Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

KERIS PUSAKA NAGA SAKTI

Sebuah keris tua yang memiliki kekuatan magis dan mistik, tetapi juga membawa malapetaka dan penderitaan bagi siapa pun yang memilikinya.


Hari itu adalah hari yang bahagia bagi keluarga Pak Budi. Ia baru saja menerima surat dari notaris yang memberitahukan bahwa ia mewarisi sebuah rumah tua dan sebuah keris tua dari kakeknya yang meninggal beberapa bulan lalu di kampung halamannya di Jawa Tengah.

Pak Budi adalah anak tunggal dari ayahnya yang juga sudah meninggal sejak ia masih kecil. Ia tidak pernah bertemu dengan kakeknya, hanya melihat fotonya di album keluarga.

Pak Budi tinggal di Jakarta bersama istri dan dua anak laki-lakinya yang masih sekolah. Mereka hidup sederhana dan bahagia.

Mereka tidak pernah mengira bahwa mereka akan menerima warisan dari kakek Pak Budi yang tidak pernah mereka kenal. Mereka merasa bersyukur dan penasaran dengan warisan itu.

Pak Budi memutuskan untuk menjual rumah tua itu dan membawa keris tua itu ke Jakarta. Ia berpikir bahwa rumah itu tidak akan berguna bagi mereka, karena mereka sudah nyaman tinggal di apartemen. Sedangkan keris itu mungkin memiliki nilai sejarah dan seni yang tinggi.

Ia juga merasa ada ikatan batin dengan keris itu, karena ia pernah melihatnya di foto kakeknya saat masih muda. Kakeknya tampak gagah dan berwibawa dengan keris itu di pinggangnya.

Di Jakarta, Pak Budi mencoba mencari informasi tentang keris itu di internet. Ia menemukan bahwa keris itu bernama Keris Pusaka Naga Sakti, yang konon memiliki kekuatan magis dan mistik yang luar biasa. Keris itu dibuat oleh seorang empu yang terkenal di masa kerajaan Mataram.

Keris itu juga dikatakan sebagai salah satu pusaka kerajaan yang hilang saat perang melawan Belanda.

Pak Budi merasa penasaran dan tertarik dengan keris itu. Ia mulai mengagumi dan menyayangi keris itu. Ia sering membersihkan dan menggosok keris itu dengan minyak.

Ia juga sering membawa keris itu ke tempat kerjanya di kantor. Ia merasa bahwa keris itu memberinya keberuntungan dan kepercayaan diri.

Apa yang tidak diketahui oleh Pak Budi adalah bahwa keris itu memiliki sisi gelap yang mengerikan. Keris itu ternyata memiliki roh jahat yang haus darah dan jiwa. Keris itu juga memiliki pengaruh buruk terhadap orang-orang di sekitarnya.

Keris itu akan membawa malapetaka dan kengerian bagi keluarga Pak Budi dan orang-orang yang berhubungan dengan mereka.

Keluarga Pak Budi mulai merasakan perubahan pada Ayah. Ayah menjadi lebih keras, sombong, dan ambisius. Ia sering marah-marah dan memerintah keluarganya. Ia juga sering berbohong dan berselingkuh dengan wanita lain.

Ia mulai mengabaikan Ibu dan anak-anaknya. Ia juga mulai berurusan dengan orang-orang yang berbahaya dan terlibat dalam bisnis gelap.

Ibu dan anak-anaknya mulai menderita dan ketakutan. Mereka mencoba berbicara dan menasehati Ayah, tetapi Ayah tidak mau mendengar. Ayah malah menuduh mereka iri dan menghalangi ambisinya.

Ayah juga mulai berani mengancam dan memukuli mereka. Ibu dan anak-anaknya merasa bahwa Ayah sudah bukan Ayah yang mereka kenal lagi.

Keluarga juga mulai mengalami hal-hal aneh dan menakutkan di rumah mereka. Mereka sering mendengar suara-suara ganjil, melihat bayangan-bayangan hitam, dan merasakan hawa dingin dan angker.

Mereka juga sering bermimpi buruk dan terbangun dengan luka-luka di tubuh mereka. Mereka merasa bahwa ada sesuatu yang jahat dan ganas yang mengintai mereka.

Keluarga menyadari bahwa semua hal buruk itu berhubungan dengan keris tua yang dibawa Ayah. Mereka mencoba mencari tahu tentang keris itu dan menemukan bahwa keris itu ternyata memiliki kutukan yang mengerikan.

Kutukan itu akan membuat pemilik keris itu menjadi gila, haus darah, dan haus kekuasaan. Kutukan itu juga akan membunuh semua orang yang dicintai pemilik keris itu dengan cara yang sadis dan mengerikan.

Kutukan itu berasal dari sejarah kelam keris itu. Keris itu dibuat oleh seorang empu yang terkenal di masa kerajaan Mataram. Empu itu bernama Ki Ageng Surya, yang dikenal sebagai ahli pembuat keris yang memiliki ilmu hitam.

Ia membuat keris itu untuk seorang raja yang ingin menguasai seluruh Nusantara. Namun, raja itu ternyata adalah seorang tiran yang kejam dan zalim. Ia menggunakan keris itu untuk membantai musuh-musuhnya dan rakyatnya sendiri.

Ki Ageng Surya menyesal telah membuat keris itu. Ia merasa bersalah dan takut akan dosa-dosanya. Ia mencoba merebut kembali keris itu dari raja itu, tetapi gagal. Ia malah dibunuh oleh raja itu dengan keris itu. Sebelum mati, ia mengucapkan kutukan kepada keris itu.

Ia berdoa agar keris itu menjadi sumber malapetaka dan kengerian bagi siapa pun yang memilikinya. Ia juga berdoa agar keris itu kembali ke tangannya suatu hari nanti.

Kutukan itu terus berlaku hingga sekarang. Keris itu telah berpindah-pindah tangan dari satu pemilik ke pemilik lainnya. Setiap pemilik keris itu selalu mengalami nasib buruk dan akhir yang tragis.

Keris itu juga selalu mencari jalan untuk kembali ke Ki Ageng Surya, yang rohnya masih terikat dengan keris itu. Keris itu tidak akan berhenti membawa bencana dan kematian hingga kutukan itu terpenuhi.

Keluarga Pak Budi memutuskan untuk mengembalikan keris itu ke kampung halaman mereka dan mengadakan upacara tradisional 40 hari setelah kematian kakek mereka.

Mereka berharap bahwa dengan begitu, kutukan itu akan hilang dan Ayah akan kembali normal. Mereka juga berharap bahwa arwah kakek mereka akan memberi mereka perlindungan dan petunjuk.

Keluarga berangkat ke kampung halaman mereka dengan membawa keris itu tanpa sepengetahuan Ayah. Ayah yang mengetahui hal itu menjadi marah dan panik.

Ia merasa bahwa keris itu adalah miliknya dan tidak mau melepaskannya. Ia merasa bahwa keris itu adalah sumber kekuatannya dan kebahagiaannya. Ia juga merasa bahwa keluarganya telah mengkhianatinya dan ingin mengambil keris itu darinya.

Ayah mengejar keluarga dengan mobilnya. Ia berniat untuk mengambil kembali keris itu dan membunuh keluarganya. Ia tidak peduli dengan bahaya dan resiko yang mengancamnya. Ia hanya terobsesi dengan keris itu dan kutukan yang menguasainya.

Ayah berhasil menemukan keluarga di rumah kakek mereka. Ia menyerang mereka dengan brutal dan kejam. Ia membunuh Ibu dan anak-anaknya dengan keris itu tanpa ampun.

Ia juga membunuh beberapa kerabat dan tetangga yang mencoba membantu dan mencegahnya. Ia menjadi seperti binatang buas yang tidak kenal belas kasihan.

Keluarga tidak bisa melawan Ayah yang sudah gila dan kuat. Mereka hanya bisa berteriak dan memohon belas kasihan. Mereka meratapi nasib mereka yang tidak berdosa. Mereka juga menyesali keputusan mereka yang salah. Mereka seharusnya tidak membawa keris itu ke Jakarta.

Mereka seharusnya tidak mengganggu keris itu yang sudah tenang di rumah kakek mereka. Mereka seharusnya tidak menantang kutukan yang sudah tertulis di keris itu.

Kutukan itu berbunyi:

"Siapa pun yang memiliki keris ini, akan menjadi gila, haus darah, dan haus kekuasaan. Siapa pun yang dicintai oleh pemilik keris ini, akan mati dengan cara yang sadis dan mengerikan.

Siapa pun yang berani mengambil keris ini dari pemiliknya, akan mendapat murka dan balas dendam dari roh keris ini. Hanya Ki Ageng Surya yang berhak memiliki keris ini, dan keris ini akan kembali ke tangannya suatu hari nanti."

Ayah merasa puas dan senang setelah membunuh keluarganya. Ia merasa bahwa ia telah membalas pengkhianatan mereka dan merebut kembali kerisnya. Ia merasa bahwa ia telah menjadi penguasa dan pemenang. Ia merasa bahwa ia telah mengalahkan kutukan dan nasibnya.

Ayah berdiri di tengah-tengah mayat-mayat yang berserakan dengan keris di tangannya. Ia tertawa terbahak-bahak dan menatap keris dengan penuh cinta dan bangga.

Ia merasa bahwa keris itu adalah teman dan keluarganya yang sejati. Ia merasa bahwa keris itu adalah jiwa dan hidupnya yang sebenarnya.

Ayah tiba-tiba merasakan sesuatu yang menusuk dadanya. Ia terkejut dan menoleh ke bawah. Ia melihat bahwa keris itu telah menembus jantungnya. Ia melihat darah mengucur dari lukanya. Ia melihat keris itu berkilau dan bergetar. Ia melihat keris itu tersenyum dan mengejeknya.

Ayah menyadari bahwa ia telah tertipu dan dipermainkan oleh keris itu. Ia menyadari bahwa keris itu adalah musuh dan pembunuhnya yang sebenarnya. Ia menyadari bahwa keris itu adalah kutukan dan nerakanya yang sejati.

Ia menyadari bahwa ia telah kehilangan segalanya dan tidak ada yang tersisa untuknya.

Ayah merintih dan menangis. Ia memohon ampun dan belas kasihan. Ia menyesali perbuatannya yang keji dan bodoh. Ia menginginkan kembali keluarganya yang dicintainya.

Ia menginginkan kembali hidupnya yang sederhana dan bahagia. Ia menginginkan kembali kakeknya yang waras dan bijaksana.

Tetapi, semua itu sudah terlambat. Kutukan itu tidak bisa dibatalkan. Keris itu tidak bisa dilepaskan. Ayah tidak bisa diselamatkan. Ia hanya bisa menunggu ajalnya yang segera tiba.

Ia hanya bisa menunggu roh keris itu yang akan mengambil jiwanya. Ia hanya bisa menunggu Ki Ageng Surya yang akan mengambil kerisnya.

Ayah merintih dan menjerit kesakitan dan penyesalan. Ia mencoba melepaskan keris itu dari dadanya, tetapi sia-sia. Ia mencoba memanggil dan meminta maaf kepada keluarganya, tetapi terlambat. Ia mencoba berdoa dan memohon ampun kepada Tuhan, tetapi percuma.

Ia merasa bahwa ia telah dihukum dan dikutuk untuk selamanya.

Ayah jatuh dan tergeletak di lantai. Ia melihat wajah-wajah keluarganya yang pucat dan berlumuran darah. Ia melihat mata-mata mereka yang kosong dan dingin.

Ia melihat ekspresi-ekspresi mereka yang penuh dengan ketakutan, kesedihan, dan kebencian. Ia merasa bahwa ia telah menyakiti dan menghancurkan mereka.

Ayah menutup mata dan menghembuskan napas terakhirnya. Ia meninggal dengan penuh dengan luka dan dosa. Ia meninggal tanpa ada yang mencintai dan mengasihinya. Ia meninggal tanpa ada yang mengenang dan menyayanginya. Ia meninggal sebagai orang yang paling malang.

Di saat yang sama, di tempat yang jauh, di sebuah makam yang terlupakan, sebuah keris tua berkilau dan bergetar. Keris itu melepaskan diri dari kuburan Ki Ageng Surya, empu pembuatnya. Keris itu terbang menuju langit, mencari jalan pulang.

Keris itu tersenyum dan mengejek. Keris itu merasa bahwa ia telah menang dan bebas. Keris itu merasa bahwa ia telah membalas dan mengambil kembali miliknya.

Keris itu bernama Keris Pusaka Naga Sakti, yang konon memiliki kekuatan magis dan mistik yang luar biasa. Keris itu adalah sumber malapetaka dan kengerian bagi siapa pun yang memilikinya. Keris itu adalah kutukan dan neraka bagi siapa pun yang dicintai oleh pemiliknya.

Keris itu adalah murka dan balas dendam dari roh keris itu. Keris itu adalah hak dan milik dari Ki Ageng Surya, dan keris itu akan kembali ke tangannya suatu hari nanti.

SEKIAN
close