Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

JAKA INDI & DUNIA ASTRAL (Part 68) - Membangun Istana Dalam Semalam


Saat ini waktu menunjukkan pukul 18.30 Jaka Indi dan Dewi Yuna sudah berada di atas kuda unicorn. Mereka hanya menjalankan kuda secara perlahan, karena lstana Kerajaan Suralaya tidaklah jauh dari paviliun tempat tinggal Dewi Yuna, yang juga masih berada dalam lingkungan lstana.

Beberapa menit kemudian mereka telah sampai didepan istana utama kerajaan Suralaya, namun Dewi Yuna tidak turun tapi justru memerintahkan kuda unicorn-nya menuju bangunan megah nan indah yang tak jauh letaknya dari Istana utama kerajaan Suralaya.

"Bangunan apakah ini!? Mengapa kemarin lusa saat aku lewat sini tak melihat ada bangunan ini!?" Tanya Jaka Indi dengan perasaan terkejut dan sangat heran.

"Ini Istana Seratus Peri, memang baru semalam dibangun, tentu saja mas Jaka baru melihatnya."

"Apa...!!?? Semalam...!! Istana megah dan indah ini hanya dibangun dalam watu semalam!?" Ujar Jaka Indi dengan sangat terkejut dan penuh rasa tidak percaya.

"lya semalam saja, dari matahari tenggelam, hingga terbit fajar. Dan ini dikerjakan oleh para peri ahli bangunan dan juga ahli konstruksi dari bangsa kami. Kami juga membuat dinding perbatasan luar kota kerajaan sepanjang ribuan kilometer yang dibantu oleh ribuan bangsa jin. Yang tunduk dibawah perintah Bunda Ratu, yang juga dikerjakan hanya dalam waktu semalam."

Selain melongo terpana melihat keindahan dan kemegahan Istana Seratus Peri, Jaka Indi tidak tahu lagi harus berkata apa.

Jaka Indi lantas teringat kisah legenda 1000 candi.

Dalam suatu kisah legenda candi ditanah Jawa. Roro Jonggrang meminta Bandung Bondowoso membangun seribu candi dalam waktu satu malam. Permintaan ini merupakan salah satu syarat yang harus dipenuhi Bandung Bondowoso agar bisa menikahi Roro Jonggrang. Seribu candi tersebut harus dibangun mulai dari matahari terbenam hingga terbitnya matahari.

Agar bisa mewujudkannya, Bandung Bondowoso bersemedi dan meminta bantuan raksasa, Bondowoso beserta pasukan jin miliknya. Roro Jonggrang berupaya untuk menggagalkan pembangunan seribu candi tersebut. Akhirnya ia meminta bantuan pada dayang dan perempuan seluruh desa untuk menabuh lesung dan membakar jerami, agar suasananya terlihat seperti pagi hari. Para jin yang mengetahui jika fajar mulai menyingsing, pergi dan menghentikan pembangunan candi tersebut. Bandung Bondowoso yang mengetahui jika ini semua merupakan ulah Roro Jonggrang langsung mengubahnya menjadi patung.

Terlepas legenda Bandung Bondowoso itu benar atau tidak. Jaka Indi sungguh tidak menyangka, ternyata bangsa peri bisa membangun suatu bangunan megah hanya dalam satu malam.

Tanpa disadari Dewi Yuna dan Jaka Indi telah sampai didepan anak tangga Istana Seratus Peri. Jaka Indi dan Dewi Yuna segera melompat turun dari kuda unicorn-nya, yang kemudian disambut oleh prajurit istana serta beberapa dayang-dayang istana.

Setelah menaiki sekitar sepuluh anak tangga sampailah di pintu utama yang terbuat dari baja setebal 5 cm, dengan ukiran bunga wijaya lapis emas sebagai hiasan ornamennya.

Yuna sambil menggandeng mesra lengan Jaka Indi terus melangkah memasuki ruang utama Istana, Jaka Indi melihat banyak sekali para peri-peri cantik dalam lstana, yang semua berbusana indah. Baik prajurit, dayang-dayang dan juga para peri yang berada dalam ruang utama lstana, yang sangat luas tersebut, semuanya adalah wanita. Yang berarti Jaka Indi adalah satu-satunya pria dalam Istana tersebut.

Ada delapan meja makan yang terbuat dari kayu jati yang sangat panjang yang berjejer rapi yang terisi berbagai macam makanan, khususnya buah-buahan, serta berbagai jenis madu, dan pada setiap meja juga tersedia semangkuk mutiara, minuman segar dari berbagai jenis sari buah serta air kelapa muda. Dewi Yuna mengajak Jaka Indi menuju meja nomor urut satu dan duduk di kursi yang sudah tersedia.

Ditempat itu terlihat ada Peri Dewi Wening, selaku kepala Rumah Tangga Istana. Yang melempar senyum dan memberi anggukan kepala pada Jaka lndi.

Ada perasaan sedih dan rasa bersalah pada diri Jaka Indi saat melihat Dewi Wening, mengingat Dewi Achitya putri angkat beliau justru meninggal saat berada di alam dunianya.

Sebetulnya ia membawa surat yang berisi pesan terakhir Achitya, namun pikirnya akan diberikannya ke Dewi Wening pada lain waktu, di situasi yang lebih tepat.

"Ada acara apakah ini? Mengapa banyak peri berdandan cantik dan berbusana indah berkumpul disini.??" Bisik Jaka Indi pada Dewi Yuna.

"Hmm... baiknya kita tunggu... rombongan bunda ratu datang, biar nanti beliau yang menjelaskannya."

Saat ini Dewi Wening selaku peri kepala rumah tangga Istana dibantu para dayang-dayang, telah mengatur agar semua peri yang hadir, bisa duduk rapih di-delapan meja makan panjang yang berjajar rapi dalam ruang tengah Istana. Hampir semua mata peri yang hadir sorot matanya mengarah ke Jaka Indi. Tapi Sorot mata Jaka Indi justru sedang memperhatikan para peri yang ada dimeja pertama, meja, meja yang diperuntukkan bagi anggota keluarga kerajaan.

Terlihat hampir semua putri Bunda Ratu hadir dimeja nomor urut satu, yaitu Dewi Rheena, Dewi Ambarwati, Dewi Kirana, Dewi Salasika dan Dewi Yuna yang saat ini duduk di sisi kanan Jaka Indi. Hanya Dewi Sekar Arum dan Dewi Kemala yang tak terlihat.

Jaka Indi sempat menanyakan keberadaan Dewi Sekar Arum dan Dewi Kemala, yang sempat diterangkan oleh Dewi Yuna, bahwa Dewi Kemala telah ikut suaminya pangeran Abhinaya, Sedang Dewi Sekar Arum telah menikah dengan adik Raja Vova Valdemar yaitu Gustav Valdemar dari kerajaan Bessara.

Sekalipun Jaka Indi tahu intrik dalam kerajaan Bessara, dari cerita Dewi Tiara, namun Jaka Indi tidak tertarik ikut campur urusan politik atau membicarakannya dengan Dewi Yuna.

Jaka Indi refleks melirik sekejap kearah Dewi Rheena. Dewi Rheena terlihat lebih cantik dan lebih molek tubuhnya dari awal pertama kali Jaka Indi menemuinya, dan dari tubuhnya memancar daya tarik seksual yang kuat bagi lawan jenis yang memandangnya.

Saat mata Jaka Indi bentrok dengan mata Dewi Rheena, tatapan mata Dewi Rheena terlihat dingin dan tak acuh tanpa ekspresi apapun, bahkan seolah tak mengenal Jaka Indi. Sedang putri bunda ratu yang lainnya nampak bersikap hangat dan ramah. Dewi Kirana dan Dewi Salasika bahkan melanmbaikan tangan dan melempar senyum padanya.

Apakah Dewi Rheena sudah tak mengenali Jaka Indi? Benarkah Dewi Rheena sama sekali tak mengingat Jaka Indi? Tentu saja Dewi Rheena sangat mengenali Jaka Indi, karena hanya Jaka Indi satu-satunya pria yang pernah mengalahkannya dan juga mempermalukan dirinya. Sangking sakit hatinya atas perbuatan Jaka Indi Dewi Rheena sampai mengeluarkan Perintah atas nama gurunya selaku pimpinan perkumpulan bunga teratai yaitu Dewi Janetra untuk membunuh Jaka Indi, bahkan memasang nama Jaka Indi dalam papan maklumat jiwa di KEDAI ARWAH dengan imbalan yang besar.

Sungguh dirinya tak menyangka bahwa ternyata Jaka Indi adalah menantu dari Bunda Ratu dan suami dari adiknya sendiri, yaitu Dewi Yuna.

Seseorang yang telah menjadi menantu Bunda Ratu dan menjadi suami Dewi Yuna, bukanlah seseorang yang boleh direcokinya.

"Entah apa yang harus aku lakukan, perintah membunuh atas nama perkumpulan sudah disebar, nama Jaka Indi pada papan maklumat jiwa juga sudah terpasang.. "Lantas apa jadinya bila Jaka Indi mati, dan diketahui dalang pembunuhnya adalah dirinya. Bagaimana ia akan menghadapi adiknya dan ibunya?" Gumamnya dengan pikiran Dewi Rheena yang jadi berkecamuk sendiri.

Sementara itu ada pemberitahuan dari Dewi Wening selaku kepala rumah tangga istana, bahwa Bunda Ratu Sheema telah datang, dan siap memasuki ruang utama, para tamu dan undangan diminta untuk berdiri. Para peri dan undangan yang hadir segera berdiri, dan sorot mata semua orang memandang kearah pintu utama.

Beberapa saat kemudian masuklah Bunda Ratu Sheema bersama rombongan, disisi kiri dan kanan bunda Ratu ada wanita paruh baya berbusana hijau ala busana kraton Jawa, sepertinya kedua wanita tersebut adalah pengawal pribadi bunda Ratu.

Pada sisi belakang bunda ratu mengikuti seorang wanita cantik bertubuh mungil, kisaran usia 30 tahunan, yang bila dilihat dari sorot mata dan ketenangan dirinya, menunjukkan kalau wanita ini adalah seorang wanita matang, yang telah banyak makan asam garam (berpengalaman dalam kehidupan).

Jaka Indi langsung mengenali kalau wanita tersebut adalah Dewi Nawang Sari yang merupakan saudara dari leluhurnya Dewi Nawang Wulan.

Sedang disebelah Dewi Nawang Sari, ada wanita berbusana serba putih dan berkerudung putih pula yang dikenali Jaka Indi sebagai wanita yang telah memimpin upacara pernikahannya dengan Dewi Yuna. Berikutnya dibelakang mereka nampak seorang pria paruh baya, yang kehadirannya bersama Bunda Ratu, sangat mengejutkan Jaka Indi, karena pria berpotongan layaknya seorang pertapa tersebut adalah Eyang Ageng Wicaksono.

Kali ini Jaka indi tidak melihat kehadiran bocah api Dewi Agniya. Namun semua pandangan mata dari seluruh para peri yang hadir dalam ruangan tersebut hanya tertuju pada seseorang, yaitu Bunda Ratu. Yang saat ini mengenakan gaun sutra hitam panjang, dengan dihiasi kalung mutiara dan pada kepalanya dihiasi mahkota kecil bertahtakan berlian.

Beliau berjalan dengan sangat anggun, semua yang melekat pada dirinya memiliki daya tarik yang memikat bagi siapapun yang memandangnya, terutama pada kecantikan wajah dan keanggunan elegan yang dimilikinya. Terlihat sekali beliau memiliki kekhidmatan dan keagungan yang bermartabat.

Bunda Ratu bersama rombongan mengambil tempat duduk khusus yang telah disediakan pada meja nomor satu, yang berarti satu meja dengan Jaka Indi dan Dewi Yuna, serta putri-putri beliau. Hanya saja Bunda Ratu mengambil tempat duduk pada ujung meja, yang juga merupakan kursi utama, dan memang khusus disediakan bagi Bunda Ratu. sedang kedua wanita paruh baya berbusana kraton, yang juga merupakan pengawal pribadi beliau tidak ikut mengambil tempat duduk, melainkan hanya berdiri di kedua sisi tempat duduk beliau.

Dewi Nawang Sari dan Eyang Ageng Wicaksono mengambil tempat duduk dekat sudut tempat duduk yang ditempati bunda Ratu, yang berarti posisi duduknya berhadapan dengan Jaka Indi dan Dewi Yuna. Jadi bila diurut posisi duduk dari Bunda Ratu, sisi kiri meja yang terdekat dengan Bunda Ratu adalah Dewi Yuna, Jaka Indi, dan anggota keluarga kerajaan yang lainnya. Sedang sisi kanan yang berdekatan dengan Bunda Ratu adalah Dewi Nawang Sari, wanita berbusana serba putih, Eyang Ageng Wicaksono, baru anggota keluarga kerajaan yang lainnya.

Setelah Bunda Ratu mengambil tempat duduknya, Dewi Wening mempersilahkan para hadirin duduk kembali, dan dihaturkan untuk menikmati hidangan serta disampaikan pula agar menikmati suguhan dan mengikuti jalannya acara dengan santai. Kemudian Dewi Wening mengatakan akan memanggil para peri satu persatu, dan para peri yang di panggil dipersilahkan memperkenalkan dirinya.

BERSAMBUNG
close