Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

MAKAM WASIAT IBLIS (Part 2)


JEJAKMISTERI - Angin sejuk menampar wajah, ekor angin menggoyangkan rerumputan dan ilalang dipadang menurun, biduan ranting bernyanyi merdu memadukan dengan harmoni alam yang bersetubuh. Mentari merambat malas di dedaunan tinggi, kadang malu-malu bersembunyi di mega-mega yang berjalan lambat nakal menggoda diantara mekarnya bunga-bunga rerumputan dan indahnya tarian kupu-kupu kecil yang menghiasi bunga sambut hari.

Makam wasiat iblis dibuat oleh para kyai sepuh tanah jawa dan beberapa dari pulau andalas dan borneo, dulu konon ada pertempuran sengit disekitar pegunungan arjuno welirang dan penanggungan antara para kyai serta santri-santri pilihan dengan persekutuan para dukun sakti, juga melibatkan pertarungan alam gaib. Para kyai sepuh dibantu pasukan jin-jin santri sedangkan para dukun sakti bertentarakan para setan, siluman, iblis, dan semacamnya sebagai pasukan pendukung dalam pertempuran itu.

Sampai pada akhirnya para kyai dapat menumpas dukun-dukun sakti itu dan mendapat kitab wasiat iblis dari tangan para dukun-dukun tersebut.
"kitab wasiat iblis" adalah sebuah kitab yang berisi mantra-mantra pembangkit anak cucu dajjal yang terkubur diperut-perut bumi.
Dengan membaca mantra-mantra yang tertera dalam kitab itu disertai ritual maka bisa membangkitkan anak cucu Dajjal yang ada disekitar tempat pemujaan tersebut yang telah ditentukan sebagai tempat kebangkitan dari para anak cucu dajal, ritual persembahan tumbal biasanya dilakukan pada waktu bulan purnama pada malam jum’at kliwon.

Setelah dapat mengalahkan para dukun sakti dan menangkap bala tentara pasukan setan, para kyai membuatkan makam untuk kitab wasiat iblis dan para tentara setan dalam dua makam.
Yang satu peti untuk kitab wasiat iblis dan satunya lagi untuk bala pasukan iblis dalam satu peti, letak makam satu dengan satunya lagi diletakkan dua tempat yang berbeda.

Menuruni padang ilalang menurun membuat perut jelitheng bertabuhan, keringat mulai membasah lemaskan urat mata kaki.
jelitheng ingat kentang ajaib pemberian hulu balang istana gua ogal agil yang masih tinggal satu, ya kentang ajaib, yang bisa membuat kenyang tiga hari tanpa makan walau menempuh perjalanan jauh, jelang sore mereka pun beristirahat pada sebuah tempat yang rindang,.

Gus Shidik mengamati sekitar dan berdiam sejenak lalu melangkah lima langkah kedepan, setelah itu mencongkel sebuah pohon besar dan air memancar jernih dari batang pohon besar itu, seperti air padasan kuno di desa-desa (padasan = tempat air wudhu) lalu meminumnya sekaligus dibuat wudhu, jelitheng pun mengikuti, ikut meminum dan berwudhu, setelah selesai anehnya air itu berhenti memancar, sungguh takjub di buatnya nalar jelitheng untuk berpikir mengetahui apa yang sebenarnya terjadi pada air mancur dari pohon itu, hingga dia bergeleng-geleng berguman “subhanaalloh” dalam hatinya.

Merekapun sholat berjama’ah bersama,,

Akhirnya rasa lapar jelitheng yang dari di tahan dari tadi, kini terobati oleh kentang ajaibnya, sedangkan gus shidik mengaji dikeremangan beranjak malam, tanpa penerangan beliau terus melafal ayat-ayat suci dengan merdunya, begitu hari kian gelap kunang-kunang satu persatu datang menempel pada pilipit kitab suci, dan teranglah kitab suci itu seperti mendapat penerangan lampu hingga huruf-huruf Al qur'an terang oleh ribuan kunang-kunang yang menempel pada tiap pinggirannya, yaa hanya menerangi kitab itu saja..
Jelitheng kian heran nan kagum dengan tontonan didepan matanya, takjub dengan pancuran air dari pohon, takjub dengan kunang yang menerangi saat beliua gus shidik mengaji,
begitu hebat abahnya aisyah ini, benak jelitheng melayang-layang lagi pada sosok cantik nan sederhana yang juga memiliki kepandaian diatas rata-rata.

Jelitheng pernah melihat dia mengobati seorang remaja putri yang kena santet lantaran menolak cinta anak seorang dukun sakti dari kawasan puger, dan aisyah pun membuat perhitungan dengan dukun tersebut walau dengan jarak jauh, yang akhirnya membuat dukun itu tak menyantet atau meneluh lagi dan bertobat karena bisa ditaklukkan si aisyah.

Pernah juga pada suatu waktu itu jelitheng dan aisyah jalan-jalan berdua, berjalan kaki ngobrol ngalor ngidul sambil becanda tanpa habis sepanjang perjalanan. Ketika ada orang gila aisyah langsung menempeleng kepala orang gila itu dengan gemas dan senyam-senyum, anehnya orang gila tersebut tidak lah marah tapi mala tersenyum dan menunduk mencium tangan aisyah dan kemudian si aisyah menyuruh mandi di musholla atau masjid terdekat, juga memberinya uang untuk ongkos pulang kerumah atau kampung orang gila tersebut, dan anehnya dia menurut, lalu mengucapkan terima kasih karena diingatkan arah jalan pulangnya, dan itu dilakukan tidak dengan satu atau dua orang gila tapi, dalam hitungan waktu berjalan dengan jelitheng sepuluh orang gila yang dia tempeleng kepalanya dan sembuh seketika.. waooouuw hebat keren.. kata jelitheng tapi dia (aisyah) hanya nyengir lalu minta diajak makan tempe penyet kesukaan nya.

Malam terus menyempurnakan maksud alam,, suara-suara tembang kegelapan membawa jelitheng larut dikeheningan, angin memojokkan disudut dingin, menyelimuti dengan rasa kuasanya di sekujur tubuh mengkirab suasana alam malam.
Alunan ayat suci gus shidik telah berhenti, dan kunang-kunang itu telah menebar pulang pada sarangnya masing-masing,,

Ada sebuah makam tak jauh dari sini "kata Gus Shidik" itu kata kunang" yang ikut ngaji tadi "Gus Shidik menambahi"
Wadu... berarti kunang-kunang tadi adalah...?? belum rasa penasaran jelitheng terjawab,, gus shidik sudah mengajak mengamati dan meneliti untuk melihat makam itu seperti apa yang diutarakan oleh si kunang-kunang yang mana merupakan jin santri penyerupa kunang-kunang tadi.

Mereka pun menyurusuri dengan panduan kunang-kunang, tak seberapa lama, ada hawa kuat menutupi rerimbunan pohon-pohon yang menutup seperti pager betis atau dinding berlapis kabut dengan tebalnya hingga seperti putaran lingkaran hawa gaib yang kuat,
Inikah salah satu makam itu kata “jelitheng dalam hati”

Kabut menutup pandangan arah depan mata, rapat barisan pohon semakin terlihat angker menyelimuti.
Mereka berdua berdiam mengamati dengan seksama sekeliling area rerimbunan itu, tak beberapa lama kelebatan-kelebatan bayangan-bayangan putih mulai unjuk gigi, jelitheng ini salah satu makam yang kau cari, ada ditengah-tengah rimbunan pohon didalam sana,,” kata gus shidik “tapi para penjaganya tak mengijinkan kita masuk kedalamnya,. lihatlah begitu rapat dan ketat penjagaan nya “kata gus shidik lagi”

aku harus masuk kyai untuk memastikan apakah memang benar adanya ini salah satu makam yang di amanahkan kyai langitan kepadaku “kata jelitheng“.. kita coba komunikasikan dengan para penjaga-penjaga yang ada di depan itu., "kata Gus Shidik".

Beliau maju beberapa langkah mencoba berkomunikasi, putaran kabut semakin jelas hawa gaib bertambah dashyat, jelitheng mulai melihat barisan pasukan berjubah putih dan bersorban menutup rapat didepan mata. Ooh.. ternyata dijaga pasukan para jin santri tidak seperti kata dewi cempaka putih yang katanya dijaga oleh pasukan iblis yang jahat-jahat.,

Gus Shidik masih berkumunikasi agar diperbolehkan masuk ke area makam itu.
jelitheng masih berada dibelakang beberapa langkah dari beliau (gus shidik), tiba-tiba ada angin yang membungkus mereka berdua, dalam dua kurungan, jelitheng masih bisa melihat angin yang membungkus gus shidik, tetapi beliau diam dan tenang tak bergerak sedikit pun.

Sedangkan jelitheng berusaha melepaskan diri dari pusaran angin yang membungkus dengan segala upaya, tapi semakin di kerahkan tenaga semakin lemas tenaganya tersedot angin, sampai akhirnya ada bisikkan "Gus Shidik" JANGAN DILAWAN CAH GENDENG, TENANGLAH.. BIARLAH ANGIN INI MEMBAWAMU PERGI..

Tak seberapa lama mereka pun terpulas angin dan terbang, seperti dalam liff tabung kaca dimall-mall atau hotel bintang lima, mereka terangkat terbang tinggi menembus kabut'kabut barisan pasukan penjaga jin dan akhirnya turun disuatu area agak lapang penuh dengan dedaunan kering ditanahnya, mungkin dengan kasat mata kita hanya melihat tanah penuh dengan serakan daun kering tapi jika dilihat mata bathin ada sebuah tanah yang tertindih lempengan batu, dan jika didengar dengan seksama maka akan terdengar jeritan, tangisan, dan lolongan yang menyayat mengerikan minta keluar, juga cukup meremangkan bulu kuduk.

Inilah makam para iblis yang tertangkap waktu terjadi pertempuran waktu itu kata "gus shidik" jelitheng pun manggut-manggut berarti aman, katanya dan para penjaganya dari kaum jin-jin putih alias baik yang begitu taat dalam menjaganya dari gangguan,
tidak seperti yang diberitakan oleh para kaum gaib sebelumnya yang terberitakan tentang ketidak benaran dalam menyampaikan sebuah penuturan sebenarnya, jika tidak dilihat sendiri.

Lalu jelitheng bertanya kepada "gus shidik" terus untuk makam wasiatnya kyai,, sebentar ku bertanya pada para kepala penjaga makam ini, “jawab gus shidik”
Tak berselang lama gus shidik berkata.. mereka tidak tahu,, mereka hanya bertugas menjaga makam yang ini saja agar tak dibongkar oleh orang-orang atau sekutu para iblis, dan barang siapa yang bisa membuka juga membebaskan para iblis tawanan itu maka, mereka para iblis akan menjadi pengikut setianya untuk kemusrikan dan kemurtad an selama-lamanya.

Gus Shidik lalu berkata kepada jelitheng
“mereka yang berada disini para penjaga sudah menjadikan dirimu teman atau saudara, seperti aku sudah menjadi saudara mereka, jadi jangan takut kalau kau keluyuran kemari asal jangan melanggar batas-batas yang telah tergariskan syariat kaum kita”.
Injje kyai, terima kasih "jelitheng menjawab"
Ayo kita keluar dari sini, agar yang ditanam didalam makam tak menjerit-jerit terus karena mereka tahu kita golongan manusia suka merasa kasihan supaya membebaskan mereka dan membongkar makam itu..

Akhirnya mereka pun seperti semula masuk naik liff kaca yang tak lain adalah pulasan atau pusaran angin ilmu milik gus shidik dengan sebutan sapu angin atau di sebut juga sapu jagat,
Dengan sapu jagat kita bisa secepat angin untuk pindah dari tempat ke tempat lain yang jauh dengan jarak tempuh singkat..

"makam wasiat iblis"

Sepoi angin suci sepertinya akan abadi mencumbu pepohonan, padang rumput, ilalang dan bebatuan yang pasrah dengan seribu diamnya. Denting-denting melodi alam bertaburkan cahaya keperkasaan sang surya melengkapi harmoni indahnya panorama alam semesta yang hakiki, kidung-kidung sang penari dahan dan ranting terus menebar senyuman pembawa kedamaian hati bagi siapa saja yang melintasi perjalanan suasana alam sejuk ini, dan inilah hidup yang harus disyukuri karena kedamaian hati selalu menyertai tentang keindahan-keindahan penyambung sisa umur yang terus berjalan menepi pada bumi ciptaan yang maha kuasa.

Ada pertemuan ada perpisahan.

Gus Shidik undur diri pulang, karena terlalu lama lelaku nyepinya dan sudah ingin ketemu dengan anak semata wayangnya aisyah, dan beliau pun berpesan agar jelitheng melanjutkan pencarian makam wasiat iblis sendirian, beliau juga berpesan agar jangan takut dengan para lelembut dipegunungan ini meski apapun bentuknya, juga sakti sekalipun, karena jelitheng sudah diberi bekal beliau sedikit ilmu wirit dan sholawat maut untuk para setan yang bermaksud jahat. "Tapi waspadailah para pengikut aliran hitam seperti "dukun" ilmu hitam yang sakti mandraguna. "Kata beliau kepada jelitheng“

Jlitheng pun hanya terdiam ketika mereka saling berpelukan untuk berpisah, sepertinya beliau telah membaca jalan pikiran dan diam jelitheng. "Sudah gapapa meski gak jadi mertuamu tapi kowe (kamu) tetep yang terbaik buat aisyah dan bapak," kata Gus Shidik. 
"Seng ikhlas yo"
"Injjeh Kyai," jawab jelitheng..

Akhirnya jelitheng melepas kepergian gus shidik dengan diam dan keterharuan bapak dan anak yang dipertemukan dengan singkat yang kini harus berpisah kembali, gus shidik melangkah hanya beberapa depa ke depan sudah terpulas angin dan hilang dari pandangan jelitheng, kini jelitheng sendirian mencari satu makam lagi dan memastikan aman dari gangguan tangan-tangan jahat.

Sinar surya sudah diubun-ubun tapi panasnya terbentur sejuk hawa pegunungan, sendiri jelitheng menapaki jalan belukar melingkari gunung welirang menuju ke penanggungan dan dengan sedikit pemberian ilmu wirid untuk pejalan kaki dari gus shidik yang digunakan, tiba-tiba kaki jelitheng serasa dingin ketika melangkah, seperti melayang diudara dan terhindar perih dari batu-batu tajam dan duri-duri belukar.

Tak terasa sudah sampai dikaki penanggungan tepatnya didesa tamiajeng
Tanpa pikir panjang mata jelitheng jelalatan mencari warung atau kedai yang bisa menambal rasa laparnya yang bertalu-talu, diujung kampung ada sebuah warung, langsung saja jelitheng memesan dua piring nasi pecel,, satu es teh dan satu air putih, mak pemilik warung pun langsung bertanya, "mana temannya nak ??," "masih dibelakang mak," jawab jelitheng singkat.
Begitu lahapnya dua piring nasi udah habis, dan pemilik warung bertanya lagi. "lho temannya mana, kog dihabiskan semua,,," dengan cengar-cengir jelitheng menjawab seadanya "salah jalur kali mak atau langsung kepuncak, dan tertawa," sambil elus-elus perutnya kekenyangan, jelitheng pun pamit minta kebelakang dan begitu lihat bak mandi penuh air jahilnya kumat ingin berendam, dengan ketawa-ketiwi sendiri dia lucuti semua baju, celana dan langsung menceburkan diri dalam bak mandi, dan berguman seraya senyam-senyum sendirian “seger tenan”.

Senja mulai turun pada ranting dan dedaunan menyelam diufuk barat tempat peraduhannya, menapaki jalan hutan mahoni memutar bukan kearah puncak. Malam menjemput ketika jelitheng sudah didalam hutan. Hutan mahoni suguhkan suasana mengerikan, suara angin pada daun kering ditanah bagai langkah serombongan pasukan kalah yang menyeret kaki dan merintih memiluh. Seketika senyap lagi suara-suara alam malam berhenti seakan tahu ada yang datang. Dari atas pohon mahoni ada suara tawa kecil berpindah-pindah, kemudian megelegar dan mengecil lagi, tawanya kadang seperti perempuan, anak-anak kecil, seperti lelaki kadang juga seperti raksasa yang begitu dekat sekali hingga nyaris ditelinga,
lalu senyap lagi, kali ini jelitheng yang tertawa, untuk memancing si pemilik tertawa keluar menampakkan diri.

"kwakwakakakakakakaaa"..

Dari jauh kian mendekat dan mendekat tawa itu terdengar lagi, semakin dekat bertambah keras suaranya, bulu tengkuk jelitheng mulai dingin meremang dan jelitheng tertawa lagi walau rada menciut nyalinya, tiba-tiba ada angin menyapu dedaunan kering yang menimbulkan suara kemerasak seperti halnya si kunto datang menemui jelitheng, jelitheng berpikir kunto yang datang lagi ingin mengajak becanda dengan jelitheng, tapi baunya bukanlah si kunto.
Si kunto memakai parfum berbau cendana kesukaan nya, tapi ini berbau pesing menyengat seperti toilet yang ratusan tahun tidak disiram bercampur wangi menyengat bunga kuburan kamboja.

Jlitheng terdiam, melipat tangan dipunggung menyiapkan sesuatu kalau, kalau ada serangan dari makluk tertawa ini, dan.... Kini dihadapan jelitheng duduk makluk sebesar kuda nil babon, matanya sipit memejam dan berlinang, karena tertawa cekikik an, kepalanya bulat berkuping lebar, gundul tapi ada kuncrit sedikit pas diubun-ubunya,, perutnya menggentong besar kaki tangannya pendek bulat bulat kayak teletubbies, bibirnya merah menyala, selayak bergincu tebal, mukanya berpupur tebal warna putih, berkulit tubuh coklat dan bercawet putih kumel, seperti kain kafan kuburan yang lusuh dan bertanah usia ratusan tahun.

"SETAN TERTAWA" guman jelitheng mengenali sosok yang menghadang jalannya, setelah mengetahui, jelitheng pun ikut tertawa bersamanya, agar tak diganggu olehnya, jika ada orang yang bertemu dengannya dan takut, maka dia (setan tertawa) akan mengejarnya bisa berupa apa saja yang menakutkan, sampai orang itu terkencing-kencing ketakutan, baru dia terpuaskan, tapi kalau yang ditakuti langsung pingsan dan belum ngompol, dia akan mengerjain terus menerus sampai benar-bener orang itu ngompol, baru dia akan pergi dengan sendirinya.

Rapat malam mulai berkabut, sudah menjadi tradisi penanggungan suka bermanis-manis kabut menipiskan kulit akan dingin. Setan tertawa masih tetap diposisinya, tertawa cekikikan tebar suasana mengerikan membungkus malam yang kian dingin dan menakutkan.
Jelitheng jadi tertawa beneran melihat tampang makluk didepannya terpingkal-pingkal sambil pegangi perutnya, sampai akhirnya dia (setan tertawa) diam dan dengan senyum berkata "kulo dermo" (saya dermo) "njenengan sinten" (kamu siapa), dengan masih senyum jelitheng pun menjawab."kulo jelitheng" (aku jelitheng) dan tiba-tiba tawanya meledak lagi, sampai para jangkrik dan serangga malam berhenti menembang, senyap seketika seperti ketika setan ini datang pertama tadi memperdengarkan tawanya,
Dengan masih tertawa lebar-lebar dan berdiri pergi kearah gulitanya malam sambil berkata,, "jelitheng.. hahahahahahaha... jelitheng kwakakakakaaa.. jelitheng xixixixixi... jeliteng.. jiaahahakakakakaaa.. dan diulang-ulang sampai suara tawa itu hilang lenyap sama sekali.
Tinggal jelitheng sendiri dengan cengar-cingir mengingat pertemuan dengan setan tertawa tadi..

Kemerasak daun-daun kering yang terinjak seperti tangis para bayi-bayi malam tak beribu berselimut jelaga-jelaga pekat ingin segera minggat mencari kehangatan kasih sayang, temaram cahaya separoh bulan menerobos ranting dan dedaunan digoyang angin lamat-lamat hidung jelitheng mencium aroma kemenyan dan dupa.,, di ikutinya arah dari bebauan di balik semak-semak pohon itu, ada orang memuja pikir jelitheng dan dengan spontan jahil dan tengil jelitheng seketika kambuh,
“kerjain aaach” kata jelitheng dalam hati, dari balik semak bebauan itu semakin menusuk hidung tanda sebuah pemujaan pada iblis semakin dekat, semilir angin mengarah semakin terasa aromanya, sampailah pada suatu tempat batas rerimbunan pohon,, sejenak jelitheng mematikan denyut jantung nadi dan nafasnya agar kehadirannya tak diketahui, karena yang di ketahui mereka sangat peka telinga serta penciumannya, dan penjaga pemujaan atau yang dipuja biasanya lebih tahu dulu kedatangan manusia atau tamu-tamu tak diundang yang mungkin akan mengganggu jalannya pemujaan.

Dan ketika jelitheng matikan denyut kehidupan dalam tubuhnya, mereka (para lelembut) akan menganggapnya sebagai sebangsanya, jelitheng pun kini akan bebas bergerak selagi manusia sang pemuja tak melihatnya langsung, jelitheng menempatkan pada posisi dibelakang semak sedikit diapit pohon, tempat strategis untuk ngintip dikeremangan sinar separuh purnama, ada seorang wanita cantik, dia duduk bersimpuh didepan sebuah lempengan batu besar pas dibawah pohon pembatas, lalu dia bangkit menambah bakaran kemenyan setelah itu dia menari-nari erotis seraya komat-kamit entah apa,, tak kterdengar dengan pasti lalu menanggalkan helai demi helai pakaian nya dengan terus menari leliuk liuk erotis membangkit nafsu bangsat diantara dua kaki lelaki yang memandang adegan ini,. sampai akhirnya polos tanpa sehelai benang pun melekat ditubuhnya, rambutnya digerai lepas terurai..

Tariannya semakin erotis, menyempurnakan malam ditemaram separuh bulan geliat tubuhnya yang aduhai nan sintal plus putih pualam menyala-nyala dalam malam, tak seberapa lama ada tiupan angin turun dari atas pohon meliuk-liuk dilempengan batu, dedaunan kering ditanah tersapu bersih oleh tiupannya, maka perlahan-lahan berubahlah liukan-liukan angin seperti kabut tersebut jadi sebuah bentuk lelaki ganteng nan gagah selayak seperti david beckham, bertelanjang dada dan begitu berisi otot-ototnya nan bidang, berambut setengah gondrong.

Dalam semak-semak jelitheng mempertajamkan mata bathinnya, membukanya lebih dalam serupa apa dia sebenarnya...??? keringat mulai mengucur dari kepalanya dan, tampaklah sekarang sesungguhnya bukan lelaki ganteng lagi,, tapi iblis yang menyerupai seekor ular jenis puspa kajang besar, mendesis ngiler melihat sosok tubuh molek tanpa sehelai benang menari-nari erotis didepannya.

Ular puspa kajang adalah sejenis sanca pohon yang bisa berumur ratusan tahun, bisa menelan manusia, babi rusa, kijang dan lain-lain dari atas pohon dalam berburu, jenis ini hidup mengantungkan diri pada pohon-pohon dan berkamuflase serupa batang-batang pohon yang berlumut nan lembab,
Mempunyai pengait didaerah dubur dan alat kelaminnya, serupa jalu pada ayam jago

Dengan bernafsu berlipat-lipat lelaki itu (siluman ular) menyambar tubuh cantik itu dalam rengkuhannya dan mencumbui penuh nafsu, dalam mata tak berkedip, jelitheng ingin rasanya menjahili percumbuan mereka, satu butir tanah sebesar biji tasbih sudah di siapkan tuk menyentil, tetapi tiba-tiba seketika itu tubuhnya tak bisa di gerakkan sama sekali, tangan kaki kaku tiba-tiba, dan bau bunga kamboja dengan pesing samar-samar tercium dihidung jelitheng dari lima menit tadi.

Jelitheng mencoba melepas kekakuan itu, semakin dicoba semakin seperti terikat,
tiba-tiba ada bisikan diiringi tawa kecil "di tonton wae iki hiburan" (ditonton aja ini rekreasi). waduh "dermo" guman jelitheng dalam hati, yang telah mengikatnya dengan ilmu "pengikat urat tubuh”,
Dalam hati jelitheng memaki-maki "semprul kecoak bunting, kudanil mlarat", kapan dia datangnya apa dia lebih dulu disini dari pada aku, apakah adegan ini yang membuatnya meninggalkanku tadi tanpa menjailiku dulu “kata jelitheng dalam hati”.

Iring-iringan angin malam menggugurkan daun dan kelopak kecil bunga mahoni, seakan seperti menaburi bunga dari angkasa di persetubuhan malam ini, cumbuan sang ular siluman, menyala-nyala bagai lelehan lahar yang dimuntahkan gunung, menguyur dan melumat habis di rengkuhannya, desah nafasnya menyatu, peluh hangat membasah menimbulkan suara-suara aneh ditelinga bikin gak betah ingin ikut bersamanya.

Dermo disamping jelitheng meleleh liurnya kadang ditelan lagi, sambil pegangi selakangannya yang berbungkus kain kafan, seolah-olah ingin lepas dari belenggu cawetnya, entah sudah basah atau tidak, tak terlihat dengan pasti, tak jauh dengan nasib si jelitheng bengkak diselakangan ingin dimuntahkan.
Persetubuhan masih menempel dilensa bening mata jelitheng suara kokok sang jantan hutan menyudai pergumulan itu, si perempuan terkulai lemas mendessa tak ingin dilepas, sang lelaki puas bangkit dengan senyum menawan, bikin si perempuan semakin tak mau ditinggalkan.

Pagi menjemput sang mentari telanjang, merambat pasti pamer kekuasaannya, para biduan ranting menari dan bernyanyi menghiasi seiring pagi yang mulai meninggi., tubuh perempuan itu masih tergeletak lelah kenikmatan dalam peraduan persembahan tadi malam, dermo sudah menghilang dan tubuh jelitheng masih kaku ditangan dan kaki.

Tubuh indah itu terkulai bangkit seiring tangan dan kaki jelitheng mulai dapat digerakkan, "sompret dermo" maki jelitheng dalam hati. "awas kalau nongol lagi tak telanjangi dari cawetmu biar jadi setan menangis kau“, umpat jelitheng sambil menetap tak beranjak dari semak, takut ketahuan.

Dengan senyam-senyum perempuan itu beranjak dari tempat pemujaan, berubah layaknya seorang pendaki turun gunung, dan jelitheng mengamati dengan seksama, ternyata tak begitu cantik tapi putih bersih dan body mulus licin nan bohai kasep.
Setelah menghilang dari pandangan, jelitheng keluar dari semak-semak itu meregangkan dan melemaskan otot-otot yang bikin jengah diantara semua persendian akibat terikat urat tubuh ulah si dermo membuat serasa mati rasa kesemutan di seluruh badan yang pada kaku semaleman lihat bokep nyata adanya.

Sebelum jelitheng pergi dia mengambil empat buah batu kecil dan kemudian sambil komat-kamit khusuk membaca doa-doa dan ditaruhnya ke empat batu itu ditiap sudut batu besar lempengan pemujaan persetubuhan tadi, dalam bathin jelitheng agar kapok nanti kalau dia datang lagi dan melakukan persetubuhan di tempat itu lagi, dan akan terbakar selakangan mereka berdua pastinya. "Lalu jelitheng ketawa kecil"

Pulas menemani disisi barat lereng penanggungan bermimpi indahnya dunia dengan makan nasi bermacam-macam sayur dan lauk menanti, seolah lupa kalau hari mulai berganti senja, jelitheng terjaga, bau nasi hangat berbungkus daun pisang menabrak hidungnya, sekira hanya mimpi ternyata ada dua bungkus nasi tergeletak disamping nya, mengepul sedap, sambel trasi dan ikan bakar seakan mengelepar lepas dalam bungkusnya minta dibuka.

Dengan masih tak percaya, jelitheng mencoba kucek-kucek mata, mimpikah atau beneran, lalu menyentuh l, "hangat," gumannya.. kiriman kunto, dermo atau siapa nii?? Kemudian jelitheng bangkit memandang sekeliling, tak ada siapa-siapa. "aaaach persetan, disampingku berarti disuguhkan untukku". Guman jelitheng lalu dengan rakus memakan nasi bungkus itu "koq tau ya,, kalau makanku banyak, disiapin dua bungkus lagi," pikirnya sambil mengunyah. Dalam sekejap lenyaplah nasi dua bungkus jadi penghuni perut jelitheng, dengan sendawa berat, lalu tersenyum sambil memegang perut yang serasa kenyang.

Dari atas lereng jelitheng mendengar suara kaki melangkah ringan menyentuh dedaunan dan rumput, dan tak seberapa lama tampaklah nenek-nenek mengendong sebongkok kayu bakar. Dengan senyum ramahnya beliau menyapa jelitheng "assalamuallaikum cu...." "allaikum salam nek," jawab jelitheng sambil meraih tangan dan mencium tapi beliau dengan cepat menariknya, tiba-tiba beliau nyeletuk "jelitheng kan" sama dengan nenek item, lalu tertawa memamerkan deretan gigi yang mulai menghitam karena kebanyakan nginang (susur), belom terjawab rasa heran jelitheng pada nenek ini, kog tahu kog tahu namaku.. padahal hanya gus Shidik yang ku temui ditempat sunyi ini,, “membatin jelitheng dalam hati “ kemudian beliau nyeletuk lagi.. 

"Wala wala wele... seneng aku makanan nenek dihabisin ama bungkus-bungkusnya" sambil tertawa hehehehe. Jelitheng pun nyolot juga "emang kambing makan daun pisang," sang nenek pun ketawanya makin kenceng., dan terpingkal-pingkal mendengar jawaban dari jelitheng.

"kan kamu kayak kambing bandot.. liat monyet betina pakai bedak aja pengen nyosor," kata nenek sambil tertawa.
jelitheng pun hanya cengar cengir ikut tertawa juga mendengar jawaban sang nenek yang begitu lugas,
"Jadi ini tadi punya nenek, maaf nek tak habisin, aku pikir ini kiriman teman aku nek"
kata jelitheng memelas agar dikasihani dan tidak dimarahi.
"ra, po.. po.. cu,, kowe iku cucuku dewe soko anak angkatku si shidik (tidak apa apa cu,, kamu itu cucuku sendiri dari anak angkat nenek si shidik)" 
"Oooh.. jadi nenek masih Ibunya Gus Shidik toh.. maaf nek tidak tau" kata jelitheng lagi,
"Wis.. wis.. Shidik ngomong nang nenek bakalan ketamuan kowe,, jarene jenengmu jelitheng isik ono turun temurun ne sing podo karo nenek..(sudah-sudah Shidik ngomong ke nenek akan ketamuan kamu, katanya namamu Jelitheng masih ada keturunan yang sama dengan nenek).

Kini langsung jelitheng pegang tangan nenek itu dan menciumnya sekaligus sungkem dihadapan nenek itu. Dan si nenek pun menepuk-nepuk punggung atas jelitheng dan seketika ada hawa hangat bersemayam dan menyebar perlahan keseluruh tubuh jelitheng, membuat tubuhnya semakin ringan hingga rasa pegal-pegal seketika musnah dan hilang, rupanya sang nenek menambahkan hawa murni kedalam tubuh si jelithang dengan menepuk-nepuk pundaknya saja.

"Wis-wis nenek balik sik wis sore.. wis nang lanjutno tugasmu.. pesen ne shidik lek wis rampung tugasmu kowe dikongkon langsung nan tebu ireng ae (sudah-sudah nenek pulang sudah sore,, sudah lanjutkan tugasmu,, pesan shidik kalau udah selesai tugasmu, kamu disuruh langsung ke tebu ireng).

"Injjeh nek.. (iya nek)"

"wis nenek balik sik.. oh yo ati-ati,, demit ulo koyok e mangkel karo kowe",, hehehehe.. (udah nenek balik dulu.. oh ya hati-hati, siluman ular kayaknya marah ama kamu,, hehehehe)

bismillah tawasalnah illah,,, bismillah.. bismillah.. bismillah..bbismillah waqkilhadi rassulillah.. bismillah.. bismillah.. bismillah.....

Itulah tembang nenek waktu menuruni lereng sebelum meninggalkan jelitheng dan dengan pesan "ojo wedi lan gentar opo ae wujud e demit iku sik mulyo menungso koyok awak e dewe,, sak sakti saktine demit,, sik sakti kawulone kanjeng nabi muhammad saw, yo podo., ciptaane gusti Alloh taa’ala" (jangan takut atau gentar apapun wujud dari siluman itu masih sempurna manusia seperti kita,, sesakti saktinya siluman masih sakti umatnya kanjeng nabi muhammad saw dan juga ciptaannya gusti Alloh taa’ala).

jelitheng terdiam beberapa saat, menimang-nimang perjumpaan dengan sang nenek yang singkat tapi begitu banyak pelajaran yang beliau diberikan kepadanya., katanya beliau masih ada garis keturunan denganku "dari siapa ya...??? nabi Adam kale" celetuk jelitheng tak mau mikir panjang.. yang penting dianya baik memberiku makan itu sudah kuanggap nenekku sendiri.

Malam mulai beranjak bangkit menebarkan gelapnya, diiringi orkestra seribu serangga menyanyikan tembang-tembang purba kisah tentang malam, jelitheng melangkah naik perbukitan sisi kiri dimana nenek datang tadi, menapak demi setapak dalam suasana sedikit meremangkan bulu kuduk, temaram sinar bulan sedikit menyinari arah langkah kakinya, tiba-tiba hidung jelitheng mencium bau anyir dan lengur keringat ular,,
"bener kata nenek" jelitheng berguman,, rupanya dia mengetahui kalau tempat persetubuhannya aku kerjain, pasti ada anak buahnya yang lapor rupanya” kata jelitheng dalam hati”.

Dan kini jelitheng sudah dikepung ratusan ekor ular mengelilinginya, sehingga langkah kaki jelitheng terhenti. hmmm.. jadi-jadian semua tak ada yang asli, “kata jelitheng lagi“,, tiba-tiba ada suara lantang mendesis. "sopo kowe wani-wani ngangu kesenenganku.. heii cah elek (siapa kamu...??? berani-beraninya nganggu kesenanganku.. hai orang jelek)" ternyata pemilik suara itu adalah siluman ular puspa kajang yang kemarin diintip persetubuhannya dengan sosok wanita yang ingin cepat tenar dengan mempersembahkan tubuhnya untuk di gauli siluman ular tersebut,.

Jelitheng pun menjawab dengan tertawa lebar.. "hahahahahahaha.. elek endi kowe karo aku...?? delok'en rupomu,, ngoco o nang wit-witan iku.. yo iku rupamu aslimu kwakakakakaaa (jelek mana kamu dengan aku...?? lihat lah tampangmu.. bercerminlah ke pepohonan itu, itulah wujud aslimu kwakakakakakaka)."

Dengan mata menyala dan mulut mendesis marah memuncak dia kerahkan anak buahnya untuk menyerang jelitheng, seketika ular yang berjumlah ratusan lebih menyerang jelitheng dengan ganasnya dari segala penjuru arah, tanpa pikir panjang jelitheng mengeluarkan tasbih cendana dalam peraduhannya, seketika udara menjadi harum wangi menebar,, dan dilemparkannya tasbih itu ketanah maka ketika sesampai ditanah, tasbih itu pecah bijinya betebaran kemana-mana dan berubah jadi kodok kecil-kecil yang berlompatan kesana kemari jadi ribuan, dan para ular yang akan menyerang jelitheng berganti haluan mengejar kodok-kodok itu untuk dimakan, jelitheng pun tertawa cekikik'an melihat ular-ular itu berebut memakan kodok-kodok tersebut sebagai umpan.

"hai raja ular.. lihatlah anak-anakmu yang berani menyerang buyutnya ular sepertiku.. dengan cekikikan jelitheng berlantang".
Tiba-tiba ular-ular itu meletus satu persatu dan gosong terpanggang menimbulkan aroma daging terpanggang dan menimbulkan suara seperti mercon tikus-tikusan meledak setelah memakan kodok-kodok itu..
Melihat itu semua raja siluman ular memerah muka melengking murka memerah marah melihat jelitheng yang masih tertawa seperti mengejeknya.

Pertarungan pun tak bisa dihindarkan, gerakan siluman ular meliuk-liuk bagai naga klinting membelah ombak samudra, menderu-deru menimbulkan suara angin yang mendesing, dia terus mengejar kemana jelitheng menghindar, seakan ingin cepat membuatnya terkapar.
Anehnya, gerakan jelitheng kian cepat ketika melompat kesana kemari menghindar serangan siluman ular itu seperti begitu ringan tubuhnya ketika menyentuh tanah, hingga membuat kerepotan sang siluman ular dalam menyerang kesana kemari, sampai pada saat yang tepat ada kesempatan jelitheng memukul dia dengan ilmu rengkah bumi tepat kena bagian ekornya,, siluman ular menjerit mendesis meringis, terdiam menatap jelitheng dengan penuh gemuruh amarah, jelitheng mengambil tasbih cendana yang telah pulang dari bertugas, lalu diputar-putar dengan jari diatas kepalanya, dan seketika itu berubah jadi gulung tali merah membara berputar-putar mencari mangsa, mata siluman kian ganas, siap menerjang dan serangan akan dimulai, dengan cepat jelitheng melepas tasbih yang sudah menjadi gulungan tali api mengarah kearah ke kepala si ular. Siluman ular terkejut dengan kejadian itu, dia melepas selarik cahaya hitam yang keluar dari matanya untuk menghalau gulungan tali bara yang melaju deras kearahnya.

Dan tabrakan cahaya hitam dan merah tak terelakkan diudara, menimbulkan asap mengepul dan suara "BUUUMM"
tali bara api tasbih cendana tertahan diudara melayang-layang tetap berputar, sedang kan larikan sinar hitam lenyap tertelan bara, jelitheng menambahkan tenaga lagi untuk membuat tasbih bara api melesat lagi setelah tertahan selarik cahaya hitam dari mata siluman ular.
Maka jelitheng hentak kan lagi melipat gandakan kekuatan dan seperti tarian api menyambar-nyambar kearah siluman ular, sampai 

Pada akhirnya, tasbih bara itu berhasil mengikat tubuh siluman ular sehingga membuat kelejotan merontah-rontah dan mengerang dengan dasyhat.

Jelitheng berjalan mendekat sambil berkata "Aku gelem ngelepasno kowe asal ojo gawe kawin-kawinan ambek bongsoku, kawinno ambek bongsomu dewe aku ra peduli" (aku mau ngelepaskan kamu asal jangan melakukan persetubuhan dengan kaumku, bersetubuhlah dengan kaummu sendiri).

Dengan sekuat tenaga siluman ular meronta-ronta mengerang, bergulung-gulung berbentuk setengah manusia setengah ular atau layak disebut manusia bersisik dengan terikat bara api tasbih mencekik lehernya yang kian kencang dan sangat-sangat panas hingga bau daging gosong mulai tercium hidung jelitheng,

Lalu jelitheng berkata lagi "KOWE MENENG O, OJO MERONTA OJO NGELAWAN BEN GAK KOBONG AWAKMU" (kamu diamlah, jangan meronta, jangan menentang biar tidak kebakar tubuhmu). Dengan mulut mendesis dia diam.. "BERJANJILAH OJO NGGAWE KAWIN-KAWINAN MANENG, OJO NGGAWE PESUGIHAN SING GAK SEMESTINE TOLAK OPO AE MARANG KABEH PEMUJAHAN PESUGIHAN LEK SIK KEPENGEN URIP BEBAS" (berjanjilah jangan melakukan persetubuhan untuk pesugihan, tolak semua kalau masing ingin hidup bebas).

Siluman ular mengangguk dengan diam, lalu jelitheng menarik tasbih bara api itu dari tubuh siluman ular dan seketika siluman itu terbebas, tertunduk diam..
"WIS SAIKI MULIO... OJO DENDAM KARO AKU" (sudah sekarang pulanglah,, jangan dendam dengan ku) kata jelitheng lagi..

INJJE.... (iya)

"WIS SAIKI AKU TAK NUTUKNO LELAKU KU" (sudah sekarang aku akan melanjutkan perjalananku) kata jelitheng sambil berlalu...

Sayup-sayup malam kian sempurna, bertakbir suara-suara tentram yang suka menimbang tanpa hilangkan kesan gelapnya. Nyiur daun yang menari-nari tertiup angin dan denting ranting bertabuh irama alam malam sudah ternyanyikan ribuan kali bahkan sepanjang jaman.

Tak terasa sisi puncak kiri sudah di tapaki jelitheng, ada sebuah makam disitu, tapi bukan makam WASIAT IBLIS karena tak ada penjagaan dari makluk, makhluk gaib, jelitheng duduk diatas makam itu pandangan nya mengarah lereng sisi kanan.
Gemuruh angin kian menderu-deru, tiba-tiba kabut turun dengan cepatnya dan kelebatan-kelebatan bayangan putih diiringi bau bunga melati menebarkan aroma memancing ingin jelitheng segera pingin tau siapa yang akan datang malam ini.

Kabut semakin tebal dan dingin mulai menusuk-nusuk sampai sumsum tulang belulang, aroma melati itu menebar harum bangkitkan khayalan bangsat jelitheng menyentuh ubun-ubun, jelitheng pun beranjak mencari sumber wewangian itu memasuki lingkaran kabut pekat yang melingkari puncak penanggungan, dan ternyata didalam lingkaran kabut lebih hangat dari pada diluar yang dinginnya menusuk-nusuk tulang.
Samar-samar mulai terlihat sebuah bangunan indah tertutup tipisnya kabut, jelitheng terus mendekat lamat-lamat juga terdengar petikan dawai kecapi yang mendayu beriring suara gamelan melembut melenakan sukma.

Kini tampak gadis cantik bermuka sedikit pucat disebuah tempat bertirai selendang tipis tembus pandang memainkan dawai-dawai kecapi dengan begitu mesranya, berpakaian putih ketat tembus pandang dengan lekuk-lekukan tubuh menghangatkan mata,. jelitheng terdiam memandanginya, menikmati semua keindahan yang ada didepan mata, menikmati harumnya, lagu dawai kecapinya, dan indah tubuhnya ketika digerakkan. Diam seribu bahasa berdiri menangkupkan tangan selayaknya khusuk dalam sembayang.

Dan benak ini melayang yang bukan bukan,, "dulu tak secantik ini, begitu lembut, dan halus lelakunya", guman jelitheng,

PUTRI HALIMUN melambaikan tangannya, menyuruh jelitheng masuk dalam ruangannya, harum melati kian terasa, karena semua yang ada diruangan itu bertaburkan bunga-bunga melati.

"HAI... LAMA TAK BERTEMU TIDAK RINDUKAH KAU DENGAN GADIS YANG TERKURUNG DIPUNCAK INI" putri halimun membuka perkataan.

"YA RINDULAH.. KALAU TIDAK TAK AKAN KU MASUK KI,, PERISTIRAHATAN DIRIMU DISINI "kata jelitheng.

Tiba-tiba dia menggeserkan tempat duduknya disamping jelitheng memegang tangannya yang dari tadi tersengat tubuh indah, tak bisa dipalingkan sama sekali.

Tanpa sadar entah siapa yang memulai lebih dulu mereka sudah berpelukan saling memagut bibir bertukar lidah sampai dalam, menikmati belaian dan sentuhan-sentuhan nakal, desahan nafas memacu terburu terbang melayang-layang. Putri semakin bergejolak degup jantung semakin kencang, nafsunya dilepas beringas, tanpa sehelai benang mencumbu bagai ombak garang merayapi pantai.

Dengan terus bergairah putri halimun (dewi kabut) mencumbui dan dengan semangatnya membuka paksa baju jelitheng, bagai srigala lapar mengoyak mangsanya, menari-nari diatas tubuh jelitheng dengan desahan memasung sukma ingin melepaskan semua rasa yang ada, cumbuan-cumbuan semakin memanas. Tiba-tiba ada bisikan memanggil dengan kata "KANGMAS" suara itu tak asing ditelinga jelitheng.. itu suara AISYAH, Bagai tersengat listrik.. Astagfirullah hall azim.. jelitheng mundur melepas pelukan putri dan menyelimuti tubuh sang putri yang polos dengan pakai yang berserakan dilantai.

"Maaf putri bukan maksudku menolak ajakan kesenangan ini tapi mohon maaf lagi aku tak bisa," jelitheng berkata sambil merapikan baju yang berantakan.
"Kenapa...?? kurang cantikkah diriku ini" sambil berlinang air mata karena kecewa.
"Maaf aku tak bisa karena ada seseorang disana dari kaumku sendiri yang berhak dan pantas untuk mendapatkan cinta dan tubuh ini," kata jelitheng sambil memeluk untuk menenangkan kekecewaan hati sang putri.

"Maafkan aku atas kekhilafan tadi dan maaf sekali lagi aku harus undur diri" kata jelitheng lagi, 
Sang putri terdiam dan menggenang air matanya melepas kepergian jelitheng menuruni puncak penanggungan.
[BERSAMBUNG]

*****
Selanjutnya 

*****
Sebelumnya
close