Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

GENDERUWO TUO


Oleh-oleh dari neraka

Ini kisah paling guendeng yang pernah Katon alami.
Kisah yang aneh dan nyeleh yang untuk menemani para pembaca/pendengar dimana pun kalian berada. Baik dialam nyata maupun alam gaib, hehe....

Tanpa panjang lebar, kita langsung saja ke ceritanya.

Semoga malam kalian, takkan menjadi malam yang menakutkan!

***

Sebagai pemuda koplak dikampunya, Katon dan teman istimewanya yang siapa lagi kalau bukan, si Culun! Mereka berdua kerap berbuat hal nyeleh atau tak masuk diakal.

Malam itu, Culun mendatangi Katon ditempat tongkrongannya. Tak seperti tempat tongkrongan orang normal pada umumnya, karena tempat tongkrongan mereka berbeda.

Tempat nongkrong kebanyakan orang ditempat ramai. Tetapi mereka, lebih sering nongkrong ditempat yang sepi nan angker.

Malam itu, keduanya nongkrong di waduk irigasi pesawahan, yang jaraknya lumayan jauh dari rumah Katon.

Hamparan sawah, padi menunduk tersapu angin lembut, seakan melambai.
Deretan pohon bambu, berdencit saling bergesekan.
Walau malam, namun cahaya rembulan membuatnya terang benderang.

Keduanya duduk bercanda ria, sambil sesekali menyulut api untuk menyalakan rokok.
Menyeruput kopi yang dibawa dari rumah, sambil melihat pemandangan malam, ditemani nyanyian riang suara jangkrik dibawah sinar sang rembulan.

Mereka bersender di pintu air yang terbuat dari besi.
Katon memandang hamparan sawah, terlihat dari jauh ada tanggul besar yang menuju ke pemakaman.

Namun, pandangannya teralihkan oleh pohon trambesi yang rindang.
Dilihatnya ada sosok hitam tinggi besar, tengah berdiri disamping pohon tersebut.
Berdirinya tidaklah tegap, pantulan kemerahan bersinar redup dari kedua mata makhluk itu.

Makhluk itu, seakan menatap keduanya. Terus menatap, namun enggan mendekat.

"Lun! Kamu lihat sesuatu disamping pohon itu?" tanya Katon.

"Sedari awal aku sudah melihatnya, tapi aku cuek dan pura-pura tak tahu!" seru Culun.

Dengan keisengannya, Katon melambai kearah sosok tersebut agar mendekat.
Dan benar saja, dengan secepat kilat sosok tersebut melewati pematang sawah.
Hanya seperkian detik saja, sosok itu sudah berdiri tepat disamping kanannya, namun ada jarak seperkian meter.

"Bajidul! Malah beneran kesini!" gerutu Katon, sambil melihat kearah culun.

"Bayangan hitamnya sudah tidak ada, Ton?" tanya Culun sambil melihat kearah awal kemunculan sosok itu.

"Lihat pakai mata! Itu, ada dibelakangmu! Tepat berada disampingku " gumam Katon.

"Acuk...! Makhluk apa itu, Ton?" tanyanya lagi.
"Kamu juga pakai acara manggil-manggil segala!" sambungnya menggerutu.

Culun hendak berdiri, ingin kabur. Tetapi Katon menahannya. Padahal sebelumnya, posisi duduk keduanya saling membelakangi.

"Ada apa denganmu? Kenapa diam? Waktu masih disana, bukannya memperhatikan kita yang ada disini?" tanya Katon ke sosok tersebut.

"Aku mau minta tolong," jawab sosok itu.

"Aku gak bawa lontong! Hanya membawa rokok dan kopi," jawab Katon dengan candaan.

"Aku minta tolong mas! Bukan lontong!" jelas sosok itu.

"Tolong antarkan aku ke gerbang kematian!" lanjutnya meminta.

Sosok itu merupakan genderuwo. Namun, terlihat sudah lemah (rentah). Suaranya pun, terdengar seperti seorang kakek dengan logat sedikit bergetar.

"Waduh! Kamu ngobrol sama siapa Ton?" tanya Culun.

"Genderuwo tuo (Mbah/kakek)." jawab Katon.

"Mbah Gen, aku tidak bisa! Gerbangnya pun, aku tak tahu ada dimana! Masa minta tolong ke aku? Cobalah cari orang lain," jelas Katon.

"Tanya ke mbah google aja, Ton!" cletuk Culun.

"Is, kamu!" gerutu Katon.

"Kemanalah gitu, ke mbah kyai Kusdi, mbah kyai Masno, atau kyai tua yang lainnya," lanjut Katon menjawab genderuwo tuo.

"Tolonglah nak! Kasihani aku! Tidak lama, hanya mengantar saja sampai depan gerbang," kilahnya terus memohon sambil merengek, berjalan mendekati Katon.

"Ton! Ton...! Genderuwonya mendekat," ujar si Culun memberi tahu, sambil menoleh kearah belakang.

Culun bisa melihat sosok tak kasat mata. Namun dia tak mampu berintraksi.
Telinganya tak mampu menjangkau suara dari makhluk yang dilihatnya, seakan makhluk halus tak bersuara.

"Sudah, tenang saja! Kan genderuwo tuo (tua), tidak berbahaya," jawab Katon.

"Sudah ompong," timpal Culun cengengesan.

"Blasss...! Gak ada giginya, haha...." lanjut Katon terbahak.

Lalu genderuwo tuo berkata lagi, "Tolong ya, nak! Tolong aku!"

"Ya sudah. Terus bagaimana caraku untuk menolongmu?" tanya Katon.

"Ayo, ikut denganku! Setelah sampai disana, kan ku beritahukan caranya," pinta genderuwo tuo sambil melangkahkan kakinya.

"Oy! Tunggu dulu mbah!" ucap Katon menghentikan langkahnya.

"Lah, bagaimana dengan temanku kalau aku kesana sendirian?" lanjutnya.

"Ajak saja sekalian, supaya tahu! Jalan Pulangnya, nanti ada yang menemanimu," jelasnya.

"Ayo Lun! Ikut aku mengantar mbah Genderuwo!" ajaknya.

"Ayo! Sekalian jalan-jalan," balas Culun.

"Jalan-jalan monyongmu!" gerutu Katon.

Keduanya mulai beranjak dari tempat duduknya, berjalan mengikuti genderuwo tuo. Sedangkak Culun, berjalan mengekori Katon. Mereka berjalan melewati pematang sawah, lalu melewati kanal irigasi.

***

Sampailah disebelah kuburan. Suasananya sunyi senyap nan mencekam.

"Woy! Siapa yang mau ikut?" teriak Genderuwo tuo.

Teriakannya, membangunkan sosok yang terlelap dalam tidur panjang.
Perlahan memunculkan diri dari dalam tanah kuburan, naik ke permukaan. Berdiri, dengan wajah-wajah yang mengerikan.

Katon dan Culun saling pandang, Kaki keduanya bergetar hebat, berasa ingin lari karena takut. Namun mencoba kuat dan tetap bertahan.

"Mbah...! Kenapa memanggil mereka? Huh, edian...!" gerutu Katon.

Si Culun menutup wajahnya dengan telapak tangan kanan, sedangkan tangan kirinya memegang erat belakang baju Katon. Ia sadar dengan tindakan Culun, lalu bergegas mengajak Genderuwo tuo itu melanjutkan perjalanan.

Baru beberapa langkah dilalui, Katon penasaran dan melirik kearah belakang. Dilihatnya sosok-sosok itu berjalan, saling berdesakan ingin saling mendahului, membuatnya sempat terkejut.

Katon kembali memalingkan wajahnya, melihat kearah depan. Fokus melihat jalan, sampai tak tahu berapa lama mereka berjalan. Kemudian Genderuwo tuo tiba-tiba berhenti, keduanya pun ikut berhenti. Tepatnya dibawah pohon kepoh yang sangat besar nan rindang.

"Kita sudah sampai nak! Nanti, kalau ada penjaganya, tolong mintakan ijin, agar kita diperbolehkan lewat!" ucap Genderuwo tuo.

Tiba-tiba terang benderang, ada cahaya menyilaukan berwarna putih. Membuat Katon dan Culun menutup netranya. Sekejap mata, hanya seperti sebuah kilat dan kembali lenyap.

Katon membuka indra penglihatannya, hanya nampak keremangan yang terlihat.
Pandangannya tertutup rimbunya dedaunan dari pohon yang ada disekitar.

Pandangan kian membaik, melihat kesegala penjuru arah, namun tak ada sesiapa pun. Yang dilihat Katon, sebuah jalan jembatan yang panjang. Sedangkan disisi kiri dan kanannya masih nampak pepohonan tinggi menjulang nan rindang.

Ia berjalan mendekati jembatan. Perlahan, sambil melihat kesegala arah. Namun hasilnya masih sama, tak ada sesiapa pun.

Hingga sampailah dia didekat semak pinggir jembatan. Seketika terdengar suara yang menegurnya, "Woy! Apa yang sedang kamu lakukan?"

Katon terjingkat, kaget!
Matanya menelisik, namun masih tak ada sesiapa pun yang tertangkap penglihatannya.

Sambil mencari, Katon iseng bertanya, "Permisi! Hendak bertanya. Kalau melewati jalan itu, tembus kemana pak?"

"Hahaha...." suara dari arwah penasaran yang datang, membuat bulu kuduknya meremang.

Lalu keluarlah dari semak, sosok tinggi besar. Sosoknya menyerupai manusia, namun kepalanya seperti gugug. Tangan kanannya memegang sebuah tombak, menyalakan bara api berwarna merah.

Ia mundur, hendak melarikan diri. Namun langkahnya dihentikan,

"Woy! Tidak usah lari! Kesini dulu," pinta sosok itu, diiringi suara benda jatuh, 'bug....'

Katon menoleh kearah datangnya sumber suara. Lagi dan lagi, dia terkejut saat tahu apa yang dilihatnya.

Sosok bertubuh kekar, dengan muka rata. Sedangkan seluruh tubuhnya memancarkan sinar.

"Hendak kemana?" tanya wajah gugug sambil menunjuk kearah jalan itu, yang ternyata jembatan kayu.

Awalnya hanya ada satu jembatan kayu, namun sekarang sudah ada dua. Jembatan sebelah kanan, memancarkan sinar. Didepan jembatan ada meja, diatasnya ada sebuah kotak tertutup, bersinar.

Sedangkan yang sebelah kiri, ada mejanya juga. Namun bukanlah didepan, melainkan sudah melewati garis jembatan.
Meja berisikan beragam makanan lengkap, dengan lilin dan gelas panjang.

"Sebenarnya, tadi sedang duduk-duduk. Tiba-tiba, datanglah genderuwo tuo meminta tolong padaku! Aku dipintanya meminta ijin, agar ia bisa menyebrang," terang Katon.

"Hahaha jadi orang kok guoooblok! Diminta pertolongan, kenapa mau? Ini adalah jalan menuju akhirat! Kamu tahu tidak, heh?" bentaknya.

"Halah bercanda ya?" balas Katon.

Si gugug mendekat, duduk berjongkok dengan posisi dengkul kaki kanan dibuat penahan. Tepat didepan wajah Katon, dia menyeringai, menunjukkan gigi taringnya yang runcing.

"Apa kamu tahu, jembatan itu menuju kemana?" tanyanya.

"Kalau tahu, takkan tanya," jawab Katon.

"Jembatan itu menuju neraka! Yang sebelah kanan, menuju surga," jelasnya.

"Masa?" tanya Katon tak percaya.

"Tidak percaya?" dia balik bertanya.

"Tidak! Tak mungkin neraka penjaganya siluman seperti kamu! Neraka bersebelahan dengan surga? Hahaha, memangnya minimarket?" ejek Katon.

"Aduh masih ngeyel!" keluhnya.

"Sudah diberitahu tidak percaya! Susah bicara dengan orang yang kabelnya putus satu," lanjutnya masih mengeluh.

"Cobalah buktikan, kalau memang itu adalah neraka!" gertak Katon, membuat sosok itu berdiri, lalu melesat secepat kilat bagai bayangan.

"Kalau diminta tolong, jangan asal mau!" ucap muka rata.

"Siapa yang menyuruhmu?" lanjutnya bertanya.

"Genderuwo tuo!" jawab Katon.

"Kasihanilah ia dan masukanlah kedalam surga," lanjut Katon mengusulkan.

"Maaf, tidak bisa! Biarkan genderuwo tuo masuk kedalam neraka!" kekehnya menjawab.

"Disana pun, banyak saudaramu (manusia) yang hilang kontrol tak terkendalikan," lanjutnya menerangkan.

"Apa tak ada rasa belas kasih? Dia itu genderuwo tuo yang sudah rentah," ucao Katon penuh pengharapan.

"Sekali lagi, aku minta maaf wahai manusia! Maafkan aku tak bisa mengabulkan keinginanmu," ucap sosok itu menolak permintaan Katon.

"Ya sudahlah, tidak mengapa," keluh Katon.

"Ini! Ku berikan oleh-oleh dari neraka!" teriaknya, dibarengi dengan suara beberapa benda jatuh, 'bug-bug....'

"Hey! Apa ini?" teriak Katon kaget dengan lompatan kecil kebelakang.

"Itu oleh-oleh!" tegasnya.

"Ada beberapa bagian manusia, seperti paha, dada, tangan, kepala dan beberapa anggota tubuh lain yang terpanggang hangus, dengan kulit setengah mengelupas," sambungannya.

Bau anyir darah menyeruak, melambai dihidung Katon.
Perasaan mual, eneg dan menjijikan kala ia melihat oleh-oleh dari neraka.

Ia memutar tubuhnya, membelakangi oleh-oleh dari neraka.
Katon merasa tak kuat melihat pemandangan itu.

"Hahaha... baiklah, aku ijinkan temanmu! Sekarang, suruh dia kemari! Biar dijadikan sate oleh para algojo dari neraka," teriaknya puas.

Katon berpamitan, ia mendekati si muka rata, "Aku undur diri dulu! Kapan-kapan, aku datang lagi,"

"Kamu menginginkan oleh-oleh apa, dari surga?" tanyanya.

"Bidadari setengah tua," ucap Katon, memalingkan tubuh dan perlahan meninggalkan sosok itu.

"Ahaha, wong edian!" ucap penjaga diiringi tertawa.

"Baiklah! Suatu hari nanti, siapapun yang kau pilih, aku jadikan dia bidadari pilihanmu!" ucap sosok itu, namun Katon tak mempedulikannya, dia masih terus berjalan.

"Eh, jalannya kemana ya?" tanya Katon memalingkan wajahnya untuk melihat kebelakang, namun sosok itu sudah tak terlihat lagi.

Seketika Katon sudah berada dibawah pohon besar.
Ia melihat Culun tengah duduk diatas batu besar, disamping area pemakaman.
Culun masih merapat dengan sosok genderuwo tuo dan para arwah penasaran lainnya.
Katon mendekatinya, lalu menyampaikan pesan dari penjaga tempat itu,

"Mbah genderuwo! Aku sudah meminta ijin. Cepatlah berlari kesana! Mumpung mereka sedang berbaik hati," ujar Katon.

Genderuwo tuo bangkit dari tempat duduknya sambil berujar, "Terima kasih ya nak! Semoga amal kebaikammu diterima,"

"Cepatlah! Jangan ceramah!" ketus Katon.

"Kalau doamu dikabulkan, takkan mungkin meminta bantuanku," lanjutnya.

"Ya sudah... sekali lagi terima kasih," ucapnya sambil berjalan menuju pohon Kepoh.

"Titeni wae, tekan kono didadekke sate!" (Lihat saja, sampai disana dijadikan sate!) gumam Katon.

Rombongan arwah penasaran mulai melangkahkan kakinya. Dan mungkin saja, genderuwo tuo mendengar apa yang Katon gumamkan.

Ternyata benar, dia mendengarnya, "Ah cangkemmu! Mbo ojo ngedeg-ngedegi atiku!" (Ah mulutmu! Jangan membuat hatiku berdebar!)

Katon keluar dari area pemakaman dengan si Culun. Nampak tanda tanya besar tergambarkan di raut wajah sahabatnya tersebut.

"Ton! Kenapa lama? Apa yang kau lakukan disana?" tanya Culun.

"Mencari bidadari setengah tua!" ungkap Katon.

"Alah, sialan kamu!" ketus Culun.

Dan akhirnya, kisah ini pun selesai. Terima kasih telah setia membaca cerita ini sampai akhir.
close