Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

KUTUKAN ALAM SEBELAH (Part 2)


Sulaiha melihat waktu sudah hampir jam 6 sore, tapi Bima belum juga datang. Sulaiha berharap dia datang menjenguk.

"Lama amat Bima, katanya habis Ashar ke sini?"

Dor... Dor... Dor..  Suara gedoran pintu depan.

"Semoga Bima yang datang." Bergegas Sulaiha membuka pintu dengan penuh semangat. 

Ternyata Rizka yang datang, tadi pagi memang sempat Sulaiha kasih kabar kalau pingsan sehabis dari cafe. 

"Hai apa kabar say? Katanya kemarin pingsan ya?"

Sulaiha perhatikan pakaian Rizka sangat minim sambil menenteng buah-buahan, berjalan melewati Sulaiha ke ruang tamu dan langsung duduk dengan santai. Itu karna Rizka memang sudah terbiasa ke rumah

 
"Iya habis dari cafe, mungkin cuma masuk angin saja," jawab sulaiha.

"Nih buah buat kamu, biar cepat sembuh," ucap Rizka.

"Terima kasih. Mau kemana Riz, rapi bener bajunya?"

"Mau ke rumah nenek saya El, di Balikpapan lama gak kesana, dengar kabar nenek sakit-sakitan!"

Sulaiha masih berharap Bima datang sebelum maghrib karena perasaan tidak enak mulai datang lagi. 

"Kamu mau ngk El, ikut ke Balikpapan?" tanya Rizka Menawarkan. 

"El... Woy!" Sulaiha justru melamun dan membuat Rizka mengagetkannya.

Tersentak kaget Sulaiha mendengar suara Rizka yang sedikit nyaring. 

"Eh iya Riz, Ada apa sih bikin kaget aja?"

"Di ajak ngobrol malah bengong! Mau ikut gak ke Balikpapan?"

"Hemmm gimana ya, sebentar aku masih menunggu teman yang mau aku kenalkan itu!?"

"Oh yang mau bantu aku ya El."

"Semoga dia mau ya. Karena dia gak mau berurusan dengan hal gaib lagi." 

Rizka berharap semoga teman Sulaiha ini bisa membantu. 

"Hai kak Rizka, cantik amat mau jalan ya?"

Vita datang dari kampus dan langsung duduk di sebelah Sulaiha dengan wajah kusut dan sedikit bau keringat karena seharian di kampus.

"Wih ada anak kampus, yang rajin belajar biar cepat wisuda," ucap Rizka.

"Jelas dong kak, bawa apaan tuh buah buat saya ya?"
Rizka tersenyum melihat tingkah laku Vita yang sedikit heboh dengan kedatangannya. 

"Hem.., kamu ini Vit datang-datang. Buah ini kan buat yang pingsan kemarin! Mandi dulu sana, gak enak banget baunya!" ucap Sulaiha.

"Jangan di habiskan yaa buahnya," ucap Vita sambil masuk ke dalam.

***

Sepanjang perjalanan menuju rumah Neng Arab banyak sekali gangguan-gangguan entah dari mana asalnya.

Jam menujukan waktu sholat maghrib, kuda besi beroda dua pun berbelok ke masjid untuk melaksanakan sholat baru dilanjutkan ke rumah Neng Arab.

"Kamu akan mati di tanganku!"

Tiba-tiba saja suara bisikan itu datang, Bima semakin penasaran dari mana asalnya suara itu, dengan cepat segera membaca ayat kursi berharap suara itu segera hilang.

Saat hendak memasuki masjid rasa sesak saat bernafas dan tusukan di dada kiri datang, Bima yang sembari memegang dada kirinya pun mencari tempat untuk beristirahat sebenar. 

"Astaghfirullah, kiriman siapa lagi ini..," Lirih Bima. 

Bima perlahan-lahan mencari tempat wudhu sambil menahan sakit di dada, dari kejauhan terlihat perempuan yang datang malam tadi, kali Ini bersama pasukan jin kafir yang sangat banyak. 

"Bagaimana sakit kan! Aku bisa saja langsung membunuhmu sekarang!" sergah perempuan itu. 

Bima hanya diam tidak menjawab ancaman perempuan itu 

"Lebih baik aku sholat maghrib dulu baru ke rumah Sulaiha," ucap pelan Bima.

"Sholat saja dulu nak, InsyaAllah selamat ikam, (kamu)" ucap orang tua bersorban.

Selesai shalat maghrib Bima langsung menuju rumah Sulaiha yang jaraknya sekitar 15 menit perjalanan, perempuan itu juga hilang entah kemana.
Sesampainya di rumah terlihat ada mobil terparkir di halaman rumah Sulaiha. 

"Assalamu'alaikum." 

"Waalaikumsalam masuk Bang, lama banget dari rumah ustad Umar ya?" tanya Sulaiha.

Bima melihat teman Sulaiha bengong sambil mengingat-ingat seperti pernah ketemu. 

"Bang matanya jangan gitu juga saat melihat," cetus Sulaiha. 

"Kamu namanya Rizka ya?"

Terkejut Rizka dan Sulaiha, "Tau dari mana nama Rizka, secara mereka tidak pernah ketemu," pikir Sulaiha. 

"Iya benar, tau dari mana nama saya?"

"Panjang ceritanya, kemarin malam aku melihat kamu di cafe bersama dua laki-laki berbadan besar, perkenalkan namaku Bima hehe," Hati Rizka bertanya-tanya tau dari mana Bima ini soal nama dan laki-laki itu.

"Maaf Riz, susuk itu dari mana asalnya?" 

Mendengar Bima blak-blakan bertanya soal susuk Rizka sedikit malu, apalagi dia ini sepertinya bukan orang biasa. 

"Abang ini apaan sih langsung bertanya seperti itu malu nanti Rizka." 

"Maaf neng hehe keceplosan tadi, sumpah!?" 

Rizka tersenyum malu antara mau menjawab atau tidak, dibatin-nya Bima pasti tau permasalahan-nya selama ini. 

"Keceplosan apa, ehem," Sulaiha mengejek. 

"Iya Bang, susuk ini sudah lama, dan setiap orang yang mau melepasnya, semua orang itu tidak ada yang mampu, bahkan pernah ada beberapa orang yang setelah mencoba melepasnya, esoknya orang tersebut ditemukan meninggal dengan tragis tanpa diketahui penyebapnya."

Bima melirik ke Sulaiha seperti ada sesuatu yang aneh. 

"Neng merasa gak di sebelah ada yang duduk?"
 
"Ah abang ini baru datang udah nakut-nakutin."

Rizka dan Bima hanya senyum melihat Sulaiha sedikit parno.

"Abang liat juga yaa sama beliau?" 

"Iya dari awal aku datang beliau sudah duduk di sebelah Neng Arab. Namanya Nyi selaras kan?"

"Hah... Dia juga tau nama beliau, tidak semua orang di beritahu hanya orang tertentu saja, apa dia ini bakal? Ahh... Tidak mungkin pikiranku macam-macam saja," batin Rizka. 

"Iya benar beliau yang jaga saya dari kecil, kata nenek beliau biasanya hadir saat saya lagi kesulitan," jelas Rizka.
"Prihal susuk itu Abang bisa melepaskan?"  
 
Bima pun berfikir lama soal susuk Rizka,
"Kan banyak, tidak mungkin aku melepaskan semua, harus ada pendamping perempuan," batin Bima. 

"Gimana ya, susuk itu berada di... Maaf, kelamin ada juga kan." 

Rizka terdiam malu, ternyata Bima ini mata batinnya sangat tajam.

Sulaiha pun menepuk pundak Bima sambil berbisik,
"Apa'an sih abang ini, ngomong itu di rem jangan asal aja!" Cetus Sulaiha.

"Ehh maaf atas kelancanganku tadi," ucap Bima. Rizka hanya terseyum malu.

"Tidak apa-apa Bang, susuk ini sudah ada sejak kecil entah siapa yang memasang."

Secara batin Bima di perintahkan Nyi Selaras untuk membantu membuang susuk itu nanti beliau bantu melepaskan. 

"InsyaAllah aku bantu melepasnya malam ini."

"Ehh jangan disini aku kan mau ke rumah nenek, bagaimana kalau disana saja. Bima sama El ikut ke Balikpapan, aku khawatir kesehatan nenek disana."

Sulaiha menyenggol tangan Bima seolah-olah menyuruh jawab pertanyaan Rizka. 

"Hemmm... Ya sudah aku temani kesana sama Sulaiha. Selesai sholat isya kita berangkat. Oz.. terus Vita gimana!"

"Dia kan udah besar, Bang, ya tinggal saja," ucap Sulaiha.

"Ajak aja El kasian sendirian di rumah." 

Vita menjawab dari belakang sambil makan dan duduk di sebelah Bima.
"Gak ah aku di rumah saja, istirahat, capek. Sebentar lagi ada ujian kampus," ucap Vita. 

"Makan itu duduk Vit. Jangan sambil jalan!" tegur Bima.  

Bima Langsung ke dalam mengambil wudhu. Sembari menunggu neng Arab mempersiapkan baju gantinya.
Selesai sholat mereka pun sudah siap di ruang tamu menunggu.

"Ayok bang kita berangkat, kita menginap di rumah nenek ya? Gak mungkin pulang malam ini juga kan?"

"Vit jaga rumah yaa, jangan nakal awas kompor listrik di perhatikan, kunci rumah."

"Iya-iya cerewet amat kamu El."

Bima pun berangkat ke Balikpapan bersama Rizka dan Sulaiha menaiki mobil. Hati Bima langsung terasa tidak enak entah kenapa. 

***

Mobil memasuki jalan setapak kanan kiri hanya ada rimbunan pohon dan kebun warga, terkadang melewati persawahan yang luas, sesekali motor warga melewati mobil. Rumah warga juga diperhatikan tidak terlalu banyak walaupun ada cuma berjarak, Pencahayaan jalan juga sangat minim. 

"Serius kamu Riz, ini jalan menuju rumah nenek?"

Rizka hanya tersenyum melihat Sulaiha, Bima juga terlihat santai saja tidak terlalu banyak berbicara sepanjang perjalanan.

"Iya El, udah duduk tenang saja orang disini pekerjaannya rata-rata berkebun makanya banyak sawah."

"Bang cium wangi gak dari tadi?" tanya Sulaiha.

"Hust jangan di tegur Neng, Kalau neng bisa lihat sepanjang jalan ini banyak yang berdiri lho, ya udah banyak dzikir saja." jelas Bima.

Mobil terhenti di depan rumah panggung kayu bertingkat halaman yang cukup luas.

"Ayok turun," ajak Rizka dengan santai sambil keluar mobil.

Sulaiha pun menoleh ke arah Bima dengan rasa cemas, waktu juga sudah hampir jam 01.00 malam, tetapi keadaan rumah terlihat sangat ramai halaman yang luas serta ada panggung juga di sebelahnya lengkap dengan kendang, gong, bonang, terompet. 
Banyak orang lalu lalang berseragam khas Jawa sambil membawa pecut dan aksesoris dengan tarian kuda lumping. 

"Ini ada acara apa, kenapa rame sakali, Riz?"

"Nenek itu pecinta seni Jawa El, dari aku kecil sampai besar beliau sangat suka seni tradisional jawa."

Bima hanya diam menyaksikan para pemain kuda lumping latihan menari, sesekali melihat ke atas panggung yang lumayan megah, lampu hias serta sound sistem besar membuat suara alat musik yang dimainkan sangat jelas terdengar. 

"Mereka tidak istirahat Riz, kan sudah larut malam?"

"Sebentar lagi Bang, biasanya mendekati adzan subuh sudah bubar"

Rizka pun memasuki rumah panggung bersama Sulaiha dan Bima, di depan rumah lumayan ramai ada beberapa orang berpakaian hitam sedang mengobrol di temani segelas kopi hitam dan asap kemenyan. 

"Ayo cepat masuk," ajak Rizka menyuruh Bima dan Sulaiha agak sedikit cepat berjalan. 

"Kalian masuk duluan ya, aku mau ngobrol sebentar sama mereka-mereka," pinta Bima.

"Udah ah, Bang, jangan di hiarukan mereka itu cuma tamu nenek," jelas Rizka.

"Kalian ini kenapa sih?" Sulaiha sedikit bingung melihat kelakuan Bima.

Yang di lihat Bima ada sosok laki-laki berjenggot putih rambutnya panjang sedang duduk bersila sambil merokok dengan mata melotot ke arah para pemain kuda lumping, sedangkan yang lainnya berbincang-bincang.

"Aduh... Cucu nenek datang, kenapa tidak langsung masuk?

Bima jangan di hiraukan, dia cuma penjaga rumah," sapa nenek Rizka dari arah Bima.

"Tau dari mana nenek nama ku Bima," batin Bima sedikit risih dengan keadaan rumah nenek Rizka.

"Nenek, katanya sakit," Rizka memeluk neneknya dengan erat. 

Orang-orang memanggilnya nenek Hindun, kalau di liat memang katanya nenek tetapi sama sekali tidak keliatan tua, bahkan terlihat berumur 40 tahun. 

"Mari masuk jangan sungkan-sungkan, anggap saja rumah sendiri, di luar setiap malam jum'at mengadakan kesenian kuda lumping, jangan heran dengan keadaan rumah nenek ya.."

Tangan Bima di pegang erat Sulaiha karena ketakutan melihat keadaan rumah ditambah banyak topeng singo barong serta dedak merak tertempel di dinding, dan masih banyak lagi aksesoris topeng perlengkapan kuda lumping. 

"Silahkan duduk disini saja ya, Maaf aksesoris ini punya saya." Jelas nek Hindun.

Bima dan Sulaiha langsung duduk sambil menunggu Rizka, katanya ke dapur membuat air minum. 

Suasana rumah lumayan gelap tanpa sengaja Bima melihat lukisan seorang perempuan yang tidak asing, yang pernah ia jumpai beberapa hari yang lalu. 

"Nek, itu lukisan siapa ya" tanya Bima sambil menunjuk ke arah lukisan yang tertempel di dekat kamar. 

"Kenapa? Pernah ketemu ya?" Jawab Nek Hindun dengan mata melotot ke arah Sulaiha dan Bima. 

"Pernah sekali dia datang ke rumah saat saya sedang berzikir di tengah malam."  

Topeng barongan serta yang lain tiba-tiba bergerak sendiri, hembusan angin yang entah dari mana asalnya masuk ke dalam rumah padahal tidak ada jendela yang terbuka. Sulaiha otomatis bergerak merapatkan duduknya ke Bima. 

"Bang, kita pulang saja ya, rumah nenek Rizka serem."

"Gak papa Neng, sudah duduk saja tenang."

"Dia mamanya Rizka, panjang ceritanya bahkan Rizka sendiri tidak tau sejarah mamanya."

Mendengar perkataan Nek Hindun Bima merasa kurang nyaman, apalagi sosok perempuan yang pernah di temui ini bukan main-main kekuatannya di alam sebelah. 

"Dor... El ini minum dulu dari tadi ngobrol sama nenek tegang betul." ucap Rizka membawa minum dan makanan dari dapur. 

"Silahkan di minum Bima." Nek Hindun mempersilahkan minum dengan penuh ekspresi wajah yang dingin. 

"Gimana Nek, keadaannya, apa dari kemarin matanya masih sakit?"

"Udah sembuh kok Riz, biasa masuk angin, kurang istirahat." jawab nek Hindun.

Bima dan Sulaiha sambil berpandangan sebelum minum dan menyantap makanan yang di sediakan, sedangkan Nek Hindun tetap asik meminum dan makan bersama Rizka. 

"Malam ini kita tidur di rumah nek Hindun ya.., setelah makan nanti aku tunjukkan kamar tempat kita tidur." Jelas Rizka sambil memegang erat tangan nenek hindun. 

"Pilih saja kamar disini banyak yang kosong." Tawar nek Hindun ke Bima.

Bima hanya mengangguk tanda setuju, pagelaran seni kuda lumping juga masih ramai di luar bahkan sepertinya semakin banyak orang-orang berdatangan. 

"Mari El aku tunjukkan kamarnya, nanti kita tidur bareng aja," ajak Rizka sambil menarik tangan Sulaiha menuju kamar. 

Sekarang hanya ada Nek Hindun dan Bima di ruang tamu sambil makan dan minum, Bima sesekali menatap ke samping Nek Hindun. 

"Aku tau siapa kamu, wajah yang tidak asing di dunia sebelah, bau aroma mu yang sangat khas." Sambil tersenyum Nek Hindun berbicara tanpa ada sedikit keraguan. 

"Maaf Nek, aku mau istirahat dulu," pinta Bima. 

"Sebentar saja kita ngobrol, jangan takut kamu itu orang hebat," tukas Nek Hindun.

Bima memejamkan mata sambil tersenyum tanpa disadari makhluk-makhluk halus pendamping Nek Hindun satu persatu bermunculan, yang paling mencolok sosok wanita berkepala dua, berbadan babi sambil mendesis mirip ular berdiri di dekat Nek Hindun. 

"Luar biasa kamu nak, baru kali ini aku bertemu seseorang yang tergolong kekuatannya di atas rata-rata, tidak rugi Rizka kelak akan bersanding denganmu di pelaminan."

"Ini semua titipan saja Nek, sesungguhnya manusia bersifat lemah, Maaf, maksud nenek apa bersanding di pelaminan?"

Nek Hindun terbahak-bahak tertawa mendengar ucapan Bima, sambil berjalan pelan memutari Bima yang sedang duduk, tepat di belakang nek Hindun memegang pundak Bima sambil berbisik. 

"Kamu cocok menjadi suami Rizka!"

Mendengar perkataan Nek Hindun, Bima berdiri dengan lantang menolak apa yang di ucapkan nek Hindun. 

"Tidak Nek, dia hanya sebatas teman tidak lebih."

"Apakah kamu mau bukti? Kalau kamu itu calon suami Rizka yang pas!"

"Mana buktinya?"

Teng... Teng.. Teng... 

Jam besar menunjukkan sudah masuk pukul 03.00 subuh, tidak terasa acara di luar sudah selesai para pemain serta kru berbenah menyusun perlengkapan kuda lumping, ada beberapa orang juga masuk menemui Nek Hindun ijin pulang.

"Nek, Terima kasih sudah memberikan ijin tampil di halaman rumah," ucap beberapa orang masih lengkap menggunakan pakaian Jawa. 

"Iya, minggu depan latihan aja lagi disini, jangan sungkan langsung saja susun peralatan kalian di halaman." Jawab Nek Hindun seraya tersenyum manis sambil berjalan mengantar para pemain dan tetua kampung ke depan pintu.

"Sudah lah kamu itu bakal calon suami Rizka," nek Hindun Melanjutkan pembicaraan setelah mengantar para tamu keluar rumah. 

"Tidak mungkin." Sergah Bima sudah mulai terpancing emosi. 

Nek Hindun duduk santai di bangku sambil menyalakan menyan dan mendendangkan nyanyian sinden, susana rumah sedikit berubah lampu mulai redup sosok makhluk tak kasat mata mulai muncul. Sinden itu seperti memanggil para jin-jin alam sebelah, tanpa di sadari Bima di kelilingi makhluk halus entah apa wujudnya tidak bisa ia gambarkan karena sangat banyak. 

"Cukup Nek, jangan membuka portal alam sebelah terlalu lebar, tidak baik untuk keseimbangan alam kita." ucap Bima. 

"Kenapa? Kamu takut nak, hal seperti ini kamu sudah terbiasa saat mau membunuh orang!" ucap nek Hindun. 

Bima terkejut apa yang di katakan nek Hindun sejak kapan dia tau perbuatan itu, padahal sudah lama bima tidak lagi menggunakan ilmu Hitam kepada orang lain. 

Badan dan bibir Bima kaku tidak bisa berkata-kata hanya menyaksikan nek Hindun memamerkan ilmunya, tanpa terasa adzan subuh berkumandang. 

"Alhamdulillah, akhirnya sudah subuh," batin hati Bima. Badannya sudah mulai bisa digerakan portal alam sebelah perlahan tertutup sendiri, nek Hindun pun bergegas kembali ke kamarnya dan langsung mengunci pintu tidak ada kata-kata apapun yang di ucapkan. 

BERSAMBUNG

*****
Selanjutnya

*****
Sebelumnya
close