Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

PESUGIHAN KELUARGA NINGRAT "NGIPRI KETHEK" (Part 12) - Babak Kehidupan Baru


Bagian 12 - Babak Kehidupan Baru

Kematian mbak ina adalah kematian yang sangat nyata akan apa yang memang direncanakan oleh keluarga brotoseno dan juga keluarga ningrat.

Mereka yang tergabung dalam pesugihan ini benar-benar memperlihatkan dengan jelas dampak dan akibatnya setelah memberitahu secara rinci akan hal-hal yang berkaitan dengan pesugihan itu sendiri.

Babak baru dimulai.
Mereka yang masih hidup harus memiliki pilihan untuk menentukan kehidupan selanjutnya. Karenanya ikatan keluarga tidak menentukan siapa yang akan menyelamatkan kehidupan tiap masing-masing seseorang.

Melainkan yang mampu menentukan itu semua adalah keinginan untuk hidup dan bersiap diri untuk menghadapi segala resiko yang akan didapatinya.
Pagi itu bapak dan ibuku sudah sangat lelah.
Mereka berdua sudah lelah menghadapi semua yang telah terjadi.

Kini pilihannya tepat. Bapak meminta kepada mas pangarep dan yang lainnya untuk tidak mengganggunya lagi.

Dengan hal itu, bapak tidak lagi peduli dengan segala praktek pesugihan yang memang sedang dijalankan oleh masing-masing keluarga baik dari keluarga ningrat ataupun dari keluarga brotoseno.

Setelah berada di pemakaman, bapak meletakkan kalung peninggalan mas sugeng tepat di dekat liang lahat.

Ibu masih menangisi kematian kakaknya itu. Hanya dalam waktu yang singkat dua orang keluarga ningrat telah meninggal dunia.
‘’Bu? Kita memang sudah seharusnya pergi dari sini.’’ Jelas bapak.

‘’Kita mau kemana pak?’’ Tanya ibu.

‘’Kemana saja. Asalkan kita bisa hidup tenang.’’

Tepat di belakang mereka, mas pangarep dan juga mbak mawar sedang memandangi bapak dan juga ibu.

Dalam hatinya tidak ada penyesalan sama sekali terkait apa yang memang telah mereka lakukan. Kini hanya mbak neneng yang masih tersisa di pemakaman bersama dengan ibu dan bapakku.

Dari kejauhan mas pangarep dan juga mbak mawar sudah mempersiapkan diri untuk meninggalkan mereka yang masih berada di pemakaman.
Keduanya tidak ingi menghabiskan waktu dan berkeinginan untuk segera memasuki mobil lalu meninggalkan pemakaman.

Mesin mobil mas pangarep dan mbak mawar berbunyi. Suaranya memecah belah isakan tangis ibuku yang sedang bersedih.

‘’Pangarep… kau memang jahanam!” Ucap ibuku sembari memegangi perutnya yang mulai memasuki kehamilan ke-7 bulan.

Mbak neneng berjalan meninggalkan bapak dan ibuku. Namun bapak lebih dulu mengucapkan kalimat yang membuatnya terhenti,
‘’Apa langkah selanjutmu, mbak?” Tanya bapak.

‘’Aku sudah tidak memiliki kehidupan lagi. Yang aku pikirkan sekarang adalah bagaimana caranya untuk bisa bertahan hidup.’’ Jelas mbak neneng.

Ia pun kemudian meninggalkan bapak dan ibuku dengan jawaban yang sangat ketus. Sampai-sampai bapak masih mempertanyakan apa yang dimaksud dengan ‘’bertahan hidup’’ yang diinginkan oleh mbak neneng.

Mungkinkah mbak neneng akan bertahan hidup bersama dengan mereka di rumah itu? Setibanya di rumah, bapak dan ibuku segera memasuki kamar. Mas pangarep dan juga mbak mawar sudah menunggu kedatangan bapak dan juga ibuku.

‘’Arto? Ijinkan kami berbicara sejenak untuk menjelaskan ini semua’’ Ucap mas pangarep.

Bapak hanya menengok ke arah mas pangarep. Lalu dia kembali memalingkan mukanya dan tidak berkeinginan sedikit pun untuk mengatakan sebuah kalimat kepada mas pangarep.

Begitu juga dengan ibuku. Mereka berdua segera membenahi semua barang-barang yang ada di kamar untuk selanjutnya pergi dari rumah yang serasa bagaikan neraka bagi orang-orang yang lemah.

Setelah selesai membereskan semua barang-barang, bapak dan ibuku keluar dari kamar. Mereka melihat sisa dari keluarga ningrat yang masih berada di rumah besar milik nyi endang tersebut.

Mereka yang tersisa adalah mbak mawar, mas pangarep dan juga mbak neneng. Ketiganya adalah pion tersisa dari pelaku pesugihan yang mungkin saja akan berubah secara berkala terkait keputusan dari mbak neneng sendiri.

‘’Mau pergi kemana kalian?” Tanya mas pangarep.

‘’Apa urusanmu untuk menanyakan lelakonku?’’ (perjalanan nasibku) Ucap bapak.

‘’Begini arto…‘’

‘’Kami berdua sudah tahu rangkain rencana kalian semua. Kami tidak butuh ikatan keluarga atau tali persaudaraan yang memang ingin kalian ikatkan kepada kami.’’ Jelas bapak.

‘’Baiklah… itu pilihanmu. Tapi ada satu hal yang harus kau tahu terkait pesugihan ini.’’

Bapak dan ibuku pun mulai melangkah pergi dan mengabaikan apa yang dikatakan oleh mas pangarep serta mbak mawar,
‘’Kita semua tidak akan pernah selamat walaupun sudah menjalankan babak baru kehidupan.’’ Jelas mas pangarep.

Deg! Jantung bapak berdegup kencang. Bapakku mulai menjatuhkan barang-barang yang dipegangnya di kedua tangannya.

‘’Mereka yang sudah berada di rumah ini, mereka akan mati seperti kematian yang sudah terjadi sebelumnya.’’ Ucap mas pangarep.

Bapak pun menghadapkan wajahnya ke arah mas pangarep. Dengan tatapan yang tajam, bapak melihat wajah-wajah munafik dari ketiga orang keluarga ningrat yang tersisa saat itu.

‘’Matiku! Hidupku! Itu bukan urusanmu! Kalian yang bersekutu dengan iblis, akan terkena dampak dari itu semua!’’
Mereka terdiam saat bapak mengatakan dengan lantang apa yang menjadi isi hatinya. Wajah polos mbak neneng juga semakin tertekan akan hal itu.

‘’Aku tidak peduli lagi siapa kalian. Kelak jika anakku lahir, aku tidak akan memberitahu hal ini kepadanya. Ini adalah aib terbesar dari keluarga orang-orang yang memiliki garis keturunan tinggi di antara orang-orang lainnya.’’ Ucap bapak.

Mbak neneng pun terkejut mendengar hal itu. Dia lalu memandangi wajah bapak sembari mengucapkan sesuatu, ‘’Aib?”
Bapak mencoba menenangkan diri. Ia kembali mengangkat barang-barang itu dan perlahan melangkahkan kaki untuk keluar dari rumah, namun sebelum itu…

‘’Entah apa yang akan terjadi di 15 tahun yang akan datang, kita akan tahu siapa yang bertahan hidup dan siapa yang akan hancur duluan.’’
Itu adalah perkataan terakhir dari bapakku untuk meninggalkan rumah tersebut.

Bapak dan ibu memilih untuk pergi meninggalkan keluarga ningrat dan membangun kehidupan barunya di sebuah desa yang lokasinya jauh dari jangkauan keluarga ningrat dan keluarga brotoseno.

3 bulan kemudian…
Ibu melahirkan anak pertama. Anak pertama dari keluarga diberi nama oleh bapakku dengan nama Rahardian Artonegoro.
Anak pertama yang dilahirkan dari keluarga ningrat ini benar-benar menjadi dobrakan baru bagi keluarga.

Bapak dan ibuku sangat menjaga mas rahardian dari segala hal-hal yang memang ingin mencelakainya.
Semenjak mas rahardian lahir, keadaan keluarga semakin membaik.

Namun entah mengapa, berita kelahiran dari mas rahardian pun terdengar juga oleh anggota keluarga ningrat dan yang lainnya.

Begitu juga dengan kang waris. Dia sendiri sudah memperkirakan jika kelahiran dari mas rahardian ini dipenuhi dengan banyaknya ancaman yang diberikan oleh orang-orang luar termasuk dari keluarga ningrat tersendiri.

Hingga suatu hari…
Hal yang mengejutkan pun terjadi saat dimana ibuku sedang menggendong mas rahardian di depan rumah.
Ibu mendengar suara sahutan monyet dari atas rumah. Semakin malam suara itu semakin kencang. Hal ini membuat mas rahardian menangis dengan kencang.

Bapak yang kebetulan sedang berada di luar rumah tidak mengetahui hal ini. Sembari menenangkan mas rahardian, ibu menengok ke arah sebuah pohon yang tangkainya bergoyang-goyang.

Ibu pun perlahan mundur untuk masuk ke dalam rumah. Ia tahu jika yang berada di pohon tersebut adalah bagian dari siluman monyet yang dikirimkan oleh keluarga ningrat kepadanya.

‘’Nak. Jangan nangis… ibu akan melindungi kamu dari gangguan saudara-saudaramu yang terkutuk itu.’’ Ucap ibuku sembari menenangkan mas rahardian.

Lalu dari pohon tersebut keluarlah sebuah tangan yang memiliki bulu sangat lebat. Tidak lama setelah itu, tubuh dari siluman monyet itu menampakkan diri tepat dimana tangisan mas rahardian semakin kencang.

Ibu pun segera membawa masuk mas rahardian. Ia bersembunyi di dalam lemari sembari menenangkan mas rahardian.

Dari luaran, bunyi suara pintu terdengar jelas hingga membuat sekujur tubuh ibuku merinding di buatnya.

‘’Krek….‘’

Langkah kaki dan suara sahutan monyet terdengar jelas. Ibuku membaca do’a sebisa yang ia tahu. Untungnya, saat itu mas rahardian sudah tidak rewel lagi.

Namun batin ibuku masih belum merasa aman. Dia merasa ada sesuatu yang berada di atas lemarinya hingga membuat bagian atasnya berbunyi seperti ada sesuatu yang mendudukinya.

Tidak lama kemudian, bunyi gamelan berbunyi. Ibu terkejut mendengar hal itu. Ia tidak mengerti jika kedatangan mereka adalah sekaligus untuk melakukan sebuah ritual penumbalan.

Dengan berlangsungnya suara gamelan, mas rahardian kecil terbangun. Ia kembali merengek dan menangis karena suara aneh yang terdengar di sekitar kamarnya.

Ibuku berusaha untuk menenangkan mas rahardian dengan cara apapun.
‘’Nak, jangan nangis ya. Ibu ada di dekat kamu.’’
Ajaibnya, mas rahardian langsung terdiam. Ia seperti paham apa yang dimaksud dengan ibuku terkait kondisi yang kurang baik itu.

Bersamaan dengan itu, ibu merasakan ada sesuatu yang hadir dan mendatangi kamarnya. Perlahan ia berjalan mendekati lemari tempat ibu bersembunyi.

Langkahnya mirip seperti langkah rojo kethek saat berada di rumah keluarga ningrat. Namun ada sesuatu yang membedakan.

Bedanya adalah tidak adanya suara gemrincing yang dihasilkan dari langkah kaki milik ratu kethek.
Semakin dekat, suara itu semakin jelas. Aura kematian yang dipancarkan dari sosok itu benar-benar kuat.

Sampai-sampai ibuku sendiri merasa lemas dibuatnya. Itu berarti mereka semua tidak menyerah untuk mencari tumbal-tumbal berikutnya yang notabene masih memiliki hubungan darah dengan keluarga ningrat.

Dan benar saja…
Sosok itu berdiri tepat di depan lemari. Ibu mencoba untuk tenang agar sosok yang dimaksud tidak menemukannya.

Namun tidak berselang lama, sosok itu menyadari sesuatu. Ia menyadari jika ada seseorang yang akan datang ke rumah. Karenanya siluman monyet itu langsung berlari dan meninggalkan kamar ibuku.

Ibuku pun menghela nafas. Ia kemudian perlahan keluar dari lemari, namun saat dirinya baru saja keluar dari lemari...
Pandangannya langsung terarah kepada sosok yang sedang berdiri di luar kamar. Dia adalah jin kala ireng, kiriman dari raden angkoro.

‘’Ke-kenapa kau selalu mengusik keluarga kami?’’ Ucap ibu sembari meneteskan air mata.
 Jin kala ireng itu hanya memandangi ibuku dengan pandangan yang mengerikan. Sorot matanya yang merah membuat ibuku semakin takut akan sosok yang satu ini.

Namun tidak lama kemudian, jin kala ireng juga pergi meninggalkan rumah. Ia menyadari akan ada sesuatu yang mendatangi rumah.
Tubuh ibuku langsung melemas. Ia menahan tubuhnya agar tidak ambruk dan juga tidak membangunkan mas rahardian kecil yang sudah tertidur.

Lalu dari arah pintu depan rumah, ada seseoranag yang mengetuk pintu dengan ketukan yang tidak biasa.
Ibuku langsung meletakkan mas rahardian kecil di tempat tidurnya. Sembari membereskan baju yang sudah berantakan, ibuku pun melangkah ke arah depan rumah.

Lalu ia membuka pintu dengan perlahan..
Dan ternyata yang ada di hadapannya sekarang adalah mbak neneng!
‘’Mbak neneng.’’ Ucap ibuku.

‘’Mbak esa, tolong aku…‘’

‘’Maaf mbak. Mbak gak bisa masuk ke dalam. Karena di dalam sudah…‘’

Tiba-tiba suara tangisan mas rahardian terdengar jelas.
‘’Anakku… anakku…‘’

Ibu pun segera menuju kamar. Namun saat dirinya sudah berada di depan pintu kamar, ibu melihat sosok wanita dengan mengenakan pakaian serba putih namun memiliki wajah yang sangat cantik. Ia sedang menggendong mas rahardian kecil,

‘’Ka-kamu siapa?’’
Pertanyaan ibuku pun dijawab dengan menggunakan suara kidung jawa yang biasa digunakan untuk meniduri seorang bayi,

‘’Tak lelo, lelo, lelo ledung. Cep meneng, ojo pijer nangis. Anakku sing bagus rupane. Dadiyo pendekare bongso.’’

‘’Ka-kamu siapa?’’ Tanya ibu dengan nada penuh ketakutan.

Wanita misterius itu menghentinkan kidungnya. Lalu ia meletakkan kembali mas rahardian ke tempat tidurnya.
Bersamaan dengan itu, ia berjalan meninggalkan mas rahardian dan menuju ke arah tembok hingga menembusnya sembari menyanyikan kidung jawa lagi.

Ibu yang melihat hal mengerikan itu tidak bisa berkata apa-apa lagi. Dia kemudian menuju ke arah mas rahardian yang sudah berada di tempat tidurnya,
‘’Anakku… ibu akan menjagamu. Kamu gak boleh diambil oleh siapapun.’’ Ucap ibuku.

Saat ibu sedang menciumi mas rahardian, tiba-tiba mbak neneng memasuki kamar sembari mengatakan sesuatu,
‘’Mbak esa? Itu anakmu?’’

Ibu terkejut mendengar hal itu. Ia kemudian menjaga mas rahardian dari tatapan tajam mbak neneng yang memandangi tubuh mas rahardian,
‘’Ada perlu apa mbak neneng ke sini?’’ Tanya ibu kepada mbak neneng.

Mbak neneng melangkahkan kakinya untuk mendekati ibuku. Namun dengan cepat, ibu langsung mengambil sebuah gunting dan mengancam mbak neneng untuk tidak mendekat,

‘’Satu langkah lagi mbak neneng ke arahku, aku tidak segan untuk menusuk leher mbak neneng.’’ Ucap ibu.

‘’Mbak esa, dengarkan aku dulu…‘’

‘’Diam! Keluar dari rumahku! Jangan ganggu ketenangan keluargaku lagi!’’

Mbak neneng hanya terdiam. Ia pun akhirnya menuruti apa yang diinginkan oleh mbak esa kepadanya.
Namun sebelum mbak neneng keluar, dia menyampaikan sesuatu yang mungkin saja ibuku tidak mengetahuinya,

‘’Aku kemari ingin mengatakan sesuatu bahwa raden angkoro telah menduduki rumah keluarga ningrat!”
Setelah mengatakan hal tersebut, mbak neneng langsung keluar dari rumah. Ia pun kemudian meninggalkan rumah.

Ibu yang sempat mendengar perubahan itu hanya terdiam. Dia tidak bisa berkata apa-apa lagi. Awalnya ibu tidak mengurusi apa yang baru saja dikatakan oleh mbak neneng barusan.

Namun jika memang mbak neneng meminta tolong kepada ibu, itu berarti ada sesuatu yang baru saja terjadi di sana.

Akan tetapi mengapa jin kala ireng dan siluman kethek mendatangi rumah? Lalu suara gamelan dan suara ritual itu? Apakah pihak keluarga ningrat ingin menumbalkan rahardian?

Jika memang ingin mengambil rahardian, mengapa siluman monyet itu hanya berdiri di depan lemari? Dan mengapa juga sosok jin kala ireng tidak menyerangnya?

Lalu siapa wanita cantik yang menimang mas rahardian sembari menyanyikan kidung jawa? Apakah ada hubungannya dengan garis keturunan rahardian? Atau memang sebuah kebetulan saja?

BERSAMBUNG

*****
Selanjutnya

*****
Sebelumnya
close