Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

TITIK BALIK - JAMBAL IRENG (Part 4 END)


"Pulanglah.. anak manusia, besok lusa anak cucuku akan membutuhkan dirimu." ujar Dewi Bulan yang diiyakan dengan anggukan kepala panglima Api.

"Baiklah kalau begitu, aku tidak akan mencampuri para leluhur disini, apakah sang Dewi dan Panglima Api akan turun tangan bersama Datuk putih???" tanyaku.

"Ada saatnya kami berdua turun tangan membantu Datuk putih, untuk saat ini Datuk masih bisa menangani..." cetus panglima Api.

"Saya permisi undur diri, sampaikan salam taqdim buat Datuk putih." jawabku dan tak lama kemudian tubuhku seakan tersedot sebuah pusaran yang begitu gelap.

Senja mulai meremang, kicau-kicau burung, riuh diatas pohon akasia, kepak gagak beriring pulang, sementara satu dua kelelawar mulai riang menyambut malam, memecah hitam berkelebat seiring surya perkasa hilang ditelan gelap malam.

Seperti biasa selepas isya, secangkir kopi hitam menemani diatas meja kayu yang terletak dibawah jendela, hisapan pertama sebatang rokok mengepulkan asap, cairan kopi hitam panas menenuhi piring kecil, seruputan mengalir membasahi tenggorakan terasa hangat, ternyata bahagia itu sederhana, meski hanya secangkir kopi dan selalu mensyukuri apa yang telah kita nikmati.

"Mas.. tolong dibantu, suami saya besok harus kerja, sementara saat ini, kakinya masih sakit, Dea takut kalau besok tidak masuk kerja bisa diout dari tempat kerja.." ujar Dea dalam ketikan yang masuk dalam inbok

"Rendam kembali talapak kaki suaminya, dan bacalah ayat ini... setelah merendam kaki, lalu tiupkan ke ibu jari kaki suaminya, insya Allah malam ini bisa istirahat dan tidur, kalau suaminya tidur usahakan Dea jangan tidur, baca terus ayat yang tadi sampai lewat tengah malam..." balasku di chat inbok dengan Dea.

"Iya mas.. terima kasih" balas Dea.

Pagi pagi sekali Dea mengabari bahwa suaminya sudah berangkat kerja, meski harus berjalan sambil menahan rasa sakit.

"Gimana ya mas.. kalau rasa sakit dikaki suami Dea kambuh saat kerja, Dea sangat khwatir mas.."

"Kalau saat kerja kakinya terasa kambuh dan sakit lagi, kasih tahu suaminya untuk membaca doa nurbuat dan ayat qursi, setelah selesai membaca itu, ludahi kaki suaminya, tapi ini bersifat sementara, sampai nanti sore saat pulang kerja, kalau sudah masuk waktu malam rasa sakit itu akan kembali datang dan sangat menyiksa tubuh suami Dea..." ujarku.

"Mas.. apa nggak bisa transfer doa untuk suamiku nanti malam..." ujar Dea.

"Mas.. nggak bisa apa-apa, tapi nanti malam mas coba untuk transfer doa, siapkan saja air dalam gelas.." jawabku dan mengakhiri percakapan pagi itu.

Selepas sholat maghrib Dea mengirimkan photo segelas air, aku mencoba untuk mengirim doa dalam media photo segelas air, dan meminta Dea untuk meminumkan selepas adzan isya.

Seminggu sudah berlalu, sakit yang dialami suami Dea selalu kambuh menjelang maghrib, sampai subuh baru bisa memejamkan mata.

Aku tidak bisa berbuat banyak untuk membantu Dea, aku yakin tiga sosok astral dari leluhur Dea, masih bertarung dengan Jambal Ireng dan pasukannya, Datuk putih sendiri meminta kepadaku untuk tidak masuk dalam urusan mereka, tapi aku yakin Datuk putih pasti bisa menyelamatkan suami Dea dari gengaman Jambal Ireng.

"Gimana kabar Dea dan suami..?" tanyaku pada malam itu.

"Alhamdulilah Dea dan suami sehat.." jawab Dea.

"Alhamdulilah kalau sehat, eh ngomong-ngomong, gimana ceritanya suami Dea sembuh..? Tanyaku.

"Jujur mas.. Dea waktu itu sudah pasrah dengan kondisi suami, sementara Dea hanya berdoa dan mendawamkan doa yang mas Wi berikan hingga satu malam Dea bermimpi bertemu dengan Datuk putih, dan dalam mimpi itu Datuk putih meminta Dea untuk mengambil setangkai bunga yang tumbuh ditepi rawa, tempat dimana suami Dea mancing, dan keesokan harinya, Dea dan akmal mendatangi tepian rawa, serta melihat setangkai bunga yang warna dan bentuknya sama persis dengan yang ditunjukan oleh Datuk putih dalam mimpi, hanya dengan menyambitkan tangkai bunga itu dikaki dan ibu jarinya, alhamdulilah suami berangsur sembuh.. terima kasih banyak mas..." tulis Dea.

"Saya tidak melakukan apa-apa, rasa terimakasih itu selayaknya kepada gusti Allah." jawabku.

"Ah.. dari dulu seperti itu terus, intinya terima kasih." Balas Dea.

Selepas hari raya, Dea kembali menghubungi.

"Mas.. tolong Dea ngobati orang yang diganggu penghuni sumur tua, dia nggak terima Dea usir, sekarang Dea merasakan ada tiga makhluk astral yang menyerang Dea.. Dea harus gimana mas.."  ujar Dea.

"Seorang perempuan yang pertama masuk, disusul sosok tinggi hitam yang masuk dalam tubuh orang yang Dea obati berasal dari sumur tua, satu sosok lagi datang dari pohon besar yang tidak jauh dari sumur itu.." tulisku.

"Betul mas.. itu yang Dea lihat, satu lagi Dea hanya merasakan energinya, wujudnya berselimut asap.. Dea harus gimana mas.."

Belum sempat kubalas chat dari Dea, panggilan vidio masuk, aku sengaja tak mengangkatnya, hingga tiga panggilan.

"Tatap mata orang yang kerasukan, tahan napas dalam perut, lalu hentakan dengan menyebut asma Gusti Allah, sebelumnya baca doa yang sudah diajarkan dan jangan lupa sholawat.." tulisku.

"Iya mas... Akan Dea lakukan" balas Dea.

Beberapa saat kemudia, Dea mengabari bahwa sudah bisa mengatasi masalah yang terjadi, Dea pun bercerita banyak tentang Datuk putih yang telah kembali membantunya, demikian juga dengan Dewi bulan dan panglima Api.

"Mereka hanyalah sare'at (perantara) khakikatnya adalah Gusti Allah, jangan pernahberpikiran bahwa seseorang itu sembuh berkat tangan kita dan satu hal jangan pernah merasa bisa" ucapku.

-TAMAT-
close