Siapakah Jaka indi !?" Jaka Indi adalah seorang anak Indigo yang merupakan keturunan Jaka Tarub dan Dewi Nawang Wulan.
Sebagai anak Indigo, ia punya beberapa kemampuan seperti kemampuan Telepati (komunikasi lewat fikiran), Raga Sukma atau Astral Projection, Mediumship (berkomunikasi dengan mahluk astral) dan Telekinetik (mampu menggerakkan benda dari jarak tertentu)
Jaka Indi sungguh tidak menyangka dalam perjalanannya ke dunia astral kali ini, ia akan sampai ke negeri para peri, bahkan wanita tercantik dari kalangan peri di Kerajaan Suralaya saat ini justru sudah menjadi istrinya dan berada dalam pelukannya.
***
Pagi ini cuaca terasa nyaman dan matahari tampak bersinar cerah, spoi angin pagi bertiup lembut membawa udara segar membelai tubuh.
Jaka Indi tengah duduk bersantai di teras kecil depan kamarnya, sambil membaca kitab kecil yang berisi catatan penting peninggalan leluhurnya. Keindahan bunga-bunga mawar di sekelilingnya yang sedang harum bermekaran. Pemandangan pagi yang cerah nan indah, tak jua mampu mengalihkan pandangan Jaka Indi dari keseriusan yang mendalam atas bacaannya.
Bunga-bunga mawar semakin bersinar dan harum mewangi, semua bunga mengundang kumbang untuk menghisap madunya, musim penghujan memang telah berlalu, dan musim semi telah menjelang. cuaca cenderung hangat dan ramah. Oleh karenanya, banyak hewan dan tumbuhan yang bereproduksi di musim ini. Kali ini Jaka Indi telah menyelesaikan bacaannya, namun berkali-kali di carinya, Ia masih belum juga menemukan cara mengatasi "hubungan badan" dengan mahluk astral yang tidak mengakibatkan kematian, tapi dalam bab meditasi ada perihal mengatur pernafasan dan cara membuka maupun menutup hawa murni, serta ada pula perihal menghimpun dan menyalurkan hawa murni. Dalam hal menghimpun hawa murni sekaligus menutup hawa murni adalah merupakan pertahanan dari kemungkinan tersedotnya hawa murni oleh pihak lawan, sedang menghimpun hawa murni juga dapat meningkatkan daya tahan kekebalan tubuh. "Mungkinkah menutup hawa murni merupakan cara mengatasinya?" Renung Jaka Indi seraya tersenyum gembira.
Terlihat secangkir teh hangat tersaji di atas meja, Jaka Indi mulai mengambil posisi duduk menghadap halaman, sambil meneguk secawan teh hangat, teh disini tidak disajikan dengan menggunakan gula pasir, melainkan disajikan dengan gula aren (gula merah), tapi walau dengan gula aren, Jaka Indi sangat menikmatinya. "Selamat pagi, istriku." Ucapnya sambil tersenyum dan menatap seorang wanita cantik, berjalan menuju teras depan kamar, dengan membawa dua mangkuk bubur sarang burung walet ditangannya.
"Apa seperti inikah, di-duniamu, dimana seorang istri umumnya bersikap pada suaminya? Menyediakan sarapan pagi, menyajikan teh hangat, dan menemani suami ngobrol, berbincang?" Tanya Dewi Yuna sambil tersipu manis.
Senyum Jaka indi cerah mengembang. "ya...itulah yang kebanyakan diharapkan para suami di-duniaku atas sikap istrinya."
"Istri yang tidak pernah mau menyiapkan sarapan, bangun selalu kesiangan, suami berangkat bekerja bahkan masih lelap di atas ranjang, tentu bukan hal yang menggembirakan buat sang suami." Terang Jaka indi dengan tertawa ringan. Dewi Yuna hanya menyikapi dengan tersenyum manis.
"Duduklah di sebelahku sini temani aku minum teh."
"Tapi aku tidak minum teh, Raden, aku lebih suka minum sari buah atau air madu" Ujar Dewi Yuna.
Kembali Jaka Indi tersenyum. "Aku tahu. Tapi menemani minum teh tidak mesti harus ikut minum teh."
"Aku akan menemanimu sarapan bubur saja" Ucap dewi Yuna dengan tawa ceria, seraya mengambil duduk disebelah Jaka indi.
Jaka Indi tertawa lebar. Ia tahu, suami istri yang sering duduk bersama, walau hanya saling diam sekalipun, akan menambah kemesraan hubungan mereka. Bila membayangkan istrinya yang cantik jelita dan keadaannya saat ini, hatinya lantas terasa manis.
Sebenarnya cita-cita Jaka Indi tidaklah terlalu istimewa, Ia hanya berharap suatu saat bisa memperistri gadis kembang desa, tinggal di kaki pegunungan yang hijau dengan udara yang bersih, punya sepetak sawah dan perkebunan kecil sendiri, tinggal di rumah yang mungil dan asri bersama istri tercinta dan setiap pagi istrinya membuatkan secangkir kopi tubruk dan menyediakan sepiring kecil pisang goreng, atau singkong rebus. "Aaiih.., andai itu semua bisa terwujud, rasanya sudah sangat membahagiakan."
Tetapi saat ini, bukan hanya istri kembang desa yang ia dapat, melainkan seorang istri kembang Istana, yang merupakan wanita tercantik di negeri ini. Lembut, penurut, dan penuh cinta.
"Sungguh Tuhan memberikan karunianya lebih dari apa yang kuharapkan.... "Fabiayyi ala irobbikuma tukadziban'-
-(Maka nikmat Tuhanmu yang mana lagikah yang kamu dustakan)."Gumam Jaka Indi dalam hati, dengan penuh rasa syukur.
Hanya saja sekonyong-konyong, Jaka Indi terbayang mereka yang berada di dunia asalnya, kakak perempuannya, bik Inah, Achitya, Bolu kucing kesayangannya, Jaka Indi menamakan kucingnya Bolu karena hobby kucingnya yang bobo melulu, Belum lagi tugas gurunya guna mencari Panji Dewantoro, serta mencari-tahu beberapa persoalan terkait organisasi pembunuh rahasia dan Juga Perihal undangan Resi Avatara Baba ke Pegunungan Himalaya.
"Haruskah aku melupakan itu semua, dan menikmati sisa hidupku disini bersama Dewi Yuna?"
"Aiiihh..! Apa yang akan terjadi besok, biarlah dipikir besok, saat ini aku harus menikmati masa bulan maduku bersama Dewi Yuna." Kemudian disantapnya bubur sarang burung walet sampai habis..
Lalu ditariknya tangan Dewi Yuna kembali menuju ke kamar, seraya berbisik mesra, "Istriku ayuuuk... kita lanjutkan apa yang semalam tertunda" kata Jaka Indi seraya mengedipkan sebelah matanya dengan kedipan nakal menggoda, yang disambut dengan senyum sipu dan wajah merah merona Dewi Yuna.
***
Matahari telah meninggi, terik cahayanya menembus celah jendela kamar dan masuk menyinari ruang kamar Jaka indi, udara dingin perlahan berganti menjadi hangat. Jaka Indi tetap menutupi tubuhnya dengan selimut tebal hingga lehernya.Badannya terasa lelah.., sendi tulang-tulangnya seperti luluh lantah, tenaganya serasa terkuras habis.
"Punya istri Peri memang luar biasa.." Pikir Jaka indi, tapi hati Jaka indi sungguh merasa puas. Dan yang terpenting ia masih hidup, terkecuali badannya yang merasa lemas lunglai, keadaan tubuh yang lainnya terasa baik-baik saja.
Didengarnya ada suara gemericik air di kamar mandi, sepertinya Dewi Yuna sedang mandi membersihkan diri. Dimeja kamar Jaka Indi melihat sudah tersaji makan siang, dari berbagai buah segar, dan ada dua mangkuk bubur sarang burung walet juga dua gelas madu dan sari buah. Jaka indi turun dari pembaringan dan menuju lemari pakaian lalu dikenakannya satu stel pakaian seperti piyama panjang. Tak lama Dewi Yuna keluar dari kamar mandi, ia hanya mengenakan handuk menutupi dada hingga atas lututnya, rambutnya masih dalam keadaan basah, sisa air terlihat mengalir turun dari rambutnya dan membasahi sebagian wajah dan tubuh Dewi Yuna. Melihat Jaka Indi sudah bangun terjaga, Dewi Yuna tersenyum manis,
"Mas Jaka, itu dimakan, nanti kalau buburnya sudah dingin, rasanya kurang enak." Sembari melangkah menuju sandaran bangku tempat pakaiannya diletakkan.
Saat Dewi Yuna melepas handuknya, tertampak seluruh tubuh polosnya. Jaka indi segera memalingkan pandangannya dan bergegas ke kamar mandi, "Aku mandi dulu, kamu saja yang makan duluan.!"
"Hadeuuuwh.. punya istri seperti ini, kalau gak pandai-pandai menahan diri bisa mati lemes beneran..." Batin Jaka Indi dengan perasan geli sendiri.
Mandi air dingin terasa menyegarkan tubuhnya, semangatnya lantas terasa pulih kembali. Sehabis mandi Jaka Indi, mengenakan celana pendek putih semacam celana boxer dan kembali mengenakan baju piyama panjangnya.
Celana jeans dan t-shirt satu-satunya telah dititipkan Dewi Yuna di paviliun Induk untuk dicucikan.
Saat Jaka indi selesai dari pemandian, Dewi Yuna sudah terlihat rapih dengan daster merah jambunya, rambutnya diikat tali pita, sehingga terlihat leher putihnya yang jenjang. dengan rambut rambut halus pada sebagian lehernya.
"Mas.. ayuuk makan." Ajaknya lembut.
Rupanya Dewi Yuna belum menyentuh makanan, menunggu Jaka Indi selesai mandi. Sebenarnya kursi dikamar itu hanya satu, tapi saat ini sudah ada dua kursi, rupanya Dewi Yuna telah meminta bantuan pengawal untuk menghantar kursi. Dewi Yuna hanya makan satu buah apel dan minum satu gelas madu dan sari buah, dua mangkuk bubur sarang burung walet yang dibuat Dewi Yuna, memang diperuntukkan suaminya. Jaka Indi sedang makan bubur sarang burung walet, meski banyak dia makan tapi makannya tidaklah cepat, Ia makan bubur dengan memulainya dari pinggir mangkok secara perlahan. Sesuap bubur yang masuk mulutnya pasti di kunyahnya dengan cermat baru kemudian ditelannya.Ia sangat menikmati rasa bubur sarang burung walet ini, habis mangkuk pertama.., dilanjutkan dengan mangkuk berikutnya. Jaka indi bukan hanya menikmati bubur tersebut tapi ia juga ingin menyerap segenap kalori pada makanan itu untuk memulihkan stamina tubuhnya. Sebagai seseorang yang dibesarkan dalam lingkungan keluarga kraton, walau Jaka Indi sangat lapar, tapi Jaka indi makan dengan tertib dan perlahan, bahkan saat mengunyah dan mengecap makanan mulutnya tidak menimbulkan suara.
Dewi Yuna duduk bertopang dagu dan memandang suaminya dengan termanggu. Belum pernah dilihatnya seorang yang makan dengan cara sesopan itu dan terlihat sedemikian menikmati dan menghargai makanannya.
Begitulah Jaka indi menikmati makanannya dengan perlahan dan penuh cita rasa, setiap bulir bubur dimakannya hingga bersih, habis itu barulah ia menaruh kembali mangkuk dan sendoknya, lalu diminumnya segelas kecil madu dan sari buah, kemudian ia menghembus napas puas.
"Sudah kenyangkah ?" Tanya Dewi Yuna lembut.
"Saat hasrat bercinta sudah terpenuhi, nafsu makan pun menjadi bertambah besar, untuk saat ini andai tersedia semeja makan penuh nasi padang berikut lauknya, bahkan Jaka Indi merasa sanggup menghabiskannya." Batin Jaka Indi dalam hati. Tapi Jaka Indi hanya menjawab dengan mengangguk ringan.
"Sungguh sangat menarik caramu makan" Ujar Dewi Yuna dengan tertawa manis,
"Kau terlihat lapar dan kau makan dua kali lipat dari porsi yang biasanya, tapi cara makanmu tetap sopan dan penuh cita rasa."
Jaka indi hanya tersenyum simpul. Hanya saja cara Jaka indi tersenyum mempunyai ciri khas, saat bibirnya tersenyum matanya seperti juga ikut tersenyum lalu memancar keseluruh bagian wajahnya. Memandangi senyuman yang menghiasi wajah Jaka indi, Dewi Yuna jadi terkesima.
Entah mengapa Dewi Yuna merasa Jaka Indi mempunyai pribadi yang hangat, serta memiliki ekspresi wajah yang hidup dan menarik, jauh berbeda dengan pria dari kalangan astral yang cendrung bersifat dingin dengan mimik wajah yang kaku tanpa ekspresi.
"Ehmm...! Sebelum ini, banyak pemuda yang gagah memohon-mohon untuk bisa berkencan denganku. Jika mereka dapat memandangku dan bercakap semenit saja, mereka sudah merasa bagaikan di awang-awang. "Namun, saat menatapmu dan melihat caramu tersenyum, justru membuatku yang merasa di awang-awang." Ucap Dewi Yuna dengan tawa manis."
Jaka Indi kembali tersenyum.., dan menghela nafas lega, setelah perutnya penuh terisi.
"Mas Jaka.. bagaimana kalau kita pindah ke tempatku di Istana... disana sudah disediakan bunda paviliun terpisah untuk kita."
"Ada hal-hal yang kusukai tinggal bersama orang yang kucintai ditempat yang kecil atau rumah yang mungil."
"Karena lebih mudah aku melihatnya dan lebih sering aku menemuinya, jadi dalam beberapa hari ini biar disini saja dahulu setelah itu baru kita pindah kesana," Ucap Jaka Indi lembut.
"Memangnya mas Jaka suka melihatku belum mandi, sedang bekerja di dapur. Atau dalam keadaan badan masih kotor!?"
"He.. eh..." Kata Jaka Indi sambil menganggukkan kepalanya.
Dewi Yuna tersenyum manis, ada suatu perasaan hangat melintas dihatinya, saat mendengar ucapan Jaka Indi.
[BERSAMBUNG]