Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

MAKAM WASIAT IBLIS (Part 3 END)


JEJAKMISTERI - Malam kian merasuk, setegar, sekokoh, sekaku, pohon-pohon yang tegak berdiri membisu, batu-batu menunduk tenang dan rerumputan bergoyang tanpa bosan.
Benak berkerejap menimang-nimang apa yang barusan terjadi menjadi suatu buah pikir yang bermunculan dikepala bagai jerawat yang tumbuh subur diremaja yang baru mengerti akan cinta.

Tanpa terasa kaki jelitheng telah mengarahkan langkah pada suatu tempat yang begitu mencekam, begitu senyap dan tubuhnya dihadapkan disebuah perubahan hawa yang jarang-jarang dia alami. Suatu hawa kuat persekutuan gaib dari kumpulan gaib yang beda dari pasar atau kampung setan sekalipun, seperti makam pengurung iblis dilereng welirang arjuno yang di datangi bersama gus shidik beberapa waktu yang lalu.

"Mungkinkah ini makam wasiat iblis" guman jelitheng, lalu dia mencoba membuka mata batinnya untuk melihat, tapi tak terlihat apa-apa, hanya barisan pohon yang rapat dan gelap serta kabut tipis melayang-layang menutup pandangan kedepan. kemudian jelitheng melipat gandakan kekuatan mata sampai setengah tenaga yang dia miliki... tiba-tiba selarik cahaya putih menghantam dadanya hingga dia terpelanting terjerembab mencium tanah.

"Kutu kupret kecoa bunting" maki jelitheng sambil berdiri, ada yang ingin main-main dengan diriku. Kata jelitheng lagi yang kini mulai bangkit bersungut sungut memecah amarahnya,

Langsung tanpa ini dan itu jelitheng hantamkan rengkah angin ketempat keluarnya selarik cahaya putih tadi. Dan BUUUUMM... asap putih mengepul, pukulan jelitheng tertahan sesuatu tameng yang dasyhat., dan tiba-tiba berkelebatan bayangan putih bermunculan diikuti satu bayangan hitam yang berdiri didepan diantara bayangan putih-putih tadi.

Kini dihadapan jelitheng berdiri seseorang dari golongan jin, berpakaian serba hitam dan berikat kepala juga hitam dibelakang beliau berdiri puluhan lelaki berpakaian serba putih. Mereka berhadapan berjarak tak lebih dari tiga meter, mungkin yang pakaian hitam" ini adalah pemimpinnya,” guman jelitheng, berjenggot agak panjang, matanya tajam dan bermuka bersih penuh aura.

"Salah apakah diriku sampai kisanak menjatuhkan tangan jahat kepada ku..." kata jelitheng dengan menahan amarah.

Mereka diam saja dan tetap waspada. Jelitheng melempar tanya sekali lagi "siapakah kalian semua adanya...??? kalian telah menjatuhkan tangan jahat kepadaku jangan salahkan aku.. kalau kalian tak menjawab, aku pun bisa lebih jahat dari pada kalian lakukan tadi" kata jelitheng lagi ketika omongan dan pertanyaannya di diamkan saja oleh sekumpulan orang-orang di hadapannya yang menatap tajam dan dengan teliti.

Dengan tiba-tiba kelebatan bayangan putih telah mengurung jelitheng dalam bentuk formasi lingkaran, dan mereka berputar-putar cepat membentuk suatu pusaran angin yang mengurung dengan sangat cepat. Pertarungan seru tak bisa terelakkan jelitheng memukul barisan pengurung kekiri dan kanan dengan rengkah angin, hasilnya formasi mereka goyah dan sedikit bikin celah dibarisan lingkarannya. Dan saat itu juga jelitheng juga hantamkan dengan rengkah bumi tanpa mereka sadari, maka semakin kocar-kacirlah barisan pertahanan mereka,, larikan-larikan sinar putih ganas mereka kini tak mampu menembus tubuh jelitheng karena jelitheng sudah kerahkan ilmu tameng bumi dan langit untuk menutup serangan mereka. Satu persatu mereka dapat jelitheng robohkan dengan memberi tanda cap telapak tangan ditubuh mereka, itulah tanda dari ilmu rengkah bumi jika dipukulkan selalu membekas telapak tangan pada apapun yang terkena pukulan itu dan seperti hangus.

"MUNDUUR......" tiba-tiba suara orang yang perpakaian hitam-hitam melantang yang dari tadi hanya menonton.

Kini jelitheng dihadapkan pada sosok berwibawa dari kelompok jin ini, mungkin panglima perangnya atau pemimpin tak ditahui yang pastinya. Tatapannya begitu tajam, bisa menyiutkan nyali siapapun yang beradu pandang dengannya.

"MANUSIA BERBAU IBLIS ENYAH KAU... "dengan secepat kilat dia menerjang dengan serangan yang begitu mematikan, secepatnya jelitheng menghindari serangan itu, kini jelitheng mulai keteteran dengan serangan tusukan-tusukan jarinya juga tendangan yang begitu cepat, dan dia hanya bisa mampu menangkis dan menghindar tanpa bisa membalas serangan yang bertubi-tubi, kadang-kadang lengannya beradu ketika menangkis, rasanya kalah tenaga dan mulai ngilu-ngilu jika tangan ini bertemu tangan dia.

Sampai akhirnya sebuah tendangan mendarat diperut hingga.. "BUUUKKK..." untuk kedua kalinya jelitheng tersungkur terjerebab ditanah.
"Waduh... tameng bumi dan langit bisa diterobos oleh tendangan mautnya.." pikiran jelitheng mulai menerawang jauh. Tangan serasa ngilu perut seperti mau akan muntah dan melebam kebiru-biruan. Dengan meringis menahan sakit jelitheng berdiri, mengumpulkan tenaga yang akan dia pusatkan pada kedua tangannya untuk memulai serangan, menarik nafas dengan teriakan... "HEEAAAAA EEDAAAANNN....." gemuru menderu membentuk gelombang panas menerobos menyerang panglima jin itu, tapi dia sudah siap dengan serangan jelitheng, dari tangannya keluar gulungan menyerupai kabut yang berputar-putar dasyhat membentur gelombang panas yang dilepaskan jelitheng,, dan ketika bertabrakan diudara menimbulkan suara BLAAAAARR... DUUUMM... kekuatan tabrakan gelombang panas dan gulungan kabut itu membuat mereka terpental. Jelitheng terpental lima tombak kebelakang dan terkoyak bajunya hingga robek-robek, dadanya terasa panas terbakar dan ada genangan darah dibibir bawah, tangan dan kaki gemetaran tak kokoh lagi jika dipaksakan berdiri.

PANGLIMA JIN terdorong tiga tombak, juga tersungkur tapi langsung berdiri,, tanda ilmunya dua tingkat diatas jelitheng dan siap menyerangnya lagi. Kaki jelitheng pun goyah jika di paksakan berdiri, kini dia hanya terduduk bersila mengumpulkan tenaga dan pasrah apapun yang akan terjadi. Dalam keadaan terjepit jelitheng keluarkan TASBIH CENDANA dari tempatnya. Kini PANGLIMA JIN itu sudah siap dengan pukulan GULUNGAN KABUT yang akan dilepaskan kepada jelitheng.
Seketika WUUUSS... WUUUSS... gulungan kabut datang menerjang bagai badai menerjang gunung, begitu hebatnya gulungan kabut yang dilepaskan panglima jin hingga menimbulkan suara yang menderu-deru sangat mengerikan yang siap menghantam tubuh jelitheng, saat beberapa tombak dari tempat jelitheng duduk siap menghantam tubuhnya, tasbih cendana yang disiapkan melesat berputar-putar menghisap gulungan kabut hingga tak bersisa seperti tersedot amblas hilang seketika..

Hingga panglima jin berpekik heran dan kata.... TASBIH KYAI AMPEL... serentak mereka bersautan dari panglima jin ke para pejuangnya.
Dan serentak pula mereka berjongkok tunduk.

Mereka tetap jongkok dan tunduk, miski TASBIH CENDANA telah ditarik jelitheng kembali ke tangannya. Badan jelitheng serasa protol ditulang belulang, ngilu dan sakit semua, tiba-tiba ada kelebatan bayangan hitam menghampiri jelitheng, seraya berkata "cucuku" ternyata yang datang adalah NENEK PENANGGUNGAN beliau mengembungkan graham tanda marah besar siap melepaskan tongkat sakti untuk menyerang panglima jin dan pasukannya, tapi keburu jelitheng pegang tangannya.

"Sudah, sudah nek..." kata jelitheng.

"kutu kupret... wani-wanine kowe nyerang cucuku jelitheng iki." (kutu kupret... berani-beraninya kalian menyerang cucuku jelitheng ini)

"ngapunten nyai ratih (nama nenek penanggungan), sak puniko dalem mboten persoh,, bocah,, jelitheng meniko tansih cucu nyai ratih (maaf nyai ratih, saya tidak tahu kalau jelitheng masih cucu nyai)"
Lalu jelitheng berdiri dengan rasa sakit yang hebat disekujur tubuh.
Dan bertanya....???

Bukan kah ini tempat "makam wasiat iblis"

"INJJE...."
"NGAPUNTEN SING KATHA KULO MBOTEN SUMERAP KALAU JENENGAN CUCU NYAI RATIH LAN TANSIH GADHAH HUBUNGAN KALE PORO KYAI-KYAI AMPEL..." ( iyaa.. saya minta maaf sebesar-besarnya,, kalau kamu masih cucu nyai ratih dan masih punya hubungan sama para kyai-kyai ampel).
Kalau begitu tunjukkan makam wasiat iblis itu..

Mereka tunduk bukan karena jelitheng atau nenek penanggungan tapi karena mustika tasbih cendana yang mereka kenali. Jelitheng juga tak tahu kalau tasbih cendana itu adalah berjuluk KYAI AMPEL. Memang dahulu tasbih itu memang didapat dari kawasan masjid dan makam sunan ampel, pemberian seseorang pria muda seusia jelitheng yang tidak dikenali namanya. Dia hanya meminta uang untuk ongkos pulang kekampungnya, dan memberinya sebuah tasbih kayu cendana.
Tasbih itu baru tahu ke mustikaannya setelah jelitheng diberi cara penggunaan nya oleh sang pemberi, mungkin ini sudah garis takdir bahwa tasbih tersebut ikut dengan jelitheng.

Dengan badan terasa sakit dan ngilu-ngilu jelitheng masuki area makam wasiat iblis, nenek menunggu diluar tak diperbolehkan masuk ke dalam kawasan makam.
Area makam wasiat kitab iblis dijaga penjaga berlapis-lapis semua dari golongan jin putih ada sekitar lima shap penjagaan sampai pada makam, tampak bukanlah sebuah makam pada umumnya hanya berupa tanah yang tertutup lempengan batu.
Ketika jelitheng sampaikan keinginannya untuk melihat langsung dengan menyuruh PANGLIMA JIN membukanya, beliau menolaknya dan kemudian berkata" NGAPUNTEN DIMAS JELITHENG "sambil tangannya memegang kedua bola mata jelitheng yang terpejam, serasa ada hawa dingin mengalir kemata jelitheng lalu beliau menyuruhnya membuka mata. Maka dalam batu itu tampaklah sebuah kotak berisi sebuah kitab yang disebut "KITAB WASIAT IBLIS".

Benar-benar hebat panglima jin ini dengan hanya membaca bismillah lalu memegang dua bola mata jelitheng sudah bisa menyalurkan ilmu PANINGALAN JAGAT (pengelihatan jagat). Jadi kini mata jelitheng sudah bisa melihat lebih jauh dan tembus pandang, bahkan jika diinginkan, bisa tembus pandang pada manusia seolah mereka pada telanjang kala memandang dengan "PANINGALAN JAGAT". 

Panglima jin juga menotok kedua pundak jelitheng, lalu memasukkan hawa murni, agar rasa sakit akibat pukulan gulungan kabut hilang dari tubuh jelitheng dan juga menambah kekuatan pada tenaga dalam ketubuhnya sebagai tanda maaf atas tangan jahat dari pertempuran tadi. Kini dengan hormat jelitheng ucapkan ribuan terima kasih kepada panglima jin karena telah menurunkan ilmu "LINUWIH (hebat)" kepada dirinya dalam waktu singkat, kini tubuh jelitheng sekarang segar dan sehat serasa ringan seperti minum es te mj telor angsa.

"DIMAS JELITHENG, NGAPUNTEN... DIMAS TASIH MAMBU IBLIS WADON PUNCAK PENANGGUNGAN,.. NGAPUNTEN,... SIRAM JUNUP SEPINDAK. BEN DALEM LAN PORO KONCO, MBOTEN SALAH SERANG MALEH (saudara Jeliteng, maaf saudara masih bau iblis betina puncak penanggungan, maaf mandi junub dulu, biar saya dan teman-teman tidak salah serang lagi).

"Ooh... kutu kupret tahu aja ni orang kalau aku abis bercumbu".. guman jelitheng dalam hati, dan cengar-cengir sendiri

"INJJEH..." jawab jelitheng sekenanya.

Kini keheranan menyumpal kepala dan angan jelitheng, kenapa para kyai langitan dan tebu ireng menyuruhnya mencari makam wasiat iblis yang jelas-jelas aman terkendali, terjaga rapat rapi oleh para jin-jin putih yang sakti mandraguna, sekali pun jelitheng, nenek, sikunto dan dermo membantu pun tak kan sanggup membobol pertahanan area makam wasiat iblis karena ada lima shap pertahanan tiap shap punya panglima sendiri-sendiri. Terus kenapa para kyai menugaskan dirinya yang minim akan ilmu-ilmu KEGAIB-AN. Seperti sarang lebah yang penuh dengan ribuan tawon keluar masuk itulah yang sekarang ada dikepala jelitheng, berkecamuk begitu ruwet.

Tak terasa jelitheng sudah diantar panglima jin diluar area makam, dimana nenek ratih sudah menunggu dengan sungut-sungut. Dan mereka pun berpamitan dengan panglima jin, menuruni penangungan menuju rumah nenek.

Dirumah nenek ratih, sebuah tempat sederhana berdinding kayu ada piaraan beberapa puluh ayam yang dilepas bebas tepat ditapal batas hutan, dan rumah itu berdiri sendiri tanpa tetangga. Nenek menyuruh jelitheng mandi katanya masih berbau iblis betina. Didalam rumah aroma masakan lezat mempercepat acara mandi si jelitheng, entah siapa yang masak dalam hitungan menit sudah tersaji hidangan semua kesukaan si jelitheng, ada ayam bakar, tempe dan tahu goreng, sayur ketela rambat dan kacang panjang mentah, serta tak lupa sambel mangga muda (sambel pencit).

"Ayo Le.. ndang dipangan (ayo cu..dimakan)" kata nenek.

"Sinten nek sing ndamel kog sumerap remenanku (siapa nek yang masak kog tau kesukaanku)".
Kata jelitheng mulai nyerocos bertanya juga keheranan melihat semua dengan cepat tersaji,
"Wis ndang entekno ojo kakean cangkem (udah makan saja jangan banyak bicara)". jelitheng pun nyingir sambil mengunyah.

Semalam jelitheng menginap dirumah nenek, banyak wejangan dan nasehat menghampirinya, sampai pada subuh nenek ratih membangunkan jelitheng.

"Hai Jelitheng tangio nang ados. Ayo melok nenek Subuhan (hai Jelitheng bangun dan lekas mandi, ayo ikut nenek Subuhan).

"Iyaaa..." sambil melilit tidur lagi. Sampai-sampai ada pemukul ayam mendarat dikaki jelitheng. Plaak... plakk..." ayo ndang tangi (ayo lekas bangun)"

Jelitheng pun terbangun dan lekas mandi, setelah itu nenek mengajaknya ketempat agak lapang untuk sholat katanya berjama'ah, dan jelitheng dijadikan imam dalam sholat subuh itu. Ternyata makmumnya semua adalah bangsa jin yang telah di muallaf kan oleh nenek ratih dan Gus Shidik. "Subhanalloh,,, guman jelitheng dalam hati.
Baru kali ini jelitheng di jadikan imam dari puluhan jin yang akan menunaikan ibadah sholat subuh, dan hanya seorang makmum manusia yaitu nenek penanggungan. Habis subuhan jelitheng langsung masuk rumah dan tidur lagi.

Caci maki ayam bertelor dan nyanyian nenek yang gembret waktu nembang bangunkan mimpi indah jelitheng yang lagi terbang diawan-awan tinggi menikmati indahnya gunung", laut luas akhirnya terjatuh kebumi dan terbangun. Setelah sarapan akhirnya jelitheng pun pamit pulang dan memeluk nenek item ini dengan erat juga terharu.

"Pulanglah cucuku... amalkan semua yang kau dapat dari semua perjalananmu selama ini dan ambil hikmahnya gunakan ilmu yang kudapat dari ini semua untuk kebaikan, dan ingat langsung ke TEBU IRENG". Kata nenek ratih sedikit terharu

"Injjeh nek"

Kata jelitheng yang mulai melepaskan pelukan nya seraya sekali lagi mencium tangan nenek ratih dan pergi berlalu meninggalkan kediaman nenek ratih yang di penuhi masyarakat dunia kosong tak kasat mata oleh orang-orang awan yang melintas di dekat rumah dari nenek ratih alias nenek penanggungan, di lereng penanggungan nenek ratih hidup menyendiri dan sedikit menjauh dari perkampungan, entah apa alasan nenek ratih menjauh dari perkampungan atau kah memang menjauh dikarenakan nenek ratih membimbing para jin-jin itu dalam suatu perkampungan tak kasat mata hingga beliau menjauhkan diri dari peradapan manusia.

Dalam perjalanan pulang dari penanggungan benak jelitheng dihantamkan pada pertanyaan-pertanyaan yang kian susah dijawab sendiri, Gus Shidik sewaktu berpisah dilereng arjuno welirang menyuruh langsung ke tebu ireng, nenek juga pada pesan yang sama, tontonan apalagi ini atau ujian apalagi yang akan di hadapkan pada diri jelitheng, lamunan itu timbul tenggelam mengiring perjalanannya hening dalam mulut, ramai dalam hati, berkecamuk tiada henti sampai pada akhirnya tiba diakhir perjalanan, gapuro pintu masuk pondok pesanten tebu ireng.

Ini musim liburan semester, tapi masih ramai ruangan-ruangan pada kosong ada apa ini. Di aula utama banyak orang bersalam-salaman dan beramah-tamah, aku hampiri salah satu santri yang tak pulang liburan.

"Ada apa nii...??" tanya jelitheng dalam hati yang kian semrawut dan berdebar debar tak karuan

"oh,, mas baru datang ya.." Kata satri itu. Lalu berjabat tangan.
"Kog pakai pakaian lusuh mas kayak abis lelaku ya (mengembara)" katanya lagi. 

"iya mampir mau ketemu Gus Shidik dan Kyai sepuh". "Emang ada apa nii..??" kata jelitheng.

"Mbak aisyah lamaran (tunangan)" kata santri Afif.

Seperti di hantam GADHA WESI KUNING MINAK JINGGO tepat dikepala, pusing seribu keliling berdenyut diubun-ubun, kelap kelip mata jelitheng kian berkunang-kunang seperti hantu kecil-kecil beterbangan memutari kepalanya dan mentertawai kekalahan ini.

Seketika jelitheng memegang lengan Afif agar tak jatuh.
"Ada apa mas...???.." kata Afif.

"Gak tau tiba-tiba pening pingin muntah kayak masuk angin," kata jelitheng beralasan.

Kini jelitheng terduduk linglung kemudian mengambil nafas dalam-dalam agar kuat lagi dalam melangkah, dan ditemani afif jelitheng menuju aula untuk melihat prosesi pertunangan itu, “mungkin ini ujian terakhir dari rangkaian semua perjalananku“ kata jelitheng dalam hati
menyaksikan malaikat cantik yang ku cintai lahir batin lebih mememilih orang lain dari pada memilih diriku ini, “guman jelitheng lagi “ Yaa.. sudah terjawab teka-teki hidupku saat ini, tak perlu melapor lagi rasanya aku pada mereka para kyai tebu ireng dan langitan, mereka telah menguji diriku sampai titik didih amarahku, “kata jelitheng dalam hati lagi“.
Sebenarnya mereka sudah tahu kalau makam wasiat iblis terjaga aman., dan ini semua adalah ujian untuk si jelitheng, jelitheng terdiam beberapa saat, kemudian tiba-tiba si KUNTO sms melalui telepati telinga jelitheng "ENJOY AJA KANGMAS BRO... NIKMATI AJA HIDANGAN HIDUP YANG ADA". jelitheng pun mulai bisa tersenyum sendiri, lalu dia balas sms telepatinya.
dan berkata
"BANGSAT KOEN gkgkgkgk"..
Lalu siKUNTO menjawab dengan tawa semua keluarganya..
"Kwakakakakakakaaa.. hahahahahahaa.. kikikhkikikhlkiii berbarengan
itu baru namanya KANGMAS BRO KU SLALU TERTAWA WALAU GALAU.."
jelitheng menjawab lagi "matamu"....
Dan mereka menjawab tambah menggelegar tawanya.

Sebelum jelitheng meninggalkan ruangan aula prosesi pertunangan, dia menuju ruangan yang di penuhi makanan, sebelum memasukinya jelitheng merapalkan ilmu gendam jagat rasa, yaitu ilmu gendam yang jika ditebar semua orang yang di dalam ruangan tersebut mau menuruti semua kemauan yang jelitheng minta tanpa di bisa menolak permintaan nya,, kemudian jelitheng meminta dilayani dalam semua permintaan makan yang dia sukai, bak sang raja yang makan prasmanan gaya jelitheng dalam makan, setelah itu dia meminta buah-buahan yang segar dan enak untuk di bungkus serta jenis makanan ringan dalam jumlah yang banyak,, kemudian pergi lewat pintu samping dan menyelinap dari padangan orang-orang yang dia kenal, walau memang kehadiran nya di ketahui oleh beberapa orang yang menugaskan kepergian nya ke gunung-gunung untuk mencari makam wasiat iblis, dan aisyah, gus shidik serta ustad sholeh pun melihat keberadaan jelitheng dalam aula prosesi pertunangan tersebut,, tetapi jelitheng seolah-olah tak melihat mereka semua,, seolah tak terjadi apa-apa dan cuek kerbau walau hatinya galau balau dengan apa yang sedang dilihat mata kepalanya sendiri, seperti kata pepatah jawa “aku rapopo“ itulah yang diperlihat kan jelitheng saat memasuki aula itu, walau hatinya remuk betebaran susah untuk disatukan lagi dalam waktu mungkin cukup sangatlah panjang.

Sesampai di luar pintu gerbang jelitheng membagikan semua makan yang dia bawa dari dalam ruang makan tadi kepada semua pengguna jalan terutama anak-anak yang bermainan layang-layang di persimpangan jalan dan lapangan di mana jelitheng berdiam, merenungi nasibnya yang berkeping-keping dan seperti layang-layang kalah dalam adu pertarungan hingga putus tak tentu arah angin kan membawa nya, sudah jatuh tertipah buah kelapa, sudah jauh-jauh menunggu cinta tak didapatkan indahnya hanya hadiah semua ilmu-ilmu menyatu dalam raga, timang ditimang anak perawan pujaan dipinang orang, menyusuri jalan sang rembulan pada jatuh hanya jadi renungan. Karena kekenyangan jelitheng pun terlelap dipos ronda dibawa pohon yang rindang,, ya terlelap dari pada memikirkan sang pujaan hati diambil orang, merangkum mimpi dalam kidung-kidung tembang insani, tak perlu sakit hati tak perlu disesali ini sebuah takdir yang sudah digaris dan kabarkan oleh sang pencipta tentang sebuah arti belajar buah keiklasan duniawi.

Perasaan aisyah begitu tidak tenang melihat kedatangan jelitheng dengan raut muka seperti yang dia lihat tadi, tampilan muka jelitheng yang tidak biasanya, begitu kosong seperti tatapan para arwah-arwah atau hantu dari perkampungan dunia kosong yang kesasar menghadiri prosesi pertunangannya, demikian juga dengan mereka yang sudah mengenal jelitheng dengan baik, apalagi begitu dicari untuk menanyakan hasil dari pencariaan makam wasiat iblis,, dia jelitheng sudah raib dari peredaran di acara prosesi pertunangan tersebut,, semua mencarinya tak lebih si aisyah dan abahnya tetapi yang di cari sudah tertidur jauh dalam mimpi-mimpi kelamnya ditemani sang rembulan yang datang memberi arti tentang sebuah kesedihan hati yang terangkum di bait-bait tembang serangga mengungkap rahasia rahasia malam. Dalam tidur nan kelam jelitheng pulas di tepian waktu,chanya suara adzan yang membangunkan dirinya untuk menunaikan ibadah dan tertidur kembali ditempat yang sama sampai berhari-hari, hanya tidur dan bangun ketika mendengar suara adzan tanpa makan dalam rentang waktu berhari-hari, hingga membuat orang-orang yang melihatnya menjadi iba dan ada juga menganggapnya gila, sampai orang-orang yang dikenal jelitheng didunia gaib, ikut prihatin melihat kelakuan aneh sang temannya.

Malam tebarkan aroma-aroma duka lara, banyaknya penampakan yang aneh-aneh membuat orang di sekeliling tempat tidur jelitheng menjadi sangat sepi, itu dikarenakan semenjak jelitheng tidur ditempat itu, banyak penampakan orang berlalu lalang yang sebenarnya hanya mereka mengunjungi jelitheng dan hanya ingin menghibur temannya yang dilanda kesedihan,, tetapi di tangkap lain pemikiran oleh orang-orang sekitarnya, hingga menjadikan tempat pos ronda yang tak terpakai itu menjadi sangat amat angker menurut pandangan mereka penghuni sekitarnya, sampai pada suatu malam ada orang berpakaian compang-camping selayaknya orang gila perempuan setengah baya membawa dua buah bungkus nasi dan minuman menghampiri tempat jelitheng tidur dan membangunkan nya,, “assalamuallaikum,,, hai cah gendeng,, ayo tangi nang manganno posomu wes tutuk “ (assalamuallaikum,, hai bocah gila,, ayo bangun dan makanlah puasamu hari ini telah usai,,) kata si gila perempuan itu,, jelitheng pun menjawab seraya terbangun,, “allaikum salam” kemudian tersenyum sepertinya saling kenal tetapi sebenarnya jelitheng tak mengenali nya,, lalu orang perempuan itu menyerahkan dua bungkus nasi,, tanpa sungkan jelitheng langsung memakannya ditemani si perempuan tadi,, “wes nang mulio ojo mampir-mampir maneng lelaku iklasmu wes mari,, ojo kwatir si aisyah iku takdirmu, jodohmu, ga ono lanang ngendi-endi sing iso jadi jodohne kejobo awakmu percoyo o ambek ibu iki“ (sudah pulanglah jangan mampir-mampir lagi perjalanan iklasmu sudah berakhir,, jangan kwatir si aisyah itu takdirmu, jodohmu, gak akan ada lelaki manapun yang bisa berjodoh dengan nya selain kamu, percaya ama ibu ini,,”) kata perempuan gila itu,,, jelitheng hanya terdiam mendengar kata-kata dari perempuan itu, seraya memakan nasi bungkusan kedua,, kemudian perempuan itu pergi begitu saja berlalu dari hadapan jelitheng yang dengan cueknya sedang makan nasi yang kedua, mungkin jika ada yang melihatnya mereka pasti menganggap sama gilanya yang satu perempuan setengah baya berpakian lusuh dan compang-camping yang satunya lagi si gila tidur sedang berdiskusi dalam ketidak saling kenalan dan begitu singkat disaat perjumpaan dan perpisahan. Akhirnya jelitheng pun malam itu juga angkat kaki dari pos ronda itu dan berlalu dalam kegelapan malam berjalan seperti bayang-bayang yang selalu setia pada sang majikan, pergi pulang sambil bersiul-siul ditengah malam menjadi pribadi baru entah masih gila atau waras hanya dia yang tahu.

Kemana pun pergi nya jelitheng laksana elang yang terluka, takut melihat bayangan nya sendiri yang terus mengikuti,, kadang tertawa nya lantang bak sang elang menemukan kesenangan baru, kadang juga diam seribu bahasa meski suasana lagi terasa menyenangkan itu lah kini sang jelitheng kini selalu terbang sendirian bak sang elang yang kesepian, berkoar-koar pada sang malam terlihat tenang saat menemukan makanan, merangkai isi perjalanan yang telah tertempuh dengan senangnya melepas berbagi pada setiap orang yang ditemui nya, duka nya mulai terkikis ketika perjumpaan nya dengan sosok gadis bali bernama kinanthi,,.

Semenjak kepulangan nya dari pencarian makam wasiat iblis segala kemurungan masih setia mempel dipundak sang jelitheng hingga tidak percaya sama sekali dengan nama nya cinta yang kadang menghampiri sesaat ketika si jelitheng dihadapkan pada wajah-wajah baru yang juga cantik menurut mata umum, tetapi mungkin cintanya hanya untuk satu orang wanita saja,, yaitu “aisyah“ saja, dan menjadi sangat pendiam ketika dihadapkan pada masalah-masalah yang dia temui,, sudah tak sepekah dulu, sudah tak sepeduli yang dulu itu, hati nya benar-benar hancur berkeping-keping yang mungkin susah disatukan lagi. Laksana batu-batu gunung dia ketika berdiam di suatu tempat yang menurutnya memberi ketenangan batin, kalau pun berjalan sering tak tentu arah yang pasti, selalu mengikuti kata langkah kaki yang seperti nya terus ingin mendaki dan tak pernah mau berhenti, menjadi jiwa-jiwa yang bimbang tak tentu arah tujuan dan berlabuh dengan tak pasti jua, sampai pada suatu hari dia dihadapkan pada sosok yang bernama kinanthi,, gadis bali nan manis centil nakal menggoda, yang di temui dalam sebuah tempat sunyi di sebuah taman, ketika jelitheng sedang menimang rasa bimbang yang terus menempel di pundak nya,, dan waktu itu kinanthi berjalan sendirian yang di kutit dua sosok lelaki yang menurut pandangan jelitheng adalah lelaki yang ingin berbuat jahat pada sosok perempuan yang bernama kinanthi itu, sampai di dekat area sepi lelaki itu pun mendahului laju langkah kinanthi dan mencegat nya,, tetapi ketika para lelaki itu ingin berbuat jahat pada perempuan itu, mereka lari tunggang langgang yang melihat sosok kinanthi yang bukan lagi menjadi perempuan cantik yang lemah untuk diperdayai, tapi sosok wajah yang mengerikan menurut pandangan mereka, dan lari nya kearah jelitheng yang sedang termenung yang juga mengamati gerak-gerik para lelaki itu ketika mengutit si perempuan bernama kinanthi tersebut. Ketika mereka lari ketakutan kearah nya, jelitheng pun bangkit namun seolah-olah tak peduli tetapi kaki nya menjegal kedua lelaki itu dan tersungkur di parit yang penuh dengan air comberan , dan seketika bangkit dan berteriak “seeeeeeettaaaaaaannnnn“, jelitheng hanya melihat mereka lari terbirit-birit dengan ekspresi ketakutan mati,, biasa nya dia jelitheng selalu tersenyum ketika melihat hal-hal yang memang membuat nya bisa tertawa lantang, tapi kali ini tak ada senyum yang tersungging di bibir nya, diam tanpa mimik seperti bukan lagi sosok jelitheng yang menaungi jiwanya, setelah itu jelitheng duduk lagi dengan cuek nya memandangi air parit yang menimbulkan bau-bau tak enak pada air nya setelah mendapat adukan dari dua tubuh lelaki itu yang terjerembab atas ulah jahil si jelitheng. Kini kinanthi sudah dihadapan si jelitheng yang sedang memandangi air comberan yang menimbulkan bau tak sedap, kinanthi mencoba mengajak bersosialisasi dengan berkenalan, karena dia juga melihat cara jelitheng ketika membuat kedua lelaki yang menghadangnya terjerembab di parit tersebut dan bikin dia tersenyum-senyum sendirian, tetapi si jelitheng begitu cuek dan berdiam diri hanya dengan memandang wajah ayu kinanthi yang cantik dengan sekilas pandang dan kembali memandangi air comberan itu lagi,, sampai akhirnya kinanthi yang akan pulang kini duduk disebelah jelitheng yang terdiam pada lamunan nya sendiri, entah apa lagi, akhir nya kinanthi memegang lengan jelitheng dan mengajaknya berlalu dari tempat sepi itu menuju sebuah rumah makan yang memang terlihat dari kejauhan disana, tetapi lagi-lagi pandangan jelitheng masih tertuju pada air comberan itu, miskipun tangan kinanthi dengan erat menyeretnya menjauh dari air comberan itu.

Dalam ruangan rumah makan, jelitheng mulai nyengir atas bau-bau masakan yang ditimbulkan masakan-masakan yang tersaji dalam rumah makan tersebut, ketika kinanthi bertanya “kamu pesen apa“ jelitheng kini sudah bisa nyengir malu-maluin,,“ aku minta ikan wader sambel mangga muda, tempe, tahu goreng plus tumis kangkung,,“ kata jelitheng,, minum nya ”kata kinanthi“ es teh tawar dan air putih segelas,, kini jelitheng mulai bisa diajak ngomong oleh kinanthi,, ternyata saat padangan itu kinanthi rupa nya tertarik oleh sosok jelitheng yang seperti orang idiot waktu di temukan kinanthi, dan dengan diajak makan seketika idiot nya hilang menjadi pribadi yang menyenangkan menurut pandangan kinanthi, melihat jelitheng makan begitu lahapnya hingga kinanthi senyum-senyum sendirian melihat cara makan jelitheng yang seperti tak dikunyah tetapi langsung ditelan saja semua makanan yang tersaji dimeja nya.

Dalam perjalanan menemani kinanthi pulang jelitheng nyeletuk bertanya “kamu bukan setan kan” dan dijawab kinanthi dengan tawa yang begitu renyah hingga memecah gulitanya malam, “wadu mala ketawa“ kata jelitheng,, terus kenapa dua orang tadi menyebut mu setan “kata jelitheng lagi“,,, kinanthi yang mendapat pertanyaan begitu polos dari jelitheng mala tertawa terpingkal-pingkal pegangi perut,, setelah itu,, kinanthi balik berkata,, “apa,,, kamu takut melihat orang secantik aku ini hihihi “ perasaan kamu manusia biasa dee,,, buktinya kamu kentut sewaktu makan tadi walau tak berbau dan berbunyi,,“ kata jelitheng dengan polosnya,, tawa kinanthi semakin menjadi-jadi mendengar kata-kata jelitheng, ternyata dia mengetahui kalau pas makan tadi kinanthi memang benar-benar kentut, dalam benak kinanthi mengagumi sosok jelitheng yang bisa membuat dia tertawa lepas tanpa beban sama sekali, “emang setan bisa kentut“ kinanthi bertanya kepada jelitheng, kini jelitheng yang tertawa walau rada-rada kecut tidak seperti biasanya, setidaknya sosok kinanthi lah yang bisa membuat nya tersenyum untuk pertama kali,, “hanya dari golongan genderuwo atau dalbo yang bisa kentut, tapi tidak seperti kentut mu,,” kinanthi pun tertawa lagi,, emang seperti apa bedanya kentutku ama kentutnya genderuwo,, “kinanthi berkata” kentutmu sopan dan genderuwo tidak“ jawab jelitheng,, dan itu membuat mereka berdua menghentikan langkah dan tertawa terpingkal-pingkal sambil berpegangan tangan secara tak sengaja, dan ternyata karena menyebut-nyebut nama genderuwo, si kunto pun merasa terpanggil, apa lagi dalam waktu dekat ini si kunto sering terbang bolak-balik malang surabaya hanya untuk memastikan kakang mas nya baik-baik saja setelah pertunangan si aisyah tempo hari,, dan si kunto pun berbisik kepada jelitheng,,“ kesan pertama begitu menggoda,, selajutnya terserah kakang mas“ dan jelitheng yang mendengar bisikan itu seketika melepas pegangan tangan nya, dan kinanthi pun demikian, ternyata dia juga mendengar bisikan itu,, dan mencari disekelilingnya siapa pemilik suara itu yang tertangkap oleh telinga nya,, tetapi yang di cari sudah tebang kembali ke tempat asalnya, lalu pandangan kinanthi berubah kepada jelitheng, yang tadi nya ketawa kini mulai pasang tampang serius,, dan berkata “siapa tadi yang menyebutmu kakang mas“ jelitheng yang di tanya malah cengar-cengir sambil garuk-garuk kepala,, “ga ada siapa siapa kog“ jawab jelitheng dengan tampang seperti bocah menyembunyikan sesuatu,, kinanthi pun sekarang seperti emak-emak yang begitu tegas mencari jawaban pada seorang bocah plintutan seperti si jelitheng, “siapa tadiiiiiiii,,,” dengan tangan yang sudah menyelonong kekuping jelitheng, kinanthi dengan gemasnya menjewer, hingga jelitheng meringis kesakitan,, tetapi tetap tidak mengaku siapa si kunto sebenarnya, kemudian jelitheng berkata,, “ ini tangan kalau tetap di telinga jangan salah kan aku kalau nanti ku gigit leher bening mu“ seketika wajah kinanthi berubah merah merona, dan menarik tangan nya dari telinga jelitheng,, kemudian kinanthi berucap kepada jelitheng “emang kamu berani gigit aku,, padahal tadi dua laki-laki lari melihat wajah ku,,“ ngapain takut ama kamu yang cantik dan bening bisa kentut lagi “kata jelitheng“ dan itu membuat mereka tertawa kembali melupakan pertanyaan tentang siapa si kunto sebenarnya.

Hari-hari kini terasa berada di dunia lain bagi jelitheng, senyum dan tawa nya mulai terbentuk kembali walau tidak seperti dulu itu, sosok kinanthi nan cantik manis, membuatnya berseri kembali, dengan perlahan melupakan si aisyah dan mematikan semua sinyal telepati tentang bayang-bayang sebuah keindahan aisyah yang terharapkan, dipuja bak malaikat cantik yang nanti akan melengkapi kebahagiaan bersama nantinya, tapi kini terpendam bersama mimpi yang ia musnahkan sendiri. Rambut gondrong nya terpangkas bersih menjadi gundul seperti sang penggembala kerbau culun berhati bersih, dan menjauhkan diri dari dunia-dunia gaib yang sering mengikuti, menjadi pribadi cuek tak peduli dengan kegiatan-kegiatan yang semua berbau klenik dan mistery, itu lah si jelitheng yang kini diam dalam sahaja, tersenyum kala sosok wajah sang penggoda melintas di mata tapi tak terlagi untuk meraihnya,.

Gus shidik, ustad sholeh, nenek ratih, dan para kyai, kapan hari mengundang jelitheng untuk menghadiri sebuah acara di tepian lereng gunung penanggungan tepatnya dirumah nenek ratih alias nenek penanggungan untuk sebuah acara, aisyah pun hadir dalam perhelatan acara itu, tetapi jelitheng menolak dengan halus padahal semua yang hadir menginginkan kehadiran sosok jelitheng, bahkan sosok panglima jin penjaga makam wasiat iblis rela meninggalkan lereng gunung penanggungan untuk membujuk jelitheng menghadiri perhelatan acara tersebut,, tetapi lagi-lagi jelitheng menolak dengan alasan sama,, dan si aisyah pun sudah tak bisa menghubungi jelitheng karena memang sinyalnya sudah terputus sendiri oleh jelitheng, dan di hari itu jelitheng mala mengajak kinanthi mancing di tepian danau sambil cekikian bersama ketika umpan kail nya tersambar ikan yang lagi naas dan ingin dimakan oleh mereka berdua, kinanthi semakin terpesona oleh tingkah laku jelitheng yang memang sedikit badung, nakal mengoda, dalam mata batin kinanthi ada seurat mata tulus dalam diri sosok jelitheng yang terselimuti kejahilan dan kenakalan itu, jiwa pengembara alam sunyi tertutupi dengan segala senyum dan tawa, hati merdeka yang seluas samudra tanpa membangkitkan gelombang amarah, pesona damai dalam kiasan-kiasan kata terucap di pembuka hati penuh senyum penyembuh duka nestapa.

Angin semilir memuntahkan semua rasa, pinang pikir akan kedamaian melengkapi suasana hati, kidung-kidung alam menampilkan pesona kebahagiaan dipeluk jiwa pemapah duka yang akan kalah sendiri, angin surga bawa segenggam cinta di bagikan kepada jiwa-jiwa berhati mulia akan ketulusan sebuah penantian dalam sahaja ke iklasan insan, peluk hati menyatu dengan semesta alam di harap bunga-bunga cinta untuk bersemi kembali seindah dan sebahagia umat manusia yang sedang merayu tumbuh dalam cinta, indah, indah, dan indah seperti harapan semua yang ada di muka bumi ini.

~SEKIAN~
close