaiki, mereka berdua dengan mesrahnya berboncengan sambil mengayuh sedikit demi sedikit ayunan sepeda tersebut agar cepat sampai tujuan yaitu rumah bidan ningrum.

Rasa bungah, ceria, senang yang sedang menyelimuti simbah jaeni dan simbah keripah. Sampai lupa mereka akan kejadian tadi pagi, saat menemukan kotak hitam berisi pusaka kramat.

Dan lupa juga, berpamitan dengan anaknya yang bernama bulek indah dan cucunya bernama trio, yang masih tertidur pulas kala itu. saking senangnya simbah dengar kabar mendapatkan cucu baru lagi.

15 Menit pun sudah berlalu, sepada masih di ayunkan oleh simbah dengan gigihnya, karena kala itu jalan masih terbilang rusak, jalannya masih tanah bercampur batuan kecil.

Tidak seperti sekarang yang sudah mulus rata oleh jalanan beraspal, jadi lumayan memakan banyak waktu lama kala itu simbah dalam menempuh jarak yang hanya 1,5 KM.

Kurang lebih 30 menitan simbah didalam perjalanan, hingga akhirnya sampai juga di bidan ningrum, tempat dimana diriku ini dilahirkan kala itu. Simbah pun langsung menaruh sepedanya dan mencari kamar dimana bapak dan ibu saya berada.

Simbah sempat bingung saat sudah memasuki area rumah bidan ningrum, karena disana memang ada tiga ruangan yang biasa sering dipakai untuk persalinan kala itu, dan satu tempat untuk ruangan saat bidan ningrum ini membuka peraktek.

Namun waktu masih pagi praktekpun belum di buka, jadi mbak-mbak yang biasa jaga di tempat pendaftaran belum ada, akhirnya simbah mencari perawat lain yang bertugas berjaga shift malam, yang masih berdinas di tempat bidan ningrum tersebut.

Akhirnya simbah keripah melihat dulu perawat yang baru keluar dari sebuah kamar yang biasa dipakai untuk orang persalinan. Simbah keripah dan simbah jaeni pun langsung mendatangi perawat tersebut dan bertanya.

“Maaf mbak mau bertanya, tempat anak saya melahirkan dimana ya mbak? Tanya mbah keripah kepada perawan tersebut.

“Oh namanya ibu ulfa ya mbah, dan suaminya bernama pak parto” Jawab perawatan tersebut atas pertanyaan yang simbah lontarkan tadi.

“Iya betul mbak kok mbaknya langsung tahu, padahal kita kan belum pernah ketemu dan saya belum mengucapkan namanya siapa?” Ucap simbah keripah kepada perawat tersebut.

“Hehe.. soalnya kebetulan yang melakukan persalinan disini hanya bu ulfa yang ditemani suaminya berserta sodaranya wanita semalam, cuman sudah pulang sodaranya.-

Nah Kalau simbah datangnya hari kemaren, itu ada dua orang yang menginap disini untuk proses persalinan, kebetulan sudah pulang dua hari yang lalu mbah, makanya saya langsung tahu nama anak simbah yang dimaksud” jawab perawat tersebut sambil tersenyum-senyum manis mukanya.

“Oh jadi begitu toh ceritanya, pantesan langsung hafal kamu mbak?” Ucap simbah keripah sambil ketawa dan simbah jaeni pun ikut tertawa.

“Iya mbah, kebetulan ini kamarnya loh mbah. Masuk saja, tadi saya habis mengecek kondisi ibu ulfa dan anaknya bagaimana, kondisinya saat ini” jawab perawat tersebut.

“Ya udah ya mbah saya mau berkemas-kemas menyiapkan barang-barang dulu, karena bentar lagi udah pergantian shift kerja, Monggo simbah masuk saja sudah ditunggu oleh mereka kedatangan simbah” Ucap lagi perawat tersebut sambil berjalan menuju tempat ruangan pendaftaran.

“Iya makasih banyak” Ucap simbah sambil tersenyum.

Segera simbah keripah mengetuk pintu dan berucap salam bareng simbah jaeni “Assalammualaikum”,

“Waalaikumsalam” jawab ibu dan bapakku kala itu sambil berucap "masuk saja pak, bu".

“Kok kamu tidak kasih kabar bapak ibu toh to, kalau istrimu ini semalam dibawa kesini?” ucap simbah jaeni kepada anaknya yaitu bapak saya pak parto.

“Iya pak maaf soalnya semalam itu mendadak, si ulfa kerasa mules jam 23.00 WIB, jadi langsung ku bawa kesini.-

Kasih kabarnya saja, cuman sama keluarga yati, yang kebetulan rumahnya kan cuman berjarak lima rumah dari rumah kami tinggal, sedangkan rumah bapak ibu kan luman jauh”. Ucap bapak saya kepada mbah jaeni selaku bapaknya.

“Hmm jadi begitu, lalu bagaimana semalam proses persalinannnya apakah ada problem atau berjalan mulus lancar saja” Tanya simbah jaeni kepada anaknya pak parto dan istrinya ulfa.

“Alhamdulillah lancar pak, bahkan bisa di bilang cepat prosesnya karena dari pembukaan satu sampai menjelang melahirkan cuman memakan waktu kurang lebih empat jam saja.-

Karena si ulfa kerasa mules-mules sebenarnya dari jam 22:00 WIB, cuman merasa mules yang tidak karuannya jam 23:00 WIB.-

Hingga akhirnya ku putuskan kubawa kesini saja, takut terjadi yang tidak-tidak nantinya” Jawab Bapak saya, kebetulan ibu ulfa selaku ibu saya kala itu masih merasa lemas, jadi masih banyak berdiam jarang berbicara.

“Iya sudah bagus kalau begitu. Bapak, ibu senang mendengarnya kalau proses persalinan berjalanan lancar. Lalu bawa kesini naik apa semalam? Ucapa dan sambil bertanya lagi simbah jaeni kepada bapak parto selaku bapak saya.

“Alhamdulillah semalam pas saya mau ambil sepeda, tiba-tiba pak sugeng lewat depan rumah sambil menaiki montornya. Akhirnya ku berhentikan untuk dimintai tolong pinjam montornya untuk membawa si ulfa kesini pak” Jawab pak parto kepada simbah jaeni.

“Sugeng, sugeng siapa ya to?” tanya simbah jaeni dengan wajah yang kebingungan sambil mengingat nama sugeng.

“Itu loh pak sugeng yang juragan beras, yang tinggal di desa sebelah, yang mempunyai rice mill (tempat proses penggillingan padi menjadi beras)” Jawab pak parto kepada simbah jaeni sambil expresi meyakinkan simbah jaeni.

“Oh iya iya sugeng itu toh, kok bisa kebetulan sekali ya to, sugeng lewat depan rumahmu?” ucap simbah jaeni kepada anaknya pak parto dengan rasa keheranan mendengar semua itu.

“Terus sugengnya pulang jam berapa to semalam itu?” Tanya simbah jaeni lagi kepada anaknya pak parto.

“Langsung pulang pak setelah selesai mengantar kami kesini, padahal saya suruh mampir dulu.

Katanya malah gak usah terimakasih, semoga proses persalinan istrimu cepat dan lancar tanpa ada halangan dan resiko sedikitpun.

Yang saya sempat aneh pak sugeng sempat menebak bahwa anaknya yang akan keluar itu berjenis kelamin laki-laki, itu kata pak sugeng semalam, padahal kan saya sendiri belum tahu jenis kelamin anak ini.

Lantas setelah itu pak sugeng langsung pergi saja, bahkan saya belum sempat memberi uang sebagai tanda terimakasih sudah membawa kami kesini pak” Jawab pak parto dengan wajah keheranan dan wajah yang merasa tidak enak.

“Oh sugeng itu memang tergolong keturunan orang sakti itu, simbahnya dulu seorang tokoh agama yang di tunjuk oleh banyak masyarakat di daerah kawasan sini.-

Selain tokoh agama terkenal di daerah kawasan sini, simbahnya sugeng juga terkenal sakti mandraguna waktu itu. Dan konon kata masyarakat setampat, sugeng sedikitnya mewarisi ilmu simbahnya tersebut” Ucap simbah jaeni sambil menceritakan sekilas tentang background pak sugeng.

“oh pantesan ya pak, pak sugeng semalam bisa menebak dan tebakan pak sugeng itu benar bahwa anaknya yang keluar ini memang berjenis kelamin laki-laki.-

Mungkin pak sugeng sudah melihatnya terlebih dulu melalui kelebihan mata bathin yang dimilikinya” berucap pak parto selaku bapakku dengan wajah keheranan.

Tetapi ada yang lebih membikin saya heran lagi pak, pas anak ini lahir dan saya mau mengumandangkan adzan ditelinganya.

Tetapi adzan belum saya kumandangkan, itu ada suara jelas sekali, serasa suara itu berada disamping saya, mengucapkan kata-kata seperti ini.

“Jaga rawat anakmu ini baik-baik, jangan bikin sedih atau sengsara dia” Suara itu persis suara sesosok simbah-simbah tua dan suaranya jelas, keras sekali tepat berada disebelah kanan saya pak. Tapi saat ku tengok kekanan saya tidak ada orang simbah-simbah dalam kamar ini.

Bahkan kata bu ning, saya sempat terdiam lumayan lama, sambil nengok ke samping kanan. Sampai di panggilin bu ning, “pak…pakk..pakkk parto, katanya mau adzanin anaknya?”

Sontak saya terkaget dan langsung fokus mengumandangkan adzan dengan perasaan yang kebingungan karena mendengar suara aneh tadi. Ucap pak parto ke pada simbah jaeni dengan wajah keheranan seperti sedia kala, pertama kali mendengarkan suara ghoib tersebut.

“Wah beres berarty to anak kamu ini nantinya, coba diinget terus ya pesan dari suara ghoib tersebut dan laksanakan saja sesuai perintah pesan ghoib tadi.-

Apalagi menuruti pesan ghoib itu juga berdampak baik buat perkembangan anak kamu nantinya.” Ujar simbah sembari dengan nada salut dan meyakinkan anaknya parto dan istrinya ulfa, agar menjaga amanat yang sudah diberikan.

Simbah jaeni sempat teringat, akan benda kotak hitam yang ditemukan tadi pagi disamping rumahnya. Dalam bennaknya apakah ada sangkut pautnya ya pusaka tadi dengan anak ini. Dalam hati simbah memikirkannya kala itu.

Dengan lahirnya diriku ke dalam keluarga mereka, bapak dan ibuku ini seolah-olah digampangkan rejekinya sama Allah. Dari pertama saya lahir saja mereka mendapati rejeki yang berlimpah.

Banyak orang yang berdatangan silih berganti sambil membawa masing-masing ada yang berupa uang, pakaian, peralatan sabun, dll. Dan juga tak sedikit yang menawari kerjaan kepada bapak, sehingga perekonomian mereka semakin hari semakin membaik.

Tepat pada saat waktu saya harus di beri sebuah nama, kurang dari tiga hari pak parto selaku bapakku bertanya kepada istrinya yang bernama ulfa “Anak ini mau kita namai siapa ya bu?” tanya pak parto kepada istrinya dengan nada lirih dan rasa kebingungan.

“Bingung pak, terserah bapak saja mau kasih nama siapa? Anak ini berbeda sekali tidak sama seperti kakanya nisa, sampai-sampai saya tidak berani untuk memikirkan nama buat dia” Jawab istri pak parto bu ulfa, dengan wajah yang pasrah meyakinkan sepenuhnya kepada suaminya tersebut.

“Iya bu, sama berarti apa yang bapak fikirkan dari kemaren-kemaren. Ya sudah coba nanti ku fikirkan lagi barang kali ketemu nama anak buat anak ini.” Ucap pak parto kepada istrinya.

Disini kala itu saya sudah mempunyai seorang kaka yang selisihnya itu 6 Tahun denganku. Yang bernama anisa, jaraknya lumayan jauh denganku. Karena kata bapak saya, melihat status ekonomi keluarga yang masih tergolong miskin pada saat itu.

Untuk makan tiga kali sehari saja susah, kadang bapak mengalah makan cuman sekali dalam sehari, agar anak istrinya itu bisa makan tiga kali sehari, itupun lauknya cuman sayur-sayuran.

Mereka mampu makan ikan, ayam atau sejenisnya itu paling cepat seminggu sekali, malah yang sering dua minggu sekali mereka baru bisa makan enak seperti itu.

Pada saat pak parto ini sedang bertiduran sendiri, untuk beristirahat sejanak di gubuk tengah sawah yang tidak jauh dari tempat kerja pak parto, sembari memikirkan nama buat diri saya nantinya.

Tiba-tiba muncul orang tua simbah-simbah berpakaian rapih sembari memakai blangkon dan bawa sebuah tongkat, duduk disamping bapak saya yang sedang tiduran di gubuk tersebut.

Sambil berkata “Tak usah bingung ngger untuk memberi nama anakmu itu?” ucap simbah tua tersebut, kalau dilihat dari wajah dan postur tubuhnya, usianya masih kayak terlihat mudah seumuran simbah saya yaitu 65 tahunan kala itu.

Sontak terkaget pak parto, selaku bapak saya itu langsung terbangun dari tidurnya mendengar suara simbah tersebut dan bertanya langsung kepadanya.

“Maaf mbah simbah ini siapa namanya? Dan tinggal dimana simbah? kok bisa tau kalau saya ini sedang memikirkan sebuah nama untuk anak saya yang baru lahir” Tanya pak parto selaku bapak saya kepada simbah tersebut dengan perasaan heran dan agak ada rasa ketakutan.

“Kamu tidak usah tahu nama dan tempat tinggal saya ngger, itu tidak penting untuk kamu ketahui” ucap simbah berpkaian rapi yang memakai blangkon tersebut.

“Kalau saya tidak boleh tau nama & asal simbah dari mana, maukah simbah menjawab pertanyaan, yang akan saya pertanyakan kepada simbah lagi.-

Kok bisa sampai sini simbah, sebetulnya mau kemana atau habis dari mana?” Tanya kembali pak parto selaku bapak saya dengan nada sedikit merayu simbah tersebut agar mau membagi informasi tentangnya.

“Iya kebetulan saya lewat sini dan melihat kamu yang sedang sendirian, kayaknya kamu masih kebingungan memikirkan sesuatu, jadi saya putuskan untuk mampir memastikan kebenarannya saja.-

Ternyata benar kamu memang sedang memikirkan sebuah nama untuk anakmu” Ucap simbah berblangkon tersebut sembari senyum-senyum kecil.

“Boleh saya mengusulkan sebuah nama buat anakmu itu?” Tanya simbah berblangkon tersebut dengan tegas dan pergerakan seolah-olah simbah sudah mengantongi sebuah nama yang akan diberikan kepada pak parto selaku bapak saya tersebut.

“Iya boleh mbah, justru saya senang, ada yang membantu mengusulkan sebuah nama buat anak saya tersebut, karena memang saya dan istri saya masih kebingungan.-

Untuk memberikan sebuah nama untuk anak kami yang baru lahir ini.” Jawab pak parto dengan rasa senang gembira, karena ada yang membantu memberikan masukan sebuah nama untuk anaknya tersebut.

“Aji Nur Winingit” Itu nama cocok untuk diberikan kepada anakmu, ya sudah simbah pergi dulu ya? Assalammualaikum.." Ucap simbah sembari bersiyap-siyap untuk melakukan perjalanan kembali.

Expresi wajah pak parto layaknya orang yang sedang melamun sambil menjawab salam simbah berblangkon tersebut “Waalaikumsalam”.-

Namun pak parto tidak mengamati kemana perginya simbah berblangkon tersebut, persis seperti layaknya orang yang sedang terkena hipnotis, sadar-sadar simbah berblangkon tersebut sudah tidak terlihat.

Pak parto setuju dan senang dengan nama yang telah diberikan simbah berblangkon tersebut, dan segera ambil sepeda, langsung digoes dengan kencang menuju rumahnya.

Untuk menceritakan kejadian tersebut kepada istrinya, serta agar tidak kelupaan dengan nama yang sudah diberikan oleh simbah berblangkon tadi.

Sesampainya dirumah pak parto langsung menceritakan hal kejadian tadi kepada istrinya, dan saat itu istrinya pun langsung menyetujui nama tersebut.

Hingga akhirnya nama tersebutlah menjadi namaku. Proses syukuran pun berlalu, hingga pada saat saya sudah beranjak umur 5 tahun, kala itu saya sedang main di belakang rumah, karena ibu saya masih sibuk menyiapkan bahan-bahan yang akan di masak untuk hidangan kami di siang hari.

Jadi ibu saya tidak begitu mengamati saya kala itu, sehingga ibu saya tidak tahu kalau saya sedang bermain dibelakang rumah, tepatnya disamping pohon bambu yang berjajar tumbuh dibelakang rumahku tersebut.

Suara teriak tangisku pun terdengar oleh ibu, ibuku dari dapur rumah memangil-manggil namaku “Aji…Aji…Aji… dimana kamu nak?” dengan suara keras dan rasa cemas diraut mukanya.

Namun saya masih tetap nangis saja, hingga ibu sudah berada dibelakang rumah, sembari melihatku menangis dan didepanku ada ular besar, mengahadap diriku yang sedang menangis kala itu.

Namun menurut ibuku ada sesosok simbah-simbah memakai blangkon berdiri tepat dibelakang saya menangis, dan mengusir ular tersebut, ular pun berbelok arah lari ketakutan dan dikejar simbah berblangkon tersebut.

Lalu ibuku langsung berlari menghampiriku dan menggendongku, dibawanya masuk diriku kedalam rumah dengan cepat.

Menurut mereka tidak cuman sekedar disitu saja sesosok simbah-simbah berblangkon tersebut menampakan dirinya, dan keanehan-keanehan lainya yang pernah ku alami dari kecil.

Pokoknya disetiap saya merasa ada yang mengganggu atau menjahati, pasti paling utama sesosok simbah berblangkon itu selalu datang entah dari mana datangnya, cuman tahu-tahu sudah berada disamping atau belakang saya kala itu pas masih kecil.

Namun anehnya tidak ada yang bisa mengobrol dengan beliau walaupun melihatnya, seolah-olah kaya terkena hipnotis, hanya nurut saja apa yang simbah berblangkon itu ucapkan, tanpa ada yang bisa mengobrol dengannya.

Hingga suatu ketika, saat diriku ini sudah kelas lima sekolah dasar, saya ini mengalami demam tinggi selama satu minggu lamanya, dalam demam tersebut mendapati keanehan.

Karena demam tinggi tersebut dirasa begitu tinggi saat jam mulai memasuki 23:00 WIB keatas. Sampai menjelang sholat subuh tiba jam 03:45 WIB, selain jam itu demamnya anget – anget saja, namun tak kunjung meredah menjadi adem suhu badanya selama satu minggu lamanya.

Walaupun sudah dibawa berobad ke klinik-klinik ataupun pijet orang sakti terdekat rumah kala itu. Tetapi masih tak kunjung sembuh.

Malah orang sakti tersebut berpesan “sudah tidak apa-apa bu, pak. Anak kalian ini tidak terkena penyakit parah, nanti kalian akan diberitahukan sendiri apa penyebabnya, kok sampai anak kalian begini.-

Namun saya tidak bisa melihat penyebabnya karena tertutup cahaya”. Ucap orang sakti dengan wajah keheranan, karena dia kan sempat mencoba menerawang saya kala itu, namun tidak tembus menurutnya.

Pada malam ke lima, waktu saya merasakan demam tinggi, tiba-tiba mengiggau “kembalikan pusakanya, itu bukan hak dan milikmu”. Mengigau begitu terus-menerus sampai bapakku memanggil simbah jaeni dan simbah keripah karena takut terjadi kenapa-kenapa pada saya kala itu.

Simbah pertama datang juga masih kebingungan akan kejadian yang menimpaku kala itu, dan simbah jaeni pun minta di bikinkan segelas kopi, untuk teman mikirnya karena simbah bingung akan kejadian tersebut.

Tiba-tiba simbah teringat akan kedatangan adik dari istrinya yang bernama mbah kerun, yang lima hari lalu sempat berkunjung dan membawa sebuah kotak hitam yang bertahun-tahun hanya simbah jaeni taruh diatas lemari, tanpa menyentuhnya.

Dalam berfikirnya simbah jaeni, apakah ini ada sangkut pautnya ya? Dengan barang yang dibawa oleh kerun tersebut, simbah berfikir sambil raut muka merasa kebingungan.

Tapi mencoba mencari kebenaranya, kala itu masih tengah malam jam menunjukan pukul 01:00 WIB, saya masih terus mengiggau sampai kurang lebih jam 02:00 WIB, simbah keripah dan simbah jaeni pun menginap dirumah bapak saya.

Waktu sudah mulai pagi kala itu jam menunjukan pukul 06:00 WIB. Tiba-tiba simbah jaeni berpamitan mau pergi sendirian menuju ketempat mbah kerun yang jaraknya lumayan jauh.

Karena rumah mbah kerun, beda kabupaten dengan tempat tinggal kami. Mungkin membutuhkan waktu 2,5 Jam agar simbah jaeni sampai sana dengan menaiki sepeda ontelnya.

Simbah pun berpamitan mau kesana tanpa menjelaskan tujuan kenapa kok pagi - pagi sudah mau kesana padahal jarak yang akan ditempuh jauh.

Simbah keripah masih tetap tinggal bersama kami kala itu, karena memang jarak yang akan ditempuh sangat jauh, jadi tidak mungkin untuk mengajaknya.

2,5 jam pun berlalu simbah jaeni akhirnya sudah sampai dirumah mbah kerun, sesampainya didepan rumah mbah kerun, mbah jaeni dari jarak 10 Meter, kaget melihat mbah kerun.

Punggungnya dibaluti seperti perban-perban menempel dan hanya terkapar diatas kasur yang berada ditengah ruangan rumah mbah kerun. Kala itu dari luar rumah memang tampak jelas makanya simbah jaeni bisa melihatnya.

Simbah jaeni langsung menaruh sepedanya dan bergegas masuk sembari mengucapkan salam “Assalammualaikum..” Run kamu kenapa itu run?” Tanya simbah jaeni kepada kerun dengan raut muka yang khawatir.

“Waalaikumsalam kang, itu kemaren bapak terkena benda sajam berupa arit, saat disuruh menebang pohon pisang, bareng teman seperjuangannya, di kebun tetangga desa sana” Jawab istri mbah kerun yang bernama surti yang masih berdiri di balik pintu kamar bagian depan sendiri.

“Loh…loh kok bisa sampai seperti ini, bagaimana ceritanya run? Apakah kamu tidak berdoa sebelum memulai pekerjaan dan berhati-hati waktu itu?” Tanya lagi simbah jaeni kepada mbah kerun dengan nada cemas dan kasihan.

“Lah yo sudah berdoa toh kang, kalau tidak berdoa mati mungkin saya, karena terkena arit teman saya waktu itu” Jawab dengan nada lantang sambil merasakan kesakitan.

Simbah jaeni pun enggan meneruskan perbincangan itu langusng menutupnya, “ya udah ya udah gak usah bahas kejadian kamu, yang penting kamu selamat saja itu sudah harus bersyukur alhamdulillah” ujar simbah jaeni dengan wajah kasihanya melihat mbah kerun yang masih merasa kesakitan.

“Iya kang saya bersyukur sekali masih diberikan hidup sama Tuhan, ngomong-ngomong ada perlu apa kang kok sampean pagi-pagi dibelain sudah sampai sini? Dari rumah sudah makan belum, pasti petang ya dari rumah? Tanya mbah kerun kepada simbah jaeni.

Dan sembari berteriak kepada istrinya yang masih berada di ruangan dapur “Bu bikini kopi sama belikan lontong tahu di mbok tirah sana, mungkin kang jaeni belum sarapan dari rumah”

“Iya pak saya bikini kopi dulu buat bapak dan kang jaeni” jawab mbah surti dengan nada keras, yang merupakan istri mbah kerun.

“Begini loh run, itu anak si parto yang bernama aji, dari 5 hari kemaren sakit deman tinggi, anehnya demamnya kalau malam hari saja dan akan sembuh turun sendiri kalau mau menjelang sholat subuh.

Ditambah semalam menginggau terus-terusan, dengan kalimatnya sama saja berulang-ulang. Begini kalimat yang diucapnya “kembalikan pusakanya, itu bukan hak dan milikmu”.

Semalam sempat saya berfikir apakah sakitnya itu ada sangkut pautnya dengan kotak hitam yang kamu bawa 5 hari yang lalu dari rumahku?” Ujar simbah dengan nada santai sembari menjelaskan perlahan-lahan agar tidak ada yang salah ucap.

“Kayaknya memang ada sangkut pautnya kang dengan benda yang ada didalam kotak hitam tersebut. Sebenarnya kalau saya tidak sakit begini, saya sudah datang ke tempat sampean, sambil mebawa kotak hitam tersebut beserta isinya, mau saya kembalikan saja.

Soalnya sepulang dari rumah sampean saya ditengah jalan, dalam perjalanan menuju kerumah ini mengalami kecelakaan 2 kali jatuh ke sawah kang.

Pas jatuh yang pertama, saya terjatuh terpental kesawah dan kotak hitam itupun ikut terjatuh namun keadaan masih utuh belum terbuka tutupnya, dan saya pun masih cuman sekedar lecet-lecet sedikit bagian tangan dan kaki saja.

Nah giliran jatuh yang kedua, kotak hitam itupun ikut terjatuh sembari terbuka bagian tutupnya, dan saya pun jatuh agak lumayan jauh terpental kebawah, karena postur jalannya, sawahnya lebih rendah dari postur jalan yang ku lewati, kira-kira 1 meter jalanya lebih tinggi.

Jadi saya nyungsep terjatuh kesawah dengan kondisi sepeda menimpahi diatas saya namun anehnya kotak hitam tersebut masih tetap diatas, dipinggiran jalan namun tutupnya terbuka.

Kala itu saya sampai mengalami sakit urat bagian leher, sampai-sampai agak sulid dan terasa sakit, untuk di bawah nengok leher ini.

Saya pun segera bangun dan mengangkat sepeda itu sendirian naik keatas jalanan, karena waktu itu sepi tidak ada orang yang lewat, jadi tidak ada yang membatu saya kala itu.

Saya pun segera bangun dan mengangkat sepeda itu sendirian naik keatas jalanan, karena waktu itu sepi tidak ada orang yang lewat, jadi tidak ada yang membatu saya kala itu.

Setelah sepeda selesai saya naikan ke atas, segera saya mengecheck kotak hitam tersebut apakah ada yang lecet rusak atau tidak, serta mengecheck isi didalamnya ada apa saja?

Toh dari rumah sampean kan saya belum mengetahui didalam isinya ada apa aja, cuman percaya cerita smpean bahwa didalamnya ada tongkat sakral. Nah kebetulan pas itu ke buka ya langusung saya check dalamnya, ternyata ada kertas bertulisan.

“Jangan berani-barani memiliki benda pusaka ini, kalau masih sayang nyamu” Jawab dan ujar simbah kerun sambil merasakan kesakitan dan mukanya menunjukan ketakutan saat mejelaskannya.

Tak sampai disitu kang dua hari setelah kotak hitam itu berada disini, saya mengalami luka terkena benda sajam arit ini, dan keesokan harinya pas teman yang satu seperguruan dengan saya, dalam menimbah ilmu kebatinan datang menjenguk saya kemaren.

Saya coba, mintai tolong kang, untuk mengecheck tongkat sakral tersebut, karena dia memang tingkat ilmunya jauh di atas saya.

Karena saya tidak bisa menembus dan menaklukan aura yang berada di dalam tongkat sakral tersebut. Sehingga barangkali teman saya tersebut bisa menaklukkan-nya.

Tapi lagi-lagi tidak sesuai harapanku, temanku tersebut pas ngecheck auranya tak lama kemudian muntah darah, dan bahkan berpesan “kembalikan saja tongkat ini, karena ini bukan tongkat sembarangan.

Hanya orang yang berilmu tinggi dan berlakhlakul baik saja yang bisa menakukhlan tongkat ini” pesan teman mbah kerun kala itu dengan nafas yang terbatah-batah karena mungkin terluka bagian dalam tubuhnya karena habis muntah darah.

Namun anehnya sampai saat ini saya belum pernah diperlihatkan sesosok yang menjaga benda tongkat sakral tersebut. Ujar lagi mbah kerun kepada kakanya yaitu simbah jaeni dengan suara yang sambil menahan rasa kesakitan.

“Nih kang kopi dan lontong tahunya dinikmatin dulu, tidak tergesah-gesahkan” Celetuk simbah surti istri dari simbah kerun.

“Yuh kang dimakan… dimakan dulu kasihaan perjalanan jauh malah ku ajak ngobrol asik langsung” Celetuk pula simbah kerun kepada simbah jaeni.

“Wah tidak apa-apa. Lagi pula datang kesini sendirian, coba saja klo boncengan dengan mbak yu mu si keripah” Balas celoteh simbah jaeni kepada mereka, agar suasanya menjadi santai.

Mereka pun mulai menikamati makanan yang ada, sambil mengobrol panjang lebar, sampai mereka pun, sudah selesai makan.

Segeralah simbah surti, selaku istri dari simbah kerun, langsung membersihkan piring - piring kotor bekas mereka makan, untuk dibawa kebelakang agar tempatnya tetap rapih kembali, jadi nyaman buat mengobrol serius lagi.

“Kira-kira nanti kotak hitam ini mau ditaruh dimana kang? Rumah kang jaeni apa rumah si parto langsung?” Tanya simbah kerun dengan rasa penasaran terhadap jawaban simbah jaeni.

“Kayaknya saya taruh langsung di rumah si parto, mungkin benda sakral ini, milik anaknya si parto yang bernama aji tersebut, tetapi tidak tahu reaksi istri parto, ketakutan apa tidak kalau benda ini saya taruh dirumahnya.” Jawab simbah jaeni dengan nada yang belum yakin betul.

“Benda sakral ini sebenarnya milik siapa kang dulunya, kok sampai bisa menuruni kepada aji cucu kang jaeni tersebut?” Tanya simbah kerun dengan raut muka yang penuh penasaran sekali terhadap benda tersebut.

“Saya juga kurang paham itu run, ini milik siapa? Tapi kayaknya ini milik leluhurnya dahulu cuman punya siapanya saya kurang paham jelas” Jawab simbah jaeni dengan mimik muka yang masih kebingungan juga.

“Memangnya kang jaeni tidak tahu, kisah leluhurnya kang jaeni dulu. Apakah leluhur kang jaeni ada yang sakti mandraguna. Mungkin menurut cerita dari bapak kandung kang jaeni atau simbahnya mungkin.-

Yang pernah menceritakan kepada kang jaeni saat masih kecil atau sudah dewasa? Tanya lagi simbah kerun kepada simbah jaeni dengan perasaan yang masih penasaran sekali.

“Oh ya saya jadi teringat akan cerita simbah saya dulu yang bernama simbah surono. Beliau pernah bercerita bahwa, kakenya itu merupakan orang sakti mandraguna, namun jarang yang tahu akan kesaktianya.

Karena memang menurut simbah surono, kakenya tersebut sengaja menyembunyikan kesaktianya, agar orang lain tidak ada yang tahu akan karamoh yang dimilikinya.

Konon menurut cerita simbah surono, simbahnya tersebut mempunyai pusaka sakti yang kelak akan turun kepada anak atau cucunya yang memang itu benar-benar sebagai pewarisnya.

Tidak bisa di pegang oleh siapa pun, selain pewaris yang dipilih langsung oleh pusaka itu sendiri. Simbah kala itu menceritakan seperti mengasih pesan, barang kali saya atau anak saya ini yang menjadi pewarisnya.” Ujar simbah jaeni dengan raut muka yang masih tetap kebingungan.

“Apa mungkin yang dimaksud oleh simbah kang jaeni, mbah surono tersebut pusaka yang ada di dalam kotak hitam tersebut kang?!!” Tanya simbah kerun dengan nada keras dan lantang.

“Ah masa iya, orang saya sendiri aja orangnya pemalas dalam bab beragama. Yang lain pada semangat mengaji, saya malah tidak pernah semangat dalam bab itu sejak dulu.-

Bahkan untuk membaca-bacaan kutipan ayat-ayat suci al-qur’an saja tidak tahu.” Jawab simbah jaeni dengan ketawa-ketawa malu dan tidak percaya akan tebakan simbah kerun.

“Tapi dilihat dari kronologi yang ada kayaknya memang benar kang, dalam kotak hitam itu pusaka kramat yang dimaksud dalam cerita simbah surono, simbahnya kang jaeni” Ujar simbah kerun dengan nada yang yakin sekali akan kebenaran tebakan-nya tersebut.

“Ya tidak tahu persis juga run bagaimana kebenarannya, apalagi dalam bab kayak gitu saya dan anak saya si parto kurang paham betul. Saya ini nol, tidak tahu menahu tentang kayak gituan run.-

Namun saya masih percaya akan adanya benda ghoib kayak gituan” Ujar simbah jaeni kepada simbah kerun dengan mimik muka yang polos.

“Iya kang itu benda, bukan benda sembarangan, kalau dipegang sama orang jahat, terus disalah gunakan bisa bahaya kang. Tapi kayaknya susah orang berjiwa jahat mau menakhlukan benda tersebut.-

Yang ada malam petaka yang didapat bahkan nyawanya sendiri yang jadi taruhannya” Ucap simbah kerun dengan menahan rasa sakit yang dideritanya.

“Wah udah mau jam 12, saya mau pulang run, perjalanan kan memakan waktu lama, biar sampai rumah tidak kemalaman” Ucap simbah jaeni dengan pergerakan tubuh bersiyap-siyap membereskan bungkus rokoknya.

“Waduh cepet sekali kang, kirain mau sampai sore disini” Ucap simbah kerun dengan nada-nada merayu agar simbah jaeni menunda pulangnya.

“Bu ambilin kotak hitam yang berada dia atas meja kamar belakang, tempat saya semedi bu!!!” Ucapan simbah kerun dengan nada keras supaya istrinya mendengarkan karena posisi masih di halaman belakang rumah.

“Oh….iya pak” Sautan jawaban dari istri simbah surti.

Tak selang lama kemuadian simbah surti membawa kotak hitam tersebut dan diserahkannya kepada simbah kerun. “Ini kotak hitamnya pak, memangnya dalamnya apa isinya pak dan punya siapa?” Tanya simbah surti kepada simbah kerun dengan wajah yang penasaran.

“Kotak hitam dan isinya itu milik kakang jaeni sebenarnya. Pikir saya dari pada dirumah kang jaeni dianggurin, tidak kepake cuman di simpan saja, mending ku bawa kerumah.-

Supaya bisa jadi bermanfaat, namun ternyata Alam berkata lain. Ya sudah mending saya kembalikan saja kepada kang jaeni lagi.” Jawab Simbah kerun sambil menahan rasa sakit yang dideritanya.

“Ooohhh… begitu toh pak” Ucap simbah surti kembali.

“Loh kok kang jaeni sudah rapi berkemas-kemas, memangnya sudah mau pulang kang?” Tanya simbah surti kepada simbah jaeni dengan nada agak kaget.

“Hehe….Iya mau pulang toh ya, perjalanan kan jauh jadi pulang sekarang biar sampai rumah tidak larut malam, kalau pulang sekarang kan masih sore. Jawab simbah jaeni dengan nada senyum-senyum.

“Kotak hitamnya ini mau dibawa sekalian toh kang? Memangnya tidak susah bawanya?” Tanya simbah surti lagi kepada simbah jaeni.

“Ya iya langsung dibawa toh ya, orang kesini kan memang niatnya mau ambil pulang kotak hitam ini sur,” Jawab simbah jaeni kembali dengan bergegas berdiri.

“Ya udah hati-hati kang, nitip salam saja sama mbakyu, maaf belum bisa main kesana?” Ucap simbah surti kepada simbah jaeni.

“Walah iya tidak apa-apa, jaraknya juga kan jauh, apalagi suamimu masih sakit begini” Jawab simbah jaeni sembari menyiapkan barang-barangnya.

“Ya udah saya pamit pulang ya, ini kotak hitam saya bawa. Kamu cepat sembuh run, biar bisa dibawa buat kerja lagi, Assalammualaikum” Ucap simbah jaeni sembari menyodorkan tangan untuk mengajak berjabat tangan.

“Waalaikumsalam” Jawab simbah kerun dan istrinya simbah surti sambil berjabat tangan.

Kotak hitam itu pun di ikatnya dibagian belakang jok pengemudi sepeda simbah jaeni, agar tidak terjatuh saat perjalanan arah pulang. Lalu simbah jaeni mulai menggayuh sepedanya menuju arah pulang.

Ternyata simbah jaeni memang pulangnya langsung menuju kerumah bapak saya. Sampai dirumah jam 16:00 WIB, simbah jaeni langsung menaruh sepedanya sembari melepas tali yang mengikat pada kotak hitam itu. Karena untuk dibawa masuk ke dalam rumah kotak hitam tersebut.

“Assalammualaikum” Ucap salam simbah jaeni.

“Waalaikumsalam pak” Jawab Pak Parto selaku ayah saya, yang kebetulan lagi berada di ruangan tengah.

“Bagaimana keadaan si aji to?” Tanya simbah sambil berjalan manaruh kotak hitam itu di atas meja.

“Kalo siang begini ya pasti demamnya biasa pak, tidak terlalu tinggi, cuman itu masih tiduran saja diatas kasur. Loh itu kotam hitam punya siapa pak, isinya apa?” Jawab sembari bertanya kembali pak parto ke pada bapaknya simbah jaeni.

“Kotak hitam ini punya bapak, bapak menemukan kotak ini, waktunya sama persis, saat si aji anak kamu lahir. Isi dalamnya tongkat keramat, baru saya ambil di tempatnya si kerun” Jawab simbah jaeni dengan menjelaskan sendikit kronologi asal usul munculnya kotak hitam tersebut.

“Wah kok bisa kebeneran bareng waktunya ya pak, lalu mau diapain oleh bapak, kotak hitam beserta isinya ini? Bukanya pas sekali kalau ditempat pakde kerun, dia kan orang sakti, suka dengan benda begituan pak?” Tanya pak parto ke pada bapaknya simbah jaeni dengan nada takjub.

“Ini rencanya mau saya taruh sini saja to, kayaknya barang ini punya si Aji, yang di wariskan sama leluhurnya. Kerun juga berpendapat seperti saya ini, justru kemaren pas dibawa si kerun, kerun mengalami musibah bertubi-tubi.-

Bahkan ini masih merasakan derita punggungnya terluka, kemaren habis terkena senjata tajam arit. Makanya kerun ketakutan mau menyimpan barang ini.” Jawab simbah dengan nada meyakinkan anaknya agar mau menyimpan benda kotak hitam beserta isinya tersebut.

“Kok bisa punya aji pak, bagaimana ceritanya? Aji kan masih kecil pak, belum tahu menahu tentang begituan, terus nanti kalau aji kenapa-kenapa bagaimana pak. Pakde kerun aja ketakutan menyimpan benda tersebut.” Jawab pak parto dengan nada ketakutan.

“Aji tidak bakalan kenapa-kenapa, kamu tidak usah khawatir, justru jika benda ini jauh dari aji, malah nanti aji yang akan sakit-sakitan terus. Kamu inget pas aji ngigau semalam.

Kata - kata yang diucap, kan seperti ini “kembalikan pusakanya, itu bukan hak dan milikmu” nah benda yang dimaksud ngiggaunya si aji ada di dalam kotak hitam tersebut. Tegas simbah jaeni dengan yakin betul atas jawabanya kepada pak parto.

“Beneran pak bakalan aman tidak terjadi apa-apa kepada aji?” Tanya lagi pak parto kepada simbah jaeni dengan muka yang cemas khawatir.

“Iya saya yakin sekali bakalan aman si aji. Ya nanti kita lihat perkembangannya saja, kalau memang banyak musibah yang menimpanya. Akan saya ambil kotak hitam ini, dan saya bawa pulang. Tapi kalau memang ini punya aji.

Aji sendiri bakalan aman-aman saja dan bahkan cuman dia yang akan tau sejarah dan sejatinya pusaka sakral tersebut. Dia akan mendapatkan wejangan-wejangan dari leluhurnya langsung.

Kamu simpan saja kotak hitam ini di tempat yang aman, dan kasih tau istrimu si ulfa, jelaskan dengan perinci agar tidak ketakutan” Jawab simbah jaeni dengan nada yang meyakinkan si parto.

“Kalau memang bapak yang menyuruh, dan demi kebaikan si aji, saya laksanakan perintah bapak” Ucap pak parto dengan wajah yang masih cemas dan kurang yakin akan jawabanya tersebut.

“Ngobrol apa toh pak, le, ini ngeteh-ngeteh dulu, sama dinikmati cemilan ketelanya” Saut simbah keripah yang tiba-tiba keluar dari belakang dapur.

“Ah ngobrol biasa bu. Wah enak itu bu, dapat salam dari adekmu si surti” Celetuk simbah jaeni kepada istrinya simbah keripah.

“Waalaikumsalam, bagaimana kabar mereka dan anak-anaknya pak?” Tanya simbah keripah dengan nada penasaran.

“Kalau kabar si surti baik-baik saja bu, kalau anak-anaknya saya tidak lihat. Nah kalau kabar si kerun dia masih berbaring saja di kasur, soalnya kemaren katanya habis kena senjata tajam berupa arit bagian punggungnya.-

Cuman sudah mulai membaik katanya.” Jawab simbah jaeni sembari menikmati hidangan yang sudah disajikan oleh istrinya.

“Waduh kasihan sekali si kerun pak, Alhamdulillahnya selamat tidak terjadi hal yang fatal kepadanya. Pak habis maghrib kita pulang ya? soalnya kita kan di maintain tolong buat bantu-bantu si ajeng.-

Malam ini ada pengajian dirumahnya ajeng habis isya.” Ujar simbah keripah kepada simbah jaeni.

“Iya bu nanti habis maghrib kita jalan pulang, kasihan juga si indah sama si trio” Jawab simbah dengan nada santai.

Mereka pun akhirnya mengobrol sampai menjelang maghrib, dan habis maghrib simbah berpamitan pulang.

Tepat tujuh hari, saya benar-benar sembuh dan tidak pernah kambuh lagi sakit yang seperti itu.

Sampai saya mulai duduk dibangku kelas 2 SMP, ada kejadian aneh yang menimpa pada teman bapakku, yang tiba-tiba datang kerumah memohon maaf, sembari menangis.

Ternyata teman bapakku itu berbuat jahat kepada bapak, dia telah menyantet bapak saya. Namun santet tersebut tidak bisa tembus ke bapak saya, bahkan dukun yang di suruh nyantet oleh mereka, katanya mati dengan mengenaskan.

Setiap malam teman bapak saya di hantui oleh simbah-simbah berblangkon, simbah tersebut sambil berkata tegas “Jangan kamu usik keluarga parto, atau kamu dan keluargamu akan mendapati ajal dengan cepat”.

Makanya teman bapak saya itu datang dan memohon ampun yang sungguh-sungguh karena mungkin ketakutan, akan keselamatan dirinya dan keluarganya.

Oleh bapak saya dimaafkan begitu saja, bahkan dikasih wejangan “udah jangan main begituan nanti malah akan berimbas ke anak cucumu. Saya minta maaf juga kalau ada salah sama kamu atau keluargamu” Bapak kala itu malah meminta maaf balik.

Sejak itu saya jadi terbayang-bayang akan ucapan teman bapak tersebut, yang menyebutkan simbah-simbah berblangkon. Saoalnya ciri-cirinya agak sama dengan simbah yang pernah menemui saya tempo hari.

Waktu saya sedang mancing di kali besar desa sebelah. Namun saat itu simbah tersebut cuman bilang “Pulang le, dan ajak pulang teman-temanmu karena disini bukan tempat yang aman buat bermain seumuran kalian”.

Lalu simbah tersebut berjalan meninggalkan saya begitu saja, jadi saya belum sempat menjawab atau mengobrol dengan simbah tersebut. Habis mendengarkan simbah berbicara saya langsung mengajak teman-teman pulang.

Ternyata benar jelang dua hari ada berita anak hilang ditempat tersebut, dan konon katanya di bawa oleh siluman buaya putih penunggu daerah kali besar tersebut.

Sampai saat saya sudah duduk dibangku SMA, waktu itu saya dan teman-teman memang suka adventure, jalan-jalan ke tempat yang asik pemandangannya. Apesnya waktu itu saya sendirian tersesat ditengah hutan pas saat mau menuju ke sebuah air terjun.

Teman-teman saya semua sampai tujuan, hanya saya sendiri yang tidak melihat air terjun tersebut. Karena saya dibawa ke alam lain. Gara-gara mengikuti seseorang yang berjalan di depanku.

Waktu itu saya jalan dibelakang sendiri, saya kira tinggal lurus, habis kata teman-temanku sedikit lagi, paling 15 menit sampai, itu air terjunnya didepan. Dengan Pedenya saya berhenti sejenak dan main air di kali dekat saya berjalan tersebut hanya sekedar untuk membasuh muka.

Ternyata teman-teman saya tidak ada yang memperhatikan saya berhenti kala itu, mereka tetap jalan terus. Akhirnya saya tertinggal sendirian dibelakang.

Waktu saya mulai mengejar mereka, saya mengikuti orang yang berjalan didepan saya, pikir saya paling tujuannya sama ke air terjun tersebut. Setelah saya ikutin ada mungkin 20 menit berlalu, Dalam fikirku aneh masak iya belum sampai tujuan juga.

Namun masih saya ikutin terus orang tersebut, kira-kira setelah 10 menit berlalu. Saya pun memutuskan berhenti. Menengok kebelakang sebentar giliran menengok kedepan lagi sudah beda alamnya, orang yang ku ikutin hilang entah kemana.

Disitu saya merasa ketakutan sekali, bahkan muncul segerombolan orang tak saya kenal berdiri di depan saya. Kira-kira ada 6 orang gagah-gagah tubuhnya.

Dari salah satu mereka ada yang mengucapkan “Anak ini yang kita cari, bos pasti senang kita mendapatkan anak ini” Ucap dari salah satu mereka dengan nada ganas.

Disitu saya benar-benar ketakutan hanya diam saja. Anehnya mereka tidak berani mendekat malah menjauh lari terbirit-birit. Akhirnya perasaan saya mulai tenang saat itu melihat mereka lari, langsung berniat berbalik arah untuk menuju ketempat parkir motor.

Giliran sudah berbalik arah, ternyata ada sesok simbah-simbah berblangkon, sembari membawa tongkat.

Saya pun langsung mendekati beliau dan bertanya “Apakah simbah yang membantu saya? Sehingga orang-orang tadi pada lari ketakutan ?” Tanya saya kepada simbah sembari nada santai karena sudah merasa aman.

“Sudah lupakan itu le, yang penting kamu selamat dari gangguan makhluk-makhluk jahat tadi” Ujar simbah sembari merangkul saya dari samping.

“Maaf simbah siapa? Dan simbah dari mana mau kemana? Tanyaku dengan nada penasaran.

“Aku ini adalah jelmaan pusakan milik leluhurmu, pusakanya berupa seperti tongkat yang ku bawa ini, namun jika kamu yang memegang tongkat ini, gaganganya bisa di cabut dan dalamnya berupa keris.

Aku adalah titipan leluhurmu, jagalah dan rawatlah benda ini. Karena jika sampai benda ini berada ditangan yang salah, maka hanya kematian yang akan mengikutinya" Ucap simbah tersebut dengan nada tegas, sembari memberikan tongkatnya kepada saya.

“Baik mbah, akan saya jaga amanat simbah ini” Ucap saya kala itu dengan nada sedikit ketakutan.

“Sudah kamu pejamkan mata, nanti kamu akan kembali lagi ke alam manusia. Karena kasihan teman-temanmu sudah mencarimu dari tadi, masukan dalam tas dulu tongkatnya, kalau sudah ke alam manusia, segera ajak pulang teman-temanmu” Ujar simbah dengan nada yang tegas.

“Baik mbah” Jawab saya sembari memasukan tongkat tersebut kedalam tas, giliran nengok kedepan simbah tersebut sudah tidak ada, saya pun segera menutup mata.

Ternyata benar omongan simbah, giliran membuka mata saya sudah berada didekat parkiran motor, namun tempatnya disemak-semak, sehingga teman-teman saya tidak melihat kemunculan saya.

Saya pun menghampiri mereka sembari berkata “Ayo segera kita pulang dari tempat ini” Ucap saya dengan nada ketakutan.

Padahal kala itu diantara mereka ada yang menangis ketakutan, karena saya sempat hilang kontak, dan diantara mereka ada yang bertanya “Darimana saja kamu, dicariin dipanggilin tidak menjawab, giliran kita sudah kecapekkan mencari kamu, kamu baru muncull” Tanya mereka kepada saya.

Namun saya hiraukan mereka, justru malah saya suruh cepat pulang “sudah itu urusan nanti dirumah, yang penting kita pulang dulu sampai rumah dulu, baru saya ceritakan”. Ucapku dengan nada ketakutan.

Sehingga mereka pun mau nurut apa yang saya perintahkan, dan kami langsung berjalanan menuju arah pulang.

Itulah cerita awal saya bertemu dengan tongkat peninggalan leluhur, Sejak saat itu simbah berblangkon tersebut sering memberikan wejangan-wejangan dan ilmu-ilmu yang pernah dimiliki leluhur saya dulu. Cukup sampai disini dulu cerita mengenai tongkat leluhur tersebut.

~SEKIAN~
close